BantenEkspose.com - Penyaluran program sembako (BSP) di Kabupaten Lebak, kembali menjadir sorotan anggota DPRD Lebak dari Fraksi PPP, Mu...
BantenEkspose.com - Penyaluran program sembako (BSP) di Kabupaten Lebak, kembali menjadir sorotan anggota DPRD Lebak dari Fraksi PPP, Musa Weliansyah. Pasalnya, politisi asal Kecamatan Wanasalam ini, masih melihat carut marut penyaluran program pada bulan Juni di wilayah Kabupaten Lebak
Menurut Musa, pada penyaluran bulan Juni ini 2020 ini, masih ditemukan adanya komoditi yang tak layak konsumsi, hingga dugaan hingga dugaan mark up harga komoditi.
"Carut marut komoditi pada agen E-warong di wilayah Kabupaten Lebak masih terjadi. Dari mulai komoditi busuk seperti jeruk busuk, telur busuk dan salak busuk, hingga adanya dugaan modus mark-up harga beras IR atau medium menjadi premium," ujarnya kepada wartawan via pesan whatsApp, Senin (22/6/2020)
Tak tanggung-tanggung, lanjut Musa, harga beras lokal yang seolah-olah jadi premium itu, dijual Rp 11.000. Padahal, itu beras lokal yang dikirim dari pengusaha berasal Malingping, Wanasalam dan Cihara kepada supplier.
"Salah satu agen e-Warong yang berkerjasama dengan supplier CV Astan kepada saya mengaku, beras pada bulan ini mengalami kenaikan. Juga tak menutup kemungkinan, dari 60 agen e-Warong yang telah melakukan MoU dengan CV. Astan, masih menjual harga tinggi. Saya menilai CV Astan melakukan praktek monopoli di lima Kecamatan, yakni Cihara, Panggarangan, Bayah, Cibeber dan Cilograng," beber Musa
Dikatakan Musa, kondisi tersebut jelas melanggar pedoman umum (pedum) Sembako 2020 dan Fakta Integritas, yang telah disepakati sebelumnya dengan Dinsos Lebak dan BRI.
"Ini jelas melanggar Pedum dan Fakta integritas yang sebelumnya telah disepakati dengan Dinsos Lebak dan BRI, tidak tepat harga dan tidak tepat kualitas. Padahal saya menemukan agen e-Warong yang mandiri, menjual harga beras sesuai dengan harga pasar yakini harga Rp 10.000," ujarnya.
Musa juga mengungkapkan, selain persoalan harga komoditi yang tinggi, seperti dugaan kasus peredaran telur HE juga kerap beredar di agen e-Warong. Pada bulan Mei lalu, entah itu yang kerjasama dengan supplier CV. Astan, Bulog maupun PT AAM PRIMA ARTHA.
"Banyak Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang mengadu ke saya, ternyata telur yang diduga HE sempat beredar di Cijaku, Bayah, Cihara Panggarangan dan Bayah, yang diduga kuat dikirim oleh supplier CV Astan dan Bulog. Dan dari pengakuan agen e-Warong Bulog kepada saya, agen Bulog itu ternyata pada bulan Mei dikirim telur melalui Bulog yang diduga telur itu telur HE yang sumbernya sama dari Kec. Cijaku," ujar Musa.
Bila pengakuan agen e-warong itu benar, lanjut Musa, jelas Bulog ini ceroboh dalam menerima komoditi dari penyuplai telur.Bulog itu BUMN, harusnya lebih berhati-hati dan harusnya MoU langsung dengan pengusaha telur komersil tanpa memakai calo lagi.
Selain itu, lanjut Musa, seperti pada bulan Juni ini komoditi tak layak konsumsi masih ditemukan di sejumlah agen e-Warong seperti Wanasalam, Malingping, Cijaku, Leuwidamar, Sobang dan lainnya yang diduga dikirim oleh supplier PT APA (AAM PRIMA ARTHA)
"Masih banyak yang ditemukan beredar komoditi yang tak layak konsumsi dari mulai telur busuk, jeruk busuk hingga beras IR lokal KW I yang seolah dijual beras premium dengan harga jual Rp. 11.000 hingga ada yang Rp. 11.900 di agen e-Warong BPNT yang diduga ada kerjasama dengan supplier PT AAM," tutur Musa.
Musa menilai, tiga supplier program BPNT di Kabupaten Lebak apa bedanya dengan broker yang hanya menyalurkan pada agen e-Warong.
"Saya menilai, tiga supplier program BPNT di Lebak ini seperti CV Astan, Bulog dan PT APA, seperti halnya broker program BPNT. Mereka terkesan ceroboh menerima komoditi dari supplier, tanpa selektif terlebih dahulu dan tanpa adanya uji mutu. Akhirnya KPM-lah yang menjadi korban kecerobohan para supplier tersebut," tutupnya. (ea golda)
Menurut Musa, pada penyaluran bulan Juni ini 2020 ini, masih ditemukan adanya komoditi yang tak layak konsumsi, hingga dugaan hingga dugaan mark up harga komoditi.
"Carut marut komoditi pada agen E-warong di wilayah Kabupaten Lebak masih terjadi. Dari mulai komoditi busuk seperti jeruk busuk, telur busuk dan salak busuk, hingga adanya dugaan modus mark-up harga beras IR atau medium menjadi premium," ujarnya kepada wartawan via pesan whatsApp, Senin (22/6/2020)
Tak tanggung-tanggung, lanjut Musa, harga beras lokal yang seolah-olah jadi premium itu, dijual Rp 11.000. Padahal, itu beras lokal yang dikirim dari pengusaha berasal Malingping, Wanasalam dan Cihara kepada supplier.
"Salah satu agen e-Warong yang berkerjasama dengan supplier CV Astan kepada saya mengaku, beras pada bulan ini mengalami kenaikan. Juga tak menutup kemungkinan, dari 60 agen e-Warong yang telah melakukan MoU dengan CV. Astan, masih menjual harga tinggi. Saya menilai CV Astan melakukan praktek monopoli di lima Kecamatan, yakni Cihara, Panggarangan, Bayah, Cibeber dan Cilograng," beber Musa
Dikatakan Musa, kondisi tersebut jelas melanggar pedoman umum (pedum) Sembako 2020 dan Fakta Integritas, yang telah disepakati sebelumnya dengan Dinsos Lebak dan BRI.
"Ini jelas melanggar Pedum dan Fakta integritas yang sebelumnya telah disepakati dengan Dinsos Lebak dan BRI, tidak tepat harga dan tidak tepat kualitas. Padahal saya menemukan agen e-Warong yang mandiri, menjual harga beras sesuai dengan harga pasar yakini harga Rp 10.000," ujarnya.
Musa juga mengungkapkan, selain persoalan harga komoditi yang tinggi, seperti dugaan kasus peredaran telur HE juga kerap beredar di agen e-Warong. Pada bulan Mei lalu, entah itu yang kerjasama dengan supplier CV. Astan, Bulog maupun PT AAM PRIMA ARTHA.
"Banyak Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang mengadu ke saya, ternyata telur yang diduga HE sempat beredar di Cijaku, Bayah, Cihara Panggarangan dan Bayah, yang diduga kuat dikirim oleh supplier CV Astan dan Bulog. Dan dari pengakuan agen e-Warong Bulog kepada saya, agen Bulog itu ternyata pada bulan Mei dikirim telur melalui Bulog yang diduga telur itu telur HE yang sumbernya sama dari Kec. Cijaku," ujar Musa.
Bila pengakuan agen e-warong itu benar, lanjut Musa, jelas Bulog ini ceroboh dalam menerima komoditi dari penyuplai telur.Bulog itu BUMN, harusnya lebih berhati-hati dan harusnya MoU langsung dengan pengusaha telur komersil tanpa memakai calo lagi.
Selain itu, lanjut Musa, seperti pada bulan Juni ini komoditi tak layak konsumsi masih ditemukan di sejumlah agen e-Warong seperti Wanasalam, Malingping, Cijaku, Leuwidamar, Sobang dan lainnya yang diduga dikirim oleh supplier PT APA (AAM PRIMA ARTHA)
"Masih banyak yang ditemukan beredar komoditi yang tak layak konsumsi dari mulai telur busuk, jeruk busuk hingga beras IR lokal KW I yang seolah dijual beras premium dengan harga jual Rp. 11.000 hingga ada yang Rp. 11.900 di agen e-Warong BPNT yang diduga ada kerjasama dengan supplier PT AAM," tutur Musa.
Musa menilai, tiga supplier program BPNT di Kabupaten Lebak apa bedanya dengan broker yang hanya menyalurkan pada agen e-Warong.
"Saya menilai, tiga supplier program BPNT di Lebak ini seperti CV Astan, Bulog dan PT APA, seperti halnya broker program BPNT. Mereka terkesan ceroboh menerima komoditi dari supplier, tanpa selektif terlebih dahulu dan tanpa adanya uji mutu. Akhirnya KPM-lah yang menjadi korban kecerobohan para supplier tersebut," tutupnya. (ea golda)
COMMENTS