Leasing Nakal dan DC yang Ancam Konsumen Harus Ditindak Tegas
0 menit baca
Bantenekspose.com – Eksekusi penarikan
barang jaminan kendaraan dengan kredit bermasalah, tidak bisa sembarangan. Baik
konsumen maupun perusahaan pembiayaan, sudah dilindungi lewat aturan
Undang-undang No 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan PerKapolri No. 8
tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi jaminan fidusia
Demikian
diungkapkan Ketua Mada PPPKRI SAT-BN II Kota Cilegon, H Suwarni, melalui rilis yang diterima bantenekspose.com, Minggu (19/01/2020).
Ia mengungkapkan
hal tersebut, berkait dengan banyaknya laporan masyarakat yang dirugikan,
dengan praktek pengambilan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat secara
paksa, dengan cara tidak manusiawi
Menurut
Suwarni, bahwa tindakan menunggak cicilan kendaraan, baik mobil atau motor,
adalah perkara hukum perdata. Kasus perdata diselesaikan melalui persidangan di
Pengadilan Negeri, bukan di kantor polisi, apalagi lewat penagih utang atau Debt Collector (DC).
“Bila
konsumen leasing didatangi DC, tanya identitasnya. Kemudina tanya juga sertifikat
jaminan fidusianya. Jangan lupa tanyakan juga surat kuasa dari finance,” kata
Suwarni
Suwarni
juga memberikan masukan untuk masyarakat konsumen leasing, jangan sampai buru-buru
ketakutan bila DC mengancam, akan membawa ke kantor polisi, sebab prosedur
hukumnya tidak seperti itu.
Dikatakan
Suwarni, bila selaku konsumen tidak
membayar cicilan kredit hingga batas waktu jatuh tempo, maka dalam hukum
perdata tentang perjanjian (kontrak) hal itu disebut sebagai tindakan
wanprestasi (cidera janji), sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
“Wanprestasi
dikenakan kepada konsumen antara lain karena pelaksanaan kewajiban tidak tepat
waktu atau dilakukan tetapi tidak sesuai selayaknya, pengingkaran suatu
kewajiban, tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian,”
ujarnya.
Akan
tetapi, lanjut Suwarni, sebelum konsumen dilaporkan ke pengadilan perdata,
kreditur (leassing) harus terlebih dahulu melayangkan surat peringatan atau somasi.
“Somasi
diajukan umumnya tiga kali, yakni Somasi I, Somasi II, dan Somasi III. Hal somasi
diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.Bila somasi tidak
menghasilkan penyelesaian yang baik, maka kreditor berhak membawa perkara itu
ke pengadilan,” terang Suwarni.
Jadi,
tegas Suwarni, DC tidak bisa seenaknya menarik kendaraan hanya dengan memegang
dan menunjukkan surat kuasa dari pihak perusahaan sewa guna usaha (leasing), dimana
konsumen membeli kendaraan itu secara kredit.
“DC
tidak berhak mengambil mobil atau motor konsumen. DC sama sekali tidak berhak
melakukan itu, apalagi mengambilnya di jalan. Kasus wanprestasi ini bisa
menjadi kasus pidana, bilamana DC melakukan tindak kekerasan terhadap konsumen
dan atau perampasan mobil/motor konsumen,” paparnya.
Dijelaskan
Suwarni, DC yang melakukan hal itu dikategorikan telah melakukan tindak pidana
tentang pencurian dengan kekerasan atau perampasan dan bisa dijerat dengan
Pasal 368 dan Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.
Kemudian,
bila DC mengeluarkan kata-kata kasar atau ada kata-kata atau perbuatan yang
membuat konsumen menjadi malu, karena itu dilakukan di hadapan orang banyak,
maka dia bisa dipidana dengan pasal penghinaan, yaitu Pasal 310 KUHP.
“Hal
ini perlu diketahui, sebab banyak debitur wanprestasi, mengalami kejadian
tragis, saat mengendarai mobil atau motor yang sedang dikendarai, tiba-tiba
dihadang atau diberhentikan secara paksa oleh DC,” ujarnya.
Ditambahkan
Suwarni, adanya PerKAPOLRI No. 8 tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi jaminan
fidusia, maka harus bisa diimplementasikan mengingat pemerintah membuat
peraturan agar tidak merugikan kedua belah pihak. Sementara ini, diduga banyak
oknum Leasing di wilayah provinsi Banten berbuat semena-mena
“Menyikapi
soal ini, saya minta aparat hukum secepatnya menindak tegas perusahaan leasing nakal
dan DC yang berbuat semena-mena terhadap konsumen,” kata Suwarni
