BREAKING NEWS

Diduga Truk Lebihi MST Tetap Melintas, Gubernur Harus Evaluasi Dishub Banten


Bantenekspose.com 19 tahun lebih, persoalan yang selalu tak tuntas itu menemani para pengguna jalan ruas Saketi-Malingping. Sewaktu masih dalam cengkeraman Jawa Barat, ruas jalan ini selalu terbiarkan rusak parah. Perjalanan menggunakan elf jurusan Serang - Malingping, saat itu harus menghabiskan waktu tak kurang dari 4-5 jam.

4 Oktober 2000, ditengah luapan kegembiraan sejumlah elit masyarakat dengan diresmikannya Banten menjadi Provinsi, tak pula merubah kondisi ruas jalan yang menjadi moda transportasi utama saat itu, menghubungkan wilayah selatan Banten dengan wilayah Utara yang lebih maju, buah dari kebijakan percepatan pembangunan ---trilogi  pembangunan, konsepsi pemerintahan Soeharto.

Banten dengan beberapa ruas jalan yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab dalam penyelenggaraanya, sejak dipimpin pj Gubernur Hakamudin Jamal, beralih ke Joko Munandar, RT Atut Chosyiah, Rano Karno hingga sekarang Wahidin Halim, nampak belum secara maksimal menyelesaikan persoalan urusan penyelenggaraan jalan. Entah apa yang salah?

Jalan yang rusak memang sudah tak nampak. Namun, kekuatan dan peruntukan jalan nyaris tanpa pengawasan. Sewaktu RK memerintah,  di jalur ini dipasang plang, yang secara tegas menyatakan bahwa ruas Saketi-Malingping, adalah kelas III, dengan MST (muatan sumbu ton) tak boleh melebihi 8 ton. Seiring dengan waktu dan beralihnya kepemimpinan di Banten, plang yang terpampang jelas itu, kini sudah tak nampak.

Siapa sebenarnya yang berhak mengawasi? Ishak Newton, Sekretaris DPD KNPI Banten mengungkapkan, jalan kelas III adalah milik Provinsi Banten.

"Bila banyak kendaraan  yang melintas di ruas ini tak sesuai ketentuan, itu menjadi kewenangan Dishub Banten untuk menindaknya," ujar Ishak.

Ishak juga menyatakan, saat ini di ruas jalan tersebut banyak melintas kendaraan yang diduga melebihi ketentuan tonase. Ironisnya, tak satupun aparat Dishub Banten yang bersikap.

"Saya gak faham, untuk apa ada dishub  kalau pelanggaran di ruas ini terus terjadi," ujar Ishak.

Bila terus terjadi pembiaran, lanjut Ishak, Gubernur Banten harus segera bertindak, melakukan evaluasi kinerja Dishub Banten. "Gubernur harus segera evaluasi Dishub," tegasnya.

E Sudrajat
Ramainya truk yang diduga melebihi tonase yang melintas di ruas Saketi-Malingping, tak terlepas dari magnet ekonomi wilayah Banten Selatan. Potensi tambang dan mineral, merayu sejumlah pemodal beramai-ramai mengoyak perut bumi Banten Selatan. Tentu saja, pengangkut hasil tambang tersebut, banyak menggunakan truk besar, demi percepatan penumpukan kapital perusahaan mereka.

Dalam penilaian pemerhati Lingkungan Hidup E Sudrajat, sebetulnya pengangkutan material hasil tambang ---yang diduga banyak tak berizin, bisa menggunakan truk dengan MST sesuai dengan ketentuan Undang-undang Jalan.

"Memang dari sisi efisiensi, menggunakan truk kecil tidak efisien, berbeda dengan truk besar. Tapi itu tadi, menggunakan truk besar yang melebihi ketentuan tonase, itu melanggar ketentuan," beber Enjat.

Dipaparkan Enjat, sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan pasal 19 ayat (2) point (c) jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

"Jalan kelas III itu, kewenangan Provinsi. Maka bila kendaraan yang melintas melebihi tonase, Dishub Banten wajib bertindak," ujar Enjat. [Red]
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image