KH Syanwani Sampang, Universitas dan Lompatan Pemikiran
BantenEkspose.com - Tahun 1985, menjadi titik awal dari perjalanan hidup seorang ulama kharismatik, yang kehidupannya masih bertahan dalam konservatisme pemikiran dan tradisi kehidupan pesantren salafi. Adalah al-Alim al-Allamah KH. Syanwani, seorang pengasuh pesantren Ashhabul Maimanah yang tinggal di Kampung Sampang Desa Susukan Tirtayasa Serang Banten, juga seorang ulama dan penggerak NU di Banten ( saat itu Wakil Rois Suriah NU ) mengadakan perjalanan ke luar negeri dengan tujuan Mesir.
Sesampainya di negeri Fir'aun tersebut, sang Kiai yang masih mengenakan sarung dan sorbannya melakukan agenda utama yakni menemui Rektor Universitas al-Azhar ( Syaikh Jadul Haq ) di Cairo Mesir untuk membuat kerjasama yakni muadalah (sistem penerimaan mahasiswa jalur khusus).
Tujuan Kiai Syanwani untuk meloloskan mu'adalah tersebut tidak lain hanya untuk pengembangan pendidikan santrinya ketika telah lulus tingkat Aliah ( MA ). Kerjasama tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan resmilah atas nama Pondok Pesantren Ashhabul Maimanah, lulusannya bisa menjadi mahasiswa universitas Al-Azhar tanpa testing.
Sepulang dari negeri Piramida ini, Kiai Syanwani menghubungi karib sekaligus murid pondoknya waktu di al-Khaeriyah Citangkil Cilegon yakni KH. Abdul Wahab Afif, MA yang kebetulan telah membuka kampus PTIB ( Perguruan Tinggi Islam Banten ) di Serang, alumni Mesir ini kemudian diajak oleh Kiai Syanwani untuk menemui Prof. Dr. Rachmat Djatnika di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Prof. Rachmat Djatnika, disamping sebagai Rektor IAIN beliau juga ketua Kopertais wilayah Jawa Barat. Seorang alumni dari Sorbonne University, Paris Prancis. Ia salah satu sarjana Indonesia binaan Prof. Dr. Dennys Lombard ( Orientalis dan Sejarawan Prancis).
Meski pertemuan tersebut sekedar ajang silaturahmi namun dari pertemuan inilah rupanya Kiai Syanwani sangat terinspirasi untuk mendirikan perguruan tinggi di Sampang. Sebagai perwujudan dari keinginannya membina dan menggembleng santrinya hingga pendidikan yang tertinggi. Inilah yang kita sebut lompatan pemikiran, beliau sadar bahwa hidup itu dinamis dan tengah memasuki kehidupan zaman modern.
Secara akademik Kiai Syanwani bukan tergolong kiai didikan kampus, beliau murni didikan pesantren salafi. Namun beliau tergolong kiai yang punya pemikiran maju dan transformatif.
Dari pertemuannya dengan Rektor IAIN SGD Bandung itulah, Kiai telah mendapatkan arahan sekaligus pujian darinya. Karena Kiai yang berlatar belakang pesantren salaf dan mendapat didikan pemikiran konservatif sulit menerima konsep perguruan tinggi yang berbasis pemikiran sistemik-akademis, namun Prof. Rachmat justru mendapati Kiai Syanwani bukan sekedar Kiai salaf tapi merasa berhadapan dengan seorang cendikiawan yang corak berfikirnya transformatif-dinamis.
Ketika dalam pembicaraan tersebut Prof. Rachmat dikejutkan oleh pemikiran sang kiai memiliki daya lompatannya ( seprung ) jauh ke depan. Konsep-konsep pemikiran Kiai Syanwani untuk pengembangan Pesantren Ashhabul Maimanah menuju ke taraf yang lebih maju dan juga pemantapan pola pikir santrinya ke arah penguasaan ilmu pengetahuan ( sains ) dan ilmu agama sekaligus.
Konsep tersebut bukan konsep murahan tapi sangat berharga bagi Prof. Rachmat. Memang diakui pula pola pikir Kiai Syanwani yang selalu mendasarkan pada filosofi buah kelapa, yang oleh kiai menganalogikan bahwa batok dan sabut kelapa adalah ilmu pengetahuan umum sedangkan isi kelapa adalah ilmu agama. Analogi-analogi alam ini ternyata juga banyak mengilhami pemikiran Kiai Syanwani dalam setiap langkah pengembangan atau penyelesaian masalah.
Karakteristik Kiai Syanwani sebagai ulama konservatif tentunya bisa kita tebak kiai yang seperti itu mungkin bisa nyaman dengan hanya mengkaji kajian tekstual dari kitab-kitab klasik semata. Namun asumsi itu ternyata dimentahkan oleh Kiai Syanwani sendiri dengan konsep pemikirannya yang modern dan up to date yakni mengimprovisasinya dengan penyelenggaraan perkuliahan, artinya disini dipahami sebagai hasil pemikiran dan analisa yang matang. Suatu bentuk pemikiran yang berkembang dalam menangkap suatu momentum zaman dimana antara agama dan sains menjadi kekuatan baru dalam kehidupan manusia, atau kalau meminjam istilah Francis Bacon dengan istilah The Power of Knowladge, ilmu pengetahuan adalah kekuatan.
Keputusan Kiai Syanwani untuk menyelenggarakan perkulihan di tahun 1987 itu menarik perhatian banyak kalangan terutama pemerintah setempat. Lewat Camat Tirtayasa Bapak Rahmat Alamsyah inilah kegiatan perkuliahan disokong pendanaannya. Meski sumbangannya hanya sebesar Rp. 500.000 namun itu salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap peran dan perjuangan Kiai Syanwani dalam memajukan dunia pemikiran. Meskipun tetap yang bertanggung jawab dalam pendanaan pada penyelenggaraan perkuliahan tersebut adalah pribadi Kiai Syanwani sendiri.
Ternyata pula, bahwa disamping telah mewujudkan perkuliahan di pesantren Ashhabul Maimanah di tahun 1987 tersebut dengan nama perguruan tingginya adalah PTIB, cabang dari Serang. Kiai Syanwani tercatat ikut membidani lahirnya perguruan tinggi bersama KH. Rahmatullah Syam'un, putera dari gurunya waktu di Citangkil Cilegon.
Kesaksian dari salah satu santrinya yakni Kusni Sujung ( wawancara tahun 2015 ) yang sering diajak oleh KH. Syanwani Sampang dalam keikutsertaannya dan kiprahnya mendirikan perguruan tinggi di Pakupatan Serang yang kelak kemudian perguruan itu kini terkenal dengan Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa.
Ketokohan Kiai Syanwani, baik dalam kancah politik (perannya di PPP), pembinaan atas umat, pencerahan ilmu agama, hingga keaktifan membina perguruan tinggi telah mengantarkan sosok hebat ini sebagai ulama besar kharismatik, yang tampil menyejarah di era 1960 an hingga 1990-an.
Wakil Ketua PW GP Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten