BantenEkspose.com - Mahasiswa yang terhimpun di dalam Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) menilai, program 100 hari kerja Waliko...
BantenEkspose.com - Mahasiswa yang terhimpun di dalam Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) menilai, program 100 hari kerja Walikota dan Wakil Walikota Serang (Syafrudin-Subadri) gagal total.
Pada 5 Desember 2018 silam, pengukuhan dan ikrar suci Syafrudin-Subadri dinobatkan sebagai Walikota dan Wakil Walikota Serang. Disadari atau tidak bahwa hal itu adalah hasil dari keringat rakyat mengantarkan Walikota dan Wakil Walikota baru ketampuk kekuasaannya.
Janji politis terhadap prioritas kerja di sampaikan kepada khalayak, bahwa prioritas kerja tersebut menggenjot tiga aspek, diantaranya aspek penataan PKL (Pedagang Kaki Lima), kebersihan, dan kemacetan.
"Disisi lain percepatan program kerja untuk menata ibu kota provinsi membius rakyat kecil, konsepsi yang ditawarkan dalam menata Kota Serang menganulir kesejahteraan rakyat kecil, kebijakan relokasi PKL tidak sepenuhnya dijalankan. Parameter kerja adalah Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 itu tidak diimplementasikan," kata Korlap SWOT Nahrul Muhilmi, saat menggelar aksi demontrasi di depan Kampsu UIN SMH Banten, Jl. Jendral Soedirman, Ciceri, Kota Serang, Jum'at (8/3/2019).
Kemudian, pada 2 Januari 2019 lalu, sebagai saksi bisu keberlangsungan hidup PKL Stadion Maulana Yusuf Ciceri, Kota Serang, relokasi yang berkedok penggusuran membombardir atau menghabiskan seluruh lapak PKL. Janji Walikota terhadap kebijakan relokasi tidak memberikan kepastian dagang, nasib PKL dibiarkan hidup ditengah ketidakpastian yang menerpanya.
Artinya, hal ini bisa juga dikatakan sebagai "Proses Pemiskinan", rakyat kecil yang mencari rezeki dipukul habis dan dipaksa tunduk peraturan Pemkot Serang yang tidak proaktif terhadap rakyat. Tindakan sepihak yang mengedepankan percepatan pembangunan justru melupakan sisi objektif sosial masyarakat. Atas nama percepatan kerja 100 hari, PKL menjadi tumbal kekuasaanya.
"Padahal kita tahu bahwa usaha kecil seperti PKL merupakan aset ekonomi bangsa, yang dapat memberi undil besar terhadap lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan menjadi katup pengaman ekonomi kerakyatan di Kota Serang. Sayangnya Rezim amatir Walikota Serang tidak memperioritaskan pembangunan SDM, sehingga PKL yang mencari rezeki dibenturkan dengan ulah serampangan Walikota Serang," ujar Nahrul.
Jika ditelaah lebih dalam kebijakan Perda Kota Serang No. 4 Tahun 2014 terdapat dalam Bab III Pasal 4 terkait Penataan dan Pemberdayaan PKL tidak benar-benar direalisasikan. Dengan dalih reformasi birokrasi ternyata beberapa OPD terkait sebagai induk PKL perlahan menunjukan kebokbrokannya, tugas dan fungsi yang dimiliki tidak menjembatani aspirasi PKL, kemudian menyoal pendataan sampai ketahap penataan tempat relokasi menjadi polemik berkepanjangan.
"Dampak daripada hal tersebut menyebabkan tempat yang dijadikan relokasi berujung cacat, muatan sarana dan prasarana, pengamanan, kenyamanan, dan penataan pasar Kepandean yang tidak jelas menjadi ujung tombak kegagalan Syafrudin-Subadri dalam menjalankan agenda 100 hari kerja. Di samping itu belum lagi penataan PKL di pasar Rau, Alun-alun, Pasar Lama, dan lain sebagainya belum terlihat secara konkrit," imbuh Nahrul.
Dalam sektor lain, persoalan sampah di Kota Serang sudah lumrah menjadi fenomena ibu kota provinsi. Dari beberapa persoalan sampah, salah satunya di Cilowong yang menjadi muara dari seluruh akar persoalan sampah, sengatan aromatik bau sampah menyelimuti Kota Serang, dari beberapa kejadian yang sampai santer dibicarakan per tanggal 1 januari 2019 lalu, terjadi longsor di tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Cilowong, Kecamatan Taktakan, bahkan sampai menelan korban jiwa.
"Gunung sampah yang tidak ditangani secara serius mencair menjadi wahana yang mencekam diwajah masyarakat setempat, walaupun memang ada beberapa program yang menangani soal keberesihan dimasa rezim Safrudin-Subadri belum signifikan terlihat secara konkrit," ungkap Nahrul.
Selain persoalan sampah, menyoal Kemacetan pun menjadi hal serius yang harus dipecahkan, pasalnya agenda 100 hari kerja terkait kemacetan belum sedikitpun terlihat. Rezim Syafrudin-Subadri tidak becus memimpin secara serius Kota Serang, letupan pencitraan untuk mengakali dan menambal agenda 100 hari kerja membuat blunder dan menampar dirinya sendiri, tiga bulan berlalu memimpin Kota Serang dengan jargon "Berdaya dan Berbudaya" membuat rezim ini duduk manis di menara gading yang jauh dari serapan aspirasi rakyat.
Namun disisi lain, ternyata kemiskinan di Kota Serang masih akut dan tidak menjadi prioritas agenda serius rezim Safrudin, pengentasan kemiskinan dan lapangan kerja merupakan dua sisi yang tidak pernah keluar dari pembicaraan Walikota Serang. Kendati demikian, hal tersebut menjadi cermin ibukota tapi desain konsepsi penataan Kota Serang luput dari hakikat "Entitas Sosio-Ekonomi Masyarakat". Kesejahteraan rakyat hal fundamental yang memang sejatinya melekat pada masyarakat, hak untuk mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak sudah dijamin oleh konstitusi.
Pada 5 Desember 2018 silam, pengukuhan dan ikrar suci Syafrudin-Subadri dinobatkan sebagai Walikota dan Wakil Walikota Serang. Disadari atau tidak bahwa hal itu adalah hasil dari keringat rakyat mengantarkan Walikota dan Wakil Walikota baru ketampuk kekuasaannya.
Janji politis terhadap prioritas kerja di sampaikan kepada khalayak, bahwa prioritas kerja tersebut menggenjot tiga aspek, diantaranya aspek penataan PKL (Pedagang Kaki Lima), kebersihan, dan kemacetan.
"Disisi lain percepatan program kerja untuk menata ibu kota provinsi membius rakyat kecil, konsepsi yang ditawarkan dalam menata Kota Serang menganulir kesejahteraan rakyat kecil, kebijakan relokasi PKL tidak sepenuhnya dijalankan. Parameter kerja adalah Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 itu tidak diimplementasikan," kata Korlap SWOT Nahrul Muhilmi, saat menggelar aksi demontrasi di depan Kampsu UIN SMH Banten, Jl. Jendral Soedirman, Ciceri, Kota Serang, Jum'at (8/3/2019).
Kemudian, pada 2 Januari 2019 lalu, sebagai saksi bisu keberlangsungan hidup PKL Stadion Maulana Yusuf Ciceri, Kota Serang, relokasi yang berkedok penggusuran membombardir atau menghabiskan seluruh lapak PKL. Janji Walikota terhadap kebijakan relokasi tidak memberikan kepastian dagang, nasib PKL dibiarkan hidup ditengah ketidakpastian yang menerpanya.
Artinya, hal ini bisa juga dikatakan sebagai "Proses Pemiskinan", rakyat kecil yang mencari rezeki dipukul habis dan dipaksa tunduk peraturan Pemkot Serang yang tidak proaktif terhadap rakyat. Tindakan sepihak yang mengedepankan percepatan pembangunan justru melupakan sisi objektif sosial masyarakat. Atas nama percepatan kerja 100 hari, PKL menjadi tumbal kekuasaanya.
"Padahal kita tahu bahwa usaha kecil seperti PKL merupakan aset ekonomi bangsa, yang dapat memberi undil besar terhadap lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan menjadi katup pengaman ekonomi kerakyatan di Kota Serang. Sayangnya Rezim amatir Walikota Serang tidak memperioritaskan pembangunan SDM, sehingga PKL yang mencari rezeki dibenturkan dengan ulah serampangan Walikota Serang," ujar Nahrul.
Jika ditelaah lebih dalam kebijakan Perda Kota Serang No. 4 Tahun 2014 terdapat dalam Bab III Pasal 4 terkait Penataan dan Pemberdayaan PKL tidak benar-benar direalisasikan. Dengan dalih reformasi birokrasi ternyata beberapa OPD terkait sebagai induk PKL perlahan menunjukan kebokbrokannya, tugas dan fungsi yang dimiliki tidak menjembatani aspirasi PKL, kemudian menyoal pendataan sampai ketahap penataan tempat relokasi menjadi polemik berkepanjangan.
"Dampak daripada hal tersebut menyebabkan tempat yang dijadikan relokasi berujung cacat, muatan sarana dan prasarana, pengamanan, kenyamanan, dan penataan pasar Kepandean yang tidak jelas menjadi ujung tombak kegagalan Syafrudin-Subadri dalam menjalankan agenda 100 hari kerja. Di samping itu belum lagi penataan PKL di pasar Rau, Alun-alun, Pasar Lama, dan lain sebagainya belum terlihat secara konkrit," imbuh Nahrul.
Dalam sektor lain, persoalan sampah di Kota Serang sudah lumrah menjadi fenomena ibu kota provinsi. Dari beberapa persoalan sampah, salah satunya di Cilowong yang menjadi muara dari seluruh akar persoalan sampah, sengatan aromatik bau sampah menyelimuti Kota Serang, dari beberapa kejadian yang sampai santer dibicarakan per tanggal 1 januari 2019 lalu, terjadi longsor di tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Cilowong, Kecamatan Taktakan, bahkan sampai menelan korban jiwa.
"Gunung sampah yang tidak ditangani secara serius mencair menjadi wahana yang mencekam diwajah masyarakat setempat, walaupun memang ada beberapa program yang menangani soal keberesihan dimasa rezim Safrudin-Subadri belum signifikan terlihat secara konkrit," ungkap Nahrul.
Selain persoalan sampah, menyoal Kemacetan pun menjadi hal serius yang harus dipecahkan, pasalnya agenda 100 hari kerja terkait kemacetan belum sedikitpun terlihat. Rezim Syafrudin-Subadri tidak becus memimpin secara serius Kota Serang, letupan pencitraan untuk mengakali dan menambal agenda 100 hari kerja membuat blunder dan menampar dirinya sendiri, tiga bulan berlalu memimpin Kota Serang dengan jargon "Berdaya dan Berbudaya" membuat rezim ini duduk manis di menara gading yang jauh dari serapan aspirasi rakyat.
Namun disisi lain, ternyata kemiskinan di Kota Serang masih akut dan tidak menjadi prioritas agenda serius rezim Safrudin, pengentasan kemiskinan dan lapangan kerja merupakan dua sisi yang tidak pernah keluar dari pembicaraan Walikota Serang. Kendati demikian, hal tersebut menjadi cermin ibukota tapi desain konsepsi penataan Kota Serang luput dari hakikat "Entitas Sosio-Ekonomi Masyarakat". Kesejahteraan rakyat hal fundamental yang memang sejatinya melekat pada masyarakat, hak untuk mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak sudah dijamin oleh konstitusi.
"Maka, kami menilai program 100 hari kerja yang jatuh pada tanggal 14 maret 2019, Walikota dan Wakil Walikota Serang (Syafrudin-Subadri) gagal total dalam merealisasikan janji-janjinya tersebut, bentuk respon cepat kami menjelang seratus hari kerja sebagai tamparan terhadap Walikota agar tidak terlalu nyenyak dalam menikmati kekuasaanya," tegas Nahrul.Maka atas dasar itu, Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) UIN SMH Banten menuntut, pertama, realisasikan Perda Nomor 4 Tahun 2014. Kedua, berikan jaminan dan kepastian hidup terhadap PKL. Ketiga, sterilkan sampah di Kota Serang. Terakhir, wujudkan reformasi birokrasi yang transparan. (emde)
COMMENTS