Melihat fenomena baru dari peristiwa kematian seorang bocah usia 7 tahun yakni Asyiah, asal Dusun Paponan Desa Bejen, Kecamatan Bejen Teman...
Melihat fenomena baru dari peristiwa kematian seorang bocah usia 7 tahun yakni Asyiah, asal Dusun Paponan Desa Bejen, Kecamatan Bejen Temanggung. Ia salah satu korban dari keputusan dan tindakan bodoh dari seorang dukun dan dungunya orang tua korban.
Sungguh, ini menyentak alam bawah sadar kita betapa peristiwa tersebut tidak seharusnya terjadi jika saja masih ada akal sehat dan kuatnya iman.
Zaman sudah mau memasuki post-modernisme, dimana spiritualitas manusia dunia menjadi tatapan biasa setelah meninggalkan agama. Sudah melewati tahapan modernisme yang ditandai dengan kemajuan sain dan teknologi, dasarnya manusia modern adalah rasionalitas, dan eksistensialitas. Tapi melihat peristiwa di Temanggung itu menggiring kita untuk menilai bahwa ada sebagian kecil masyarakat kita ternyata masih melakukan kebiasaan primitif, bodoh dan biadab.
Harus ditelaah dari mana tindakan itu bersumber, apakah murni akalnya tidak sehat karena stress, apakah juga dari keadaan orang tua yang bodoh akibat minim pengetahuan agama, atau kemiskinan yang membuatnya bodoh, ataukah pula hilangnya keimanan?
Mengerikan jika ini satu kondisi kolektif yang tengah dialami oleh masyarakat kita ( TKP Desa Bejen ), dengan asumsi bahwa ajaran agama sudah ditinggalkan indikasinya meninggalkan akal sehat, asumsi berikutnya bahwa penyampaian ilmu agama belum menyentuh pada titik kesadaran kolektif. Kemudian bisa jadi iman yang sudah hilang karena itu percaya pada dukun. Kondisi kemiskinan pun bisa menjadi alasan kuat dari tindakan bodoh tersebut, miskin ilmu dan miskin ekonomi.
Bagaimana ini disikapi, tentunya perlu peranan semua pihak terutama RT dan Kepala Desa sebagai tindakan solusi atas peristiwa tersebut. Ada pendekatan komunikatif secara terus menerus agar ada kontrol atas masyarakat, apapun yang terjadi.
Guru agama, ustadz atau kiai harus terus menerus menyampaikan ajaran dan ilmu agama kepada masyarakat dengan menjadwal pengajian-pengajian rutin. Sebab pondasi dari kesalehan sosial itu berdasarkan amaliahnya, sementara amaliah akan selalu diingatkan oleh ajaran agama yang disampaikan.
Mengambil pemikiran Emile Durkheim dari karyanya yang paling awal, The Devision of Labor In Society. Durkheim berpendapat bahwa mengenai apa yang membuat masyarakat dalam keadaan primitif atau moderen. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial non material, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama, atau apa yang ia sebut Kesadaran kolektif yang kuat. Sedangkan ikatan utama dalam masyarakat moderen adalah pembagian kerja yang rumit, yang mengikat dalam hubungan saling tergantung.
Pendekatan ala Selo Sumarjan atas fenomena ini, bahwa pendidikan yang merata akan memberikan nilai-nilai tertentu kepada manusia, terutama dalam membuka pikirannya, menerima hal -hal baru, maupun cara berfikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir secara obyektif, rasional dan melihat ke masa depan, berusaha menciptakan kehidupan yang lebih maju.
Sementara hipotesa bahwa perdukunan akan selalu melahirkan kejahatan. Ini perspektif agama mencoba mengurai soal tersebut.
Sebagian kaum muslimin banyak terjebak dengan perdukunan, baik yang sakit maupun yang sehat, yang miskin maupun yang kaya, yang sukses maupun yang gagal, orang berpangkat maupun orang biasa, pejabat maupun rakyat jelata.
Syaikh Sholeh Fauzan, menyebutkan pendapat lain tentang arti dari kahin (dukun), adalah orang yang mengaku mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati. Padahal tidak ada yang mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang kecuali Allah Azza wa Jalla, akan tetapi setan bisa mengetahui perkataan hati seseorang melalui bisikan-bisikan yang dilakukan setan kepadanya. Karena setan berjalan dalam diri manusia seperti mengalirnya darah dalam tubuh manusia. Maka setan dapat mengetahui tentang seseorang hal yang tidak bisa diketahui oleh orang lain.
Kita kembali melirik pandangan Islam soal dukun, perdukunan yang faktanya sejak dulu sudah ada hingga zaman ini.
Mari membaca hadits Rosulullah S.A.W terkait ini.
عن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إن نبي الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: ( إِذَا قَضَى اللَّهُ الْأَمْرَ فِي السَّمَاءِ ضَرَبَتْ الْمَلَائِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا ) لِلَّذِي قَالَ ( الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ ) فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ –وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ– فَيَسْمَعُ الْكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ثُمَّ يُلْقِيهَا الْآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوْ الْكَاهِنِ فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ فَيُقَالُ أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا كَذَا وَكَذَا فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنْ السَّمَاءِ.
رواه البخاري
Dari Abu Hurairah R.A, bahwa Nabi S.A.W telah bersabda: Apabila Allah memutuskan sebuah perintah di langit, para malaikat menundukkan sayap-sayap mereka dengan penuh takut, bagaikan suara rantai yang ditarik di atas batu putih. Apabila telah hilang rasa takut dari hati mereka, mereka bertanya: Apa yang dikatakakan oleh Tuhan kalian? Jibril menjawab: Tentang kebenaran dan Ia Maha Tinggi lagi Maha Besar. Lalu para pencuri berita langit (setan) mendengarnya. Mereka para pencuri berita langit tersebut seperti ini, sebahagian mereka di atas sebagian yang lain. Maka yang paling di atas mendengar sebuah kalimat lalu membisikannya kepada yang di bawahnya, kemudian selanjutnya ia membisikan lagi kepada yang di bawahnya dan begitu seterusnya sampai ia membisikannya kepada tukang sihir atau dukun. Kadang-kadang ia disambar oleh bintang berapi sebelum menyampaikannya atau ia telah menyampaikannya sebelum ia disambar oleh bintang berapi. Maka setan mencampur berita tersebut dengan seratus kebohongan. Maka dikatakan orang "bukan ia telah berkata kepada kita pada hari ini dan ini " maka ia dipercaya karena satu kalimat yang pernah ia dengan langit tersebut.
Hukum negara, tentunya harus diberlakukan terhadap praktik dukun yang sesat menyesatkan ini, disamping dampak buruknya yaitu korban berjatuhan. Ini bentuk kejahatan bagi kemanusiaan. Asas hukum dan prinsip hukum sudah jelas melindungi manusia.
Setiap kejahatan akan selalu mengorbankan kemanusiaan. Maka dalam hal ini agama dan hukum akan selalu melindungi kemanusiaan.
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
COMMENTS