Polemik PTSL di Sukaraja, Badak Banten Segera Layangkan Surat Pengaduan
0 menit baca
BantenEkspose.com –
PTSL
(Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap) di Desa Sukaraja Kecamatan Warunggunung Kabupaten
Lebak, disoal warga. Diduga, pada program PTSL 2019 tersebut terjadi pungutan
yang melebihi aturan dan belum adanya keberesan pembuatan sertifikat.
Menyikapi persoalan tersebut, Badak Banten meminta
panitia desa harus bertanggung jawab dan segera di selesaikan. Ketua Badak
Banten Kabupaten Lebak Eli Sahroni, menyatakan seharusnya berdasarkan aturan,
program PTSL tahun 2019 itu sudah beres dan sertifikat tersebut harus segera diserahkan
kepada masyarakat.
Dikatakan Eli, Bila masih belum ada yang beres dan masih proses dari BPN,
idealnya ada surat pemberitahuan atau keterangan dari BPN melalui desa sedang
dalam proses di BPN agar masyarakat mengetahuinya.
"Panitia tingkat desa harus segera menyelesaikan, dan
memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat yang telah dirugikan," kata
Eli Sahroni, melalui rilis yang diterima media ini, Senin (8/6/2020).
Eli menilai dalam polemik PTSL di Sukaraja, diduga telah
melanggar hukum. Selain adanya dugaan unsur penipuan, juga adanya unsur
pungutan kepada masyarakat yang melebihi dari aturan.
"Saya kira ini ada sebuah pelanggaran hukum pada
program PTSL 2019 di Desa Sukaraja. Selain dugaan penipuan karena ketidakberesan
sertifikat, juga dugaan pelanggaran hukum dugaan pungutan liar," ujar
Eli.
Lanjut Eli, selain itu pihaknya dalam waktu dekat akan
segera membuat surat laporan pengaduan kepada aparat penegak hukum, dalam hal
ini Polda Banten untuk menindak lanjuti program nasional yang disinyalir
terjadi dugaan pungutan.
"Insa Allah dalam waktu dekat, kami bersama tim akan
segera melayangkan surat laporan pengaduan,” tandasnya.
Pengakuan Warga
Seperti diberitkan sebelumnya di portal Suara45.com, warga
setempat Adang mengaku, sudah hingga saat ini belum ada keberesan sertifikat. Padahal
kata Adang, pembayaran sudah dilakukan pada saat pengukuran sebesar Rp. 900
ribu sebanyak 4 bidang tanah.
Adang juga menjelaskan, pada saat pengukuran pertama sudah membayar
sebesar 700 ribu sebanyak empat berkas. Namun ketika ia mempertanyakan kepada
petugas, soal keberberesan sertifikat tersebut, diminta kembali oleh petugas
dari desa, uang sebesar 200 ribu dengan alasan untuk proses pembuatan sertifikat.
"Saya sudah dua kali bayar. Pertama 700 ribu dan kedua
200 ribu,bahkan kwitansinya juga ada,” kata Adang. (red)