BREAKING NEWS

346 Temuan Titik Kuburan Massal, Akankah Tragedi 1965 Terungkap?


Sumber grafis: YPKP1965
BantenEkspose.com - Indonesia masih ada pada gejolak sejarah genosida 1965. Polemik ini dinilai belum terselesaikan sejak 54 tahun silam. Namun, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 masih bersikeras menuntut hak-haknya selaku korban.

Secara nasional, YPKP 1965---diwakili Bedjo Untung selaku ketua---mengadakan audiensi dengan Komnas HAM terkait temuan 346 titik kuburan massal di Indonesia.

Dalam press release yang diterima reporter BantenEkspose.com, dituliskan terkait pentingnya temuan 346 titik kuburan massal untuk diketahui publik. YPKP 1965 akan menjadikan hasil riset temuannya, sebagai novum atas bukti perlakuan rezim Orde Baru terhadap para tahanan dan korban genosida politik tersebut.

Berikut adalah bukti sementara YPKP 1965 terkait temuan 346 titik kuburan massal dari seluruh provinsi Indonesia;
  1. Jawa Tengah: 119 lokasi
  2. DI Yogyakarta: 9 lokasi
  3. Jawa Timur: 116 lokasi
  4. Jawa Barat: 7 lokasi
  5. Banten: 1 lokasi
  6. DI Aceh: 7 lokasi
  7. Sumatera Utara: 17 lokasi
  8. Sumatera Barat: 22 lokasi
  9. Sumatera Selatan: 2 lokasi
  10. Lampung: 8 lokasi
  11. Riau & Kepri: 6 lokasi
  12. Bali: 11 lokasi
  13. Kalimantan Timur: 1 lokasi
  14. Kalimantan Tengah: 1 lokasi
  15. Sulawesi: 9 lokasi
  16. Nusa Tenggara Timur: 10 lokasi

Audiensi YPKP 1965 Dengan Komnas HAM
Bedjo menyerahkan bukti temuan YPKP 1965 terkait 346 titik kuburan massal. Motifnya adalah menjadikan bukti-bukti tersebut sebagai alat bantu Komnas HAM jika alat bukti dirasa kurang. Karena, jaksa agung juga menilai jika adanya kekurangan alat bukti untuk penanganan kasus ini.

“Temuan ini saya minta Komnas HAM untuk menjadikan sebagai bukti---suplemen tambahan kalau dikatakan selama ini kurangnya alat bukti, sehingga jaksa agung menolak berkas-berkas yang dilaporkan oleh Komnas HAM,” kata Bedjo, saat diwawancarai reporter BantenEkspose.com, Kamis (03/10/2019)

YPKP 1965 mendesak Komnas HAM agar melakukan penyelidikan ulang; investigasi dan forensik---sesuai dari data temuan YPKP 1965 terkait 346 titik kuburan massal. Hal ini dilakukan guna dijadikan bukti baru agar temuan tersebut terungkap.

“Saya minta pada Komnas HAM agar melakukan penyelidikan baru tentang kuburan massal ini. Karena, dari kuburan massal ini akan terungkap pembunuhan massal 65--- Komnas HAM juga harus melakukan investigasi ataupun uji forensik; melakukan penggalian,” usulnya pada Komnas HAM

Baca Juga: Jejak Darah di Tangerang...........

Bejo juga memohon kepada Komnas HAM supaya temuan kuburan massal ini dirawat dan dijaga. "Jangan sampai ada yang menghilangkan,” tambah Bedjo

Ide Bedjo dan YPKP 1965 untuk menjadikan kuburan massal dan tempat bekas kamp kerja paksa sebagai memorial park masih terus berlanjut---kali ini diajukan pada Komnas HAM. Bedjo mengatakan, jika para pelaku pelanggaran HAM akan menjadikan situs sejarah tersebut sebagai bangunan seperti; mall, pertokoan, taman wisata, jalan, dan sebagainya.

“Karena, sekarang ini ada bukti-bukti; pelaku atau penjahat HAM itu akan menghilangkan; dengan cara mengubah menjadi mall, toko, maupun jalan, taman-taman wisata, dan sebagainya. Ini adalah tugas Komnas HAM untuk melestarikan,” papar Bedjo

Sesuai penuturan Bedjo, memorial park yang diusung---nantinya akan dijadikan cagar budaya yang dilindungi hukum. Selain itu juga dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi generasi yang akan datang. Bedjo mendesak Komnas HAM supaya pemerintah daerah di Indonesia menjadikan tempat terkait sebagai memorial park---guna penghormatan terhadap HAM.

“Saya juga mengusulkan Komnas HAM supaya mendesak pemerintah daerah setempat untuk membuat kuburan massal dan bekas kamp kerja paksa menjadi memorial park---menjadi taman untuk pembelajaran generasi muda di masa yang akan datang. Itu akan punya nilai bagus dalam rangka penghormatan terhadap HAM,” jelas Bedjo

Bedjo menyayangkan, tidak ada satu pun komisioner Komnas HAM yang menerima---karena sedang menghadiri acara diluar. Namun, diterima oleh staf Komnas HAM dan berjanji akan disampaikan guna mengadakan agenda audiensi ulang.

“Komnas HAM---yang saya sesalkan---komisioner tidak satu pun yang menerima---kebetulan mereka sedang berada diluar acara. Namun, demikian diterima oleh stafnya dan berjanji akan menyampaikannya. Setelah itu, mungkin akan mengagendakan ulang,” sesal Bedjo

Hal ini menuai pertanyaan dari Bedjo dan YPKP 1965 dari berbagai cabang untuk Komnas HAM. “Ada yang saya pertanyakan pada Komnas HAM; apa progress report dari kerja Komnas HAM selama ini sehubungan dengan kasus 65 yang hingga saat ini belum ada penyelesaian?”ujarnya

Kunjungan ke Kejaksaan Agung
Bedjo dan YPKP 1965 juga mendatangi Kejaksaan Agung di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam kunjungannya, YPKP 1965 mengantisipasi penolakan berkas Komnas HAM oleh Kejaksaan Agung---dikarenakan kurang alat bukti. Bedjo mengatakan jika Kejaksaan Agung selalu berdalih kurang alat bukti.

“Untuk yang di Kejaksaan Agung juga hampir sama---kedatangan saya adalah dalam rangka untuk mem-back-up temuan kuburan massal yang saya serahkan pada jaksa agung supaya menjadi alat bukti. Jangan sampai Kejaksaan Agung selalu pergi lah---kurangnya alat bukti---sehingga berkas dari Komnas HAM ditolak,” papar Bedjo

Kembali pada tuntutan utama Bedjo dan YPKP 1965, yaitu; mengadakan pengadilan HAM ad hoc bagi para korban 1965 agar mendapatkan kepastian hukum. Mewakili YPKP 1965 dan para korban yang masih hidup. 

“Saya meminta kepada jaksa agung untuk segera dibentuk pengadilan HAM ad hoc---bagi kami; para korban---supaya ada kepastian hukum---sampai sekarang status kami tidak jelas,” usul Bedjo

Bedjo mengaku, ia dan yang lainnya masih sering dimonitor; didatangi intel. Ia dan yang lainnya merasa seperti saat di dalam tahanan. Selain itu, ia juga mendesak Kejaksaan Agung agar melakukan penyelidikan sesuai rekomendasi Komnas HAM.

“Meskipun kami sudah dibebaskan, tetapi hampir sama ketika kami ada didalam tahanan, misal; kemana-mana kami harus dimonitor, sampai sekarang juga masih didatangi intel---selalu ditelpon. Karena itu, kami mendesak Jaksa Agung supaya langsung melakukan penyelidikan sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM,” tambah Bedjo

Terkait audiensi pihak Kejaksaan Agung dengan YPKP 1965---Bedjo mengatakan, jaksa agung telah berjanji akan menyampaikan permasalahan ini kepada pihak yang berwenang. Jampidsus akan memanggil Bedjo dan YPKP 1965 kembali.

“Jaksa agung berjanji akan menyampaikan kepada pejabat yang berwenang---Jampidsus akan memanggil (kembali) supaya kasus 65 dapat diproses,” tutup Bedjo. (Gilang Prabowo)
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image