200 Tahun Multatuli, Pemkab Lebak Gelar Nobar "Setelah Multatuli Pergi"
0 menit baca
Bantenekspose.com - Dalam rangka memperingati 200 tahun kelahiran Eduard Douwes Dekker atau yang lebih dikenal dengan Multatuli, Pemkab Lebak melalui Kepala Museum Multatuli adakan Nonton Bareng (Nobar) Film Dokumenter Setelah Multatuli Pergi, bertempat di Pendopo Museum Multatuli, Sabtu (7/03/2020).
Bupati Lebak menjelaskan, dua tahun lalu museum yang mengusung tema antikolonialisme ini diresmikan, sebagai apresiasi terhadap warisan pengarang besar Belanda yang membawa spirit antikolonialisme lewat novelnya Max Haveelar.
Bupati juga menyampaikan setelah multatuli pergi berbagai capaian dapat dilihat dan dirasakan ditanah tercinta Lebak. Sarana dan prasarana yang memadai, akses dan konektivitas antarkecamatan terhubung dengan baik, serta pembangunan yang terus dilaksanakan semata-mata demi kesejahteraan dan kebaikan warga Lebak.
"Setelah Multatuli pergi berbagai kemudahan dapat kita saksikan, saat ini perempuan tidak lagi dibatasi geraknya dalam menduduki posisi-posisi penting, maka saya ingin mengajak perempuan-perempuan yang ada di Lebak ini untuk bersama-sama membangun Kabupaten Lebak menjadi lebih baik lagi," Ucap Bupati.
Sementara itu Sejarawan Bonnie Triyana yang juga sebagai Produser Eksekutif Film Dokumenter Setelah Multatuli Pergi mengatakan, film ini dibuat sebagai ikhtiar mencari jawaban atas sederet pertanyaan (apakan novel Max Haveelar ditulis berdasarkan fakta atau fiksi belaka, kemudian apakah benar kehidupan rakyat mengalami perubahan yang drastis dan substansial dua abad setelah multatuli pergi dan 75 tahun Indonesia Merdeka, atau apakah yang tersisa dari masa kolonial dalam kehidupan sehari-hari).
"Setelah diputar perdana malam ini, Film Dokumenter ini juga akan diputar keliling eropa, mulai dari Amsterdam, Brussel, Paris, Berlin dan Hamburg," ungkap Bonnie
Ia juga mengatakan film ini sengaja diputar perdana di Rangkasbitung karena Lebak lah tempat dimana Multatuli terinspirasi untuk menulis kisah-kisah penderitaan rakyat jajahan yang terwakili dalam cerita Saidjah dan Adinda dari desa Badur.
Bupati berharap film ini dapat membawa Kabupaten Lebak ke pentas dunia dan memperkenalkan gerakan antikolonialisme di Indonesia sambil berwisata di Lebak melalui Museum Multatuli. (ds)
Bupati Lebak menjelaskan, dua tahun lalu museum yang mengusung tema antikolonialisme ini diresmikan, sebagai apresiasi terhadap warisan pengarang besar Belanda yang membawa spirit antikolonialisme lewat novelnya Max Haveelar.
Bupati juga menyampaikan setelah multatuli pergi berbagai capaian dapat dilihat dan dirasakan ditanah tercinta Lebak. Sarana dan prasarana yang memadai, akses dan konektivitas antarkecamatan terhubung dengan baik, serta pembangunan yang terus dilaksanakan semata-mata demi kesejahteraan dan kebaikan warga Lebak.
"Setelah Multatuli pergi berbagai kemudahan dapat kita saksikan, saat ini perempuan tidak lagi dibatasi geraknya dalam menduduki posisi-posisi penting, maka saya ingin mengajak perempuan-perempuan yang ada di Lebak ini untuk bersama-sama membangun Kabupaten Lebak menjadi lebih baik lagi," Ucap Bupati.
Sementara itu Sejarawan Bonnie Triyana yang juga sebagai Produser Eksekutif Film Dokumenter Setelah Multatuli Pergi mengatakan, film ini dibuat sebagai ikhtiar mencari jawaban atas sederet pertanyaan (apakan novel Max Haveelar ditulis berdasarkan fakta atau fiksi belaka, kemudian apakah benar kehidupan rakyat mengalami perubahan yang drastis dan substansial dua abad setelah multatuli pergi dan 75 tahun Indonesia Merdeka, atau apakah yang tersisa dari masa kolonial dalam kehidupan sehari-hari).
"Setelah diputar perdana malam ini, Film Dokumenter ini juga akan diputar keliling eropa, mulai dari Amsterdam, Brussel, Paris, Berlin dan Hamburg," ungkap Bonnie
Ia juga mengatakan film ini sengaja diputar perdana di Rangkasbitung karena Lebak lah tempat dimana Multatuli terinspirasi untuk menulis kisah-kisah penderitaan rakyat jajahan yang terwakili dalam cerita Saidjah dan Adinda dari desa Badur.
Bupati berharap film ini dapat membawa Kabupaten Lebak ke pentas dunia dan memperkenalkan gerakan antikolonialisme di Indonesia sambil berwisata di Lebak melalui Museum Multatuli. (ds)