Bantenekspose.com - Memasuki pergantian tahun 2019, Bank Banten dapatkan pendapat hukum dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait d...
Bantenekspose.com - Memasuki pergantian tahun 2019, Bank Banten dapatkan pendapat hukum dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait dengan upaya perkuatan permodalannya.
Direktur Bank Banten Kemal Idris mengatakan, dengan diperolehnya pendapat hukum tersebut, seharusnya para pemangku kepentingan dapat lebih yakin lagi dalam mendukung perkembangan Bank Banten.
"Kalau kami sudah membuka diri untuk lebih baik lagi dalam penerapan GCG, serta senantiasa berpedoman pada prinsip kehati-hatian untuk mendukung pertumbuhan bisnis bank yang kuat dan sehat," katanya, Selasa (31/12/2019)
Seharusnya kata Kemal, hal tersebut dapat dijadikan sebuah cerminan dari sikap segenap organisasi dalam mengemban amanah pengelolaan modal yang sedianya diberikan melalui pencairan APBD/P 2019, yakni sebesar Rp 131 miliar.
Lanjut Kemal, dengan diperolehnya dukungan dalam bentuk permodalan tersebut, Bank Banten akan semakin leluasa untuk mengembangkan proses internal penilaian kecukupan modal, seraya menetapkan target-target bisnis sesuai dengan profil risiko serta lingkungan pengendalian bank.
"Sebagaimana dituangkan dalam Kerangka Basel, jumlah permodalan yang harus dipenuhi untuk mendukung penguatan fundamental bisnis Bank Banten, sekurangnya harus dapat
merefleksikan mitigasi risiko yang mencakup diantaranya risiko kredit berikut konsentrasinya, risiko perasional, risiko pasar, dan juga risiko-risiko lainnya," ukapnya.
Ia mengaku, pihaknya akan senantiasa
bersungguh-sungguh dalam mengemban amanah yang diberikan, dan hal itu sebagaimana tertuang dalam pakta integritas yang telah ditandatangani oleh jajaran pengurus Bank Banten, dan disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT).
Sementara Ferry Hermansyah, praktisi manajemen risiko nasional mengatakan, penambahan modal Bank Banten diharapkan memberikan kemampuan pada Bank Banten untuk mencapai skala ekonomi yang diharapkan, sehingga dapat segera meningkatkan nilai tambah yang selama ini diberikan kepada para pemangku kepentingan, khususnya pemegang saham.
Menurutnya, Upaya-upaya efisiensi atau yang dikenal dengan istilah streamline tidaklah cukup untuk memberikan kontribusi yang optimal dalam perbaikan kinerja Bank Banten.
"Bank Banten juga harus memanfaatkan kompetensi, intinya untuk meningkatkan skala bisnis dan mencapai titik impas operasional sebagaimana model bisnis BPD pada umumnya," ujar Ferry
Ia menuturkan, sebagaimana terlihat dari laporan kinerja keuangan Bank Banten paska diakuisisi hingga September 2019. Ia menilai, Bank Banten telah cukup baik mengurangi kerugian operasional seraya menjaga tingkat kecukupan likuiditas yang dimilikinya.
"Penurunan rugi bersih tahun berjalan dari Rp405,12 miliar pada akhir 2016, menjadi Rp108,54 miliar pada
September 2019 merupakan upaya yang tidak boleh dipandang sebelah mata," kata dia.
Namun demikian, menurut Ferry, upaya yang dilakukan oleh Manajemen Bank Banten akan memberikan dampak perbaikan yang lebih signifikan apabila mampu meningkatkan skala bisnisnya.
Terpisah, analis Sucor Sekuritas Edward Lowis berpendapat, permasalahan Bank Banten salah satunya adalah bagaimana menuntaskan transformasi model bisnisnya. Sebagaimana diketahui, dalam setiap akuisisi yang dilakukan dan diikuti oleh perubahan model bisnis yang sangat berbeda, pemegang saham dan manajemen tidak boleh melupakan konsekuensi strategis yang harus dipenuhi.
Termasuk diantaranya, pemenuhan infrastruktur utama dalam model bisnis yang baru, pengembangan kapasitas dan kapabilitas organisasi dan juga mengalokasikan permodalan yang memadai untuk mendanai investasi
jangka panjang yang telah ditetapkan.
“Pemilik dan pengurus dari sebuah bank memiliki tanggung jawab yang lebih luas
dibandingkan dengan industri lainnya secara umum," ungkapnya.
Sebab kata dia, setidaknya pemilik bank harus memiliki komitmen serta kemampuan keuangan untk senantiasa memenuhi permodalan, khususnya dalam hal memenuhi tingkat CAR pada peers groupnya serta antisipasi implementasi IFRS 9.
Diketahui sebelumya, dalam proses pendirian Bank Banten mengalami jalan berliku, bahkan dalam proses akuisisi Bank Pundi menjadi Bank Banten telah menelan biaya yang tidak sedikit, yakni lebih kurang Rp600
miliar.
Namun demikian, dana tersebut adalah nilai transaksi yang diperlukan untuk pembelian bank saja, belum mencakup kedalam investasi yang harus dipersiapkan oleh pemegang saham guna mendukung keberlangsungan bisnisnya serta memenuhi peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku. (SC)
Direktur Bank Banten Kemal Idris mengatakan, dengan diperolehnya pendapat hukum tersebut, seharusnya para pemangku kepentingan dapat lebih yakin lagi dalam mendukung perkembangan Bank Banten.
"Kalau kami sudah membuka diri untuk lebih baik lagi dalam penerapan GCG, serta senantiasa berpedoman pada prinsip kehati-hatian untuk mendukung pertumbuhan bisnis bank yang kuat dan sehat," katanya, Selasa (31/12/2019)
Seharusnya kata Kemal, hal tersebut dapat dijadikan sebuah cerminan dari sikap segenap organisasi dalam mengemban amanah pengelolaan modal yang sedianya diberikan melalui pencairan APBD/P 2019, yakni sebesar Rp 131 miliar.
Lanjut Kemal, dengan diperolehnya dukungan dalam bentuk permodalan tersebut, Bank Banten akan semakin leluasa untuk mengembangkan proses internal penilaian kecukupan modal, seraya menetapkan target-target bisnis sesuai dengan profil risiko serta lingkungan pengendalian bank.
"Sebagaimana dituangkan dalam Kerangka Basel, jumlah permodalan yang harus dipenuhi untuk mendukung penguatan fundamental bisnis Bank Banten, sekurangnya harus dapat
merefleksikan mitigasi risiko yang mencakup diantaranya risiko kredit berikut konsentrasinya, risiko perasional, risiko pasar, dan juga risiko-risiko lainnya," ukapnya.
Ia mengaku, pihaknya akan senantiasa
bersungguh-sungguh dalam mengemban amanah yang diberikan, dan hal itu sebagaimana tertuang dalam pakta integritas yang telah ditandatangani oleh jajaran pengurus Bank Banten, dan disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT).
Sementara Ferry Hermansyah, praktisi manajemen risiko nasional mengatakan, penambahan modal Bank Banten diharapkan memberikan kemampuan pada Bank Banten untuk mencapai skala ekonomi yang diharapkan, sehingga dapat segera meningkatkan nilai tambah yang selama ini diberikan kepada para pemangku kepentingan, khususnya pemegang saham.
Menurutnya, Upaya-upaya efisiensi atau yang dikenal dengan istilah streamline tidaklah cukup untuk memberikan kontribusi yang optimal dalam perbaikan kinerja Bank Banten.
"Bank Banten juga harus memanfaatkan kompetensi, intinya untuk meningkatkan skala bisnis dan mencapai titik impas operasional sebagaimana model bisnis BPD pada umumnya," ujar Ferry
Ia menuturkan, sebagaimana terlihat dari laporan kinerja keuangan Bank Banten paska diakuisisi hingga September 2019. Ia menilai, Bank Banten telah cukup baik mengurangi kerugian operasional seraya menjaga tingkat kecukupan likuiditas yang dimilikinya.
"Penurunan rugi bersih tahun berjalan dari Rp405,12 miliar pada akhir 2016, menjadi Rp108,54 miliar pada
September 2019 merupakan upaya yang tidak boleh dipandang sebelah mata," kata dia.
Namun demikian, menurut Ferry, upaya yang dilakukan oleh Manajemen Bank Banten akan memberikan dampak perbaikan yang lebih signifikan apabila mampu meningkatkan skala bisnisnya.
Terpisah, analis Sucor Sekuritas Edward Lowis berpendapat, permasalahan Bank Banten salah satunya adalah bagaimana menuntaskan transformasi model bisnisnya. Sebagaimana diketahui, dalam setiap akuisisi yang dilakukan dan diikuti oleh perubahan model bisnis yang sangat berbeda, pemegang saham dan manajemen tidak boleh melupakan konsekuensi strategis yang harus dipenuhi.
Termasuk diantaranya, pemenuhan infrastruktur utama dalam model bisnis yang baru, pengembangan kapasitas dan kapabilitas organisasi dan juga mengalokasikan permodalan yang memadai untuk mendanai investasi
jangka panjang yang telah ditetapkan.
“Pemilik dan pengurus dari sebuah bank memiliki tanggung jawab yang lebih luas
dibandingkan dengan industri lainnya secara umum," ungkapnya.
Sebab kata dia, setidaknya pemilik bank harus memiliki komitmen serta kemampuan keuangan untk senantiasa memenuhi permodalan, khususnya dalam hal memenuhi tingkat CAR pada peers groupnya serta antisipasi implementasi IFRS 9.
Diketahui sebelumya, dalam proses pendirian Bank Banten mengalami jalan berliku, bahkan dalam proses akuisisi Bank Pundi menjadi Bank Banten telah menelan biaya yang tidak sedikit, yakni lebih kurang Rp600
miliar.
Namun demikian, dana tersebut adalah nilai transaksi yang diperlukan untuk pembelian bank saja, belum mencakup kedalam investasi yang harus dipersiapkan oleh pemegang saham guna mendukung keberlangsungan bisnisnya serta memenuhi peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku. (SC)
COMMENTS