Buntut Kecelakaan Bus Murni, APTB Desak Gubernur Banten Bertindak
0 menit baca
![]() |
Menyikapi seringnya kecelakaan bis AKAP jurusan Labuan-Jakarta, Sejumlah Advokat yang tergabung dalam APTB, mendesak Gubernu Banten segera Bertindak |
Bantenekspose.com - Aliansi
Advokat Peduli Transportasi Publik Banten (APTB) mendesak Gubernur Banten
Wahidin Halim, agar segera menindaklanjuti perusahaan jasa transoprtasi publik
Bus Murni Jaya dan Asli, untuk mengeluarkan kebijakan mengantisipasi kecelakaan
lalu lintas yang semakin masif di wilayah Provinsi Banten dan terus memakan
korban jiwa.
Koordinator APTB Banten, Raden
Elang Yayan Mulyana mengungkapkan, berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai
sumber, bahwa masih tingginya tingkat kecelakaan di wilayah Banten. Pada tahun
2017 terjadi 4 kali kecelakaan dengan jumlah korban tewas 4 orang, dan luka
berat 39 orang. Tahun 2018 terjadi 2 kali kecelakaan, 1 orang luka berat.
Sementara pada tahun 2019 terjadi 3 kali kecelakaan dengan jumlah korban 1
orang tewas, dan 6 orang luka berat.
"Dari data tersebut
peningkatan kecelakaan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan belum adanya
regulasi yang jelas dari pemerintah untuk pelayanan transportasi publik mulai
dari izin operasional perusahaan jasa angkutan umum, izin trayek, penentuan
penetapan tarif (ongkos) dan perlindungan hukum bagi para pengguna jasa
transportasi publik,” kata Raden kepada Banten Ekspose dalam keterangan
tertulisnya, Senin (6/5/2019).
Baca Juga: Bus Murni KembaliTerlibat Kecelakaan
Hal senada dikatakan Sekjen APTB
Banten Nandang Wirakusumah. Atas dasar hal tersebut APTB mendesak Gubernur
Banten, segera menyediakan layanan tranportasi publik bagi masyarakat Banten
yang layak dan aman sebagaimana kewenangnya diatur dalam UU LLAJ pasal 139 ayat
(2), bahwa Pemerintah Provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk
jasa angkutan orang dan/atau barang antar kota dan provinsi.
Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia, kata Nandang, harus segera menindaklanjuti perusahaan penyedia jasa
angkutan umum Bus Murni Jaya dan Asli untuk tidak beroperasi di wilayah Banten,
dan agar segera dilakukan pembekuan atau “cabut izin” sebagaimana pasal 315
ayat (3) UU LLAJ.
“Jika tidak ditanggapi, maka kami
akan melakukan upaya hukum gugatan Class Action dan Citizien Law Suit terhadap
pemerintah pusat atau daerah," tegas Nandang. (red)