BREAKING NEWS

I'tikaf Kesadaran, Transformasi Kepemimpinan Digital dan Humanis


Bahasan
i'tikaf selalu berkaitan dengan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Ia adalah proses permenungan ruhaniyah dengan Tuhannya, yang secara syariat dilakukan wajib di masjid dan meninggalkan sementara berkumpul dengan istri ( jima' ), dan dianjurkan dalam beriktikaf itu dengan sholat, dzikir, tadarrus Al-Qur'an, dan riyadah muroqobah (berusaha mendekat kepada Allah). 

I'tikaf, dengan ketulusan dan kesungguhan adalah nilai utama dalam beri'tikaf ( اعتكاف), ini secara fiqih dihukumi Sunnah, tapi harus dilakukan di masjid. Tentunya dalam iktikaf perlu kesadaran kontemplasi teologis. Karena ini juga adalah tujuan beri'tikaf. 

Kesadaran Transendental
Dalam i'tikaf, bagi kalangan sufi adalah medium untuk "bercumbu" dengan bisath-nya mahabbah Tuhan. Pendalaman reflektif dari i'tikaf harus terus meningkat pada tingkatan membedah lengkungan metafisika yang sangat luas, dan manis. 

Kesadaran ini, kemudian diterjemahkan dengan tindakan-tindakan sufistik yang selalu menguatkan nilai-nilai kemanusiaan, tanpa dibatasi klaim struktur agama dan klaim kebenaran sendiri. Membawa ke arah keluasan makna kemanusiaan dan spritualitas yang dinikmati. Substansi ajaran agama Islam sebenarnya akan tetap bersandar pada maqoshid al-syar'i (tujuan bersyari'at).

Kesadaran Kepemimpinan Digital
Dunia, hari ini adalah dunia tanpa jarak dan waktu ( sein und zeit ). Semua bisa dilakukan dengan cara digitalisasi tindakan dan sikap, semua berbasis online. Satu hal ini akan menduhumanisasi kemanusiaan kita sebagai manusia sosial ( Zoon Politicon ), dan bisa menghilangkan kehangatan sense pribadi manusia. 

Ini, adalah fenomena mutakhir ketika dunia memasuki milenium ketiga, teknologi IT semakin dinamis dan super canggih. Memang Charles Darwin, dengan teori evolusinya agaknya menang sebagai yang tepat dan benar. Suatu bentuk apapun akan selalu eksis dalam bentangan zaman jika mengikuti zamanya, dan jika anti tesa terhadap zaman yang berkembang, maka dengan sendirinya terkalahkan.

Kita memang perlu mensintesiskan dialektika kehidupan post-sekularisme ini dengan ikut zaman tapi tidak menjahui nilai kemanusiaan an sich. 

Kalimat akhir, kita adalah anak zaman yang tengah dijamu oleh peradaban manusia yang tidak paralel dalam ritme kemajuan dan humanitas. 

Penulis: Hamdan Suhaemi
Wakil ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image