Bantenekspose.com - Kerupuk singkong atau sering disebut Enye-enye (bahasa sunda-red). Enye-enye merupakan makanan ringan yang terbuat dar...
Bantenekspose.com - Kerupuk singkong atau sering disebut Enye-enye (bahasa sunda-red). Enye-enye merupakan makanan ringan yang terbuat dari singkong. Makanan ini salah satu hasil produk home industry ala "Teh Misnah". Kini menjadi makanan ringan khas Lebak Pari, Kecamatan Cihara Kabupaten Lebak.
Kerupuk singkong juga, tak kalah enaknya dengan kerupuk lainnya yang ada di daerah Kabupaten Lebak. Kerupuk ini memiliki khas cita rasa tersendiri. Bagaimana tidak, proses pembuatannya pun membutuhkan waktu cukup lama.
Adapun proses produksinya, pertama, mengupas singkong (bahan baku), kedua, menggiling, ketiga, penyiapan adonan, keempat, memasak atau memanaskan bahan baku, kelima, proses pembentukan, lalu proses penjemuran, pengemasan, setelah itu baru dipasarkan.
Bentuk makanan ini persis dengan opak ketan (biasa). Bentuknya, ada dua macam, ada yang berbentuk bulat dan persegi tiga. Juga, memiliki kelebihan kualitas kerupuk yang gurih, renyah dan alami.
Selain itu, komposisi atau penyedap rasa yang dibutuhkan, yaitu garam, masako, ketumbar, bawang putih, dan tanpa bahan pengawet.
Biasanya, hasil produksi ini dijual ke pasar tradisonal seperti Pasar Simpang Kecamatan Malingping, atau dijual dilingkungan sekitar perkampungan tersebut. Lokasi ini lebih tepatnya di Kampung Lebak Pari III Desa Lebak Peundeuy Kecamatan Cihara Kabupaten Lebak.
Dalam seharinya, wanita itu bisa menghasilkan produk sekitar 35 iket, per iket itu isinya ada 10 buah. Sedangkan, harga per iketnya sangat terjangkau untuk semua golongan alias murah meriah yaitu hanya 2000 rupiah saja.
Adapun, untuk mengambil bahan bakunya (singkong) ia membeli langsung dari petani, harga rata-rata per kilogramnya yaitu 5000 rupiah.
Wanita itu mengaku, dirinya awal merintis atau menggeluti usahanya dibidang tersebut pada 2015 lalu. Saat ini, susahnya cukup berkembang dan terkadang suka keteteran untuk memenuhi permintaan pasar.
"Abdi biasa sapoe na menang 35 bengket, sabengket esina 10 biji, harga sabengketna 2 rebu, eta geh ngajual di pasarna. Abdi meser sampeu ti petanina eta 5 rebu sakilona. Abdi ngajalanken usaha iyeu kurang lebih tos 4 tahun, (Saya biasa seharinya dapat 35 iket, seiket isinya 10 biji (buah), harga per iketnya 2000 rupiah, itu juga jual dipasar. Saya beli singkong dari petani per kilogramnya 5000 rupiah. Saya ngejalanin usaha ini sudah sekitar 4 tahun)," kata Misnah, saat ditemui bantenekspose.com sambil menunjukan hasil produksinya, Jumat (5/10/18).
Bagi wanita itu, Enye-enye merupakan salah satu mata pencaharian yang bisa dijadikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Baginya, tidak masalah badan apek asep, keringat bercucuran, menahan panasnya api membara dan trik matahari saat proses penjemuran.
"Kumaha deui, ja kahirupanna geh tinu kiyeu (gimana lagi, kehidupannya juga dari usaha yang kaya gini)," ungkap wanita itu sambil menjalankan aktivitasnya.
Sementara itu, warga setempat, Aceng Sofyan mengatakan, dirinya sengaja membeli Enye-enye "Teh Misnah" buat oleh-oleh ke Tangerang, yang kini dijadikan daerah merantaunya. Menurut Sofyan, rasanya enak, renyah dan gurih.
"Rasanya enak, gurih, dan empuk. Pokoknya mantap deh...," kata Sofyan sambil mencicipinya.
Selain itu, aktivis pemuda, Dede Ilyana mengungkapkan, dirinya turut berbangga melihat masyarakat yang memiliki keinginan untuk memanfaatkan hasil sumber daya alam yang ada. Selain itu, merupakan bagian dari pengembangan wirausaha yang berbasis kemandirian dan kearifan lokal.
"Saya bangga melihat mereka (masyarakat) yang memiliki ide kreatif dalam pengembangan ekonomi mandirinya. Mudah-mudahan ini menjadi motivasi bagi generasi muda maupun masyarakat yang lainnya," kata ketua Ikatan Remaja Aktif (IKRA) Lebak Pari, saat diajak berbincang.
Menurut Dede, sebetulnya masih banyak potensi alam yang bisa dikembangkan didaerah tempat kelahirannya ini. Misal, pisang, talas, ubi, kopi, buah-buahan dan lainnya. Memang, kata dia, itu membutuhkan modal ide kreatif dan inovatif, untuk mengembangkan dan mengelolanya, supaya dapat menghasilkan kualitas produk yang berkualitas.
"Sebetulnya, masih banyak sih potensi alam yang lainnya juga. Tapi, memang itu membutuhkan modal ide kreatif dan inovatif, agar menghasilkan produk unggulan dan berkualitas. Selain itu juga, solusi upaya meningkatkan perekonomian masyarakat. Orang lain bisa, masa kita nggak bisa," ujar pria itu.
Sekilas potret pengembangan home industry atau UMKM yang ada di Kampung Lebak Pari III Desa Lebak Peundeuy, dan masih banyak yang lainnya. (Emde)
Kerupuk singkong juga, tak kalah enaknya dengan kerupuk lainnya yang ada di daerah Kabupaten Lebak. Kerupuk ini memiliki khas cita rasa tersendiri. Bagaimana tidak, proses pembuatannya pun membutuhkan waktu cukup lama.
Adapun proses produksinya, pertama, mengupas singkong (bahan baku), kedua, menggiling, ketiga, penyiapan adonan, keempat, memasak atau memanaskan bahan baku, kelima, proses pembentukan, lalu proses penjemuran, pengemasan, setelah itu baru dipasarkan.
Bentuk makanan ini persis dengan opak ketan (biasa). Bentuknya, ada dua macam, ada yang berbentuk bulat dan persegi tiga. Juga, memiliki kelebihan kualitas kerupuk yang gurih, renyah dan alami.
Selain itu, komposisi atau penyedap rasa yang dibutuhkan, yaitu garam, masako, ketumbar, bawang putih, dan tanpa bahan pengawet.
Biasanya, hasil produksi ini dijual ke pasar tradisonal seperti Pasar Simpang Kecamatan Malingping, atau dijual dilingkungan sekitar perkampungan tersebut. Lokasi ini lebih tepatnya di Kampung Lebak Pari III Desa Lebak Peundeuy Kecamatan Cihara Kabupaten Lebak.
Dalam seharinya, wanita itu bisa menghasilkan produk sekitar 35 iket, per iket itu isinya ada 10 buah. Sedangkan, harga per iketnya sangat terjangkau untuk semua golongan alias murah meriah yaitu hanya 2000 rupiah saja.
Adapun, untuk mengambil bahan bakunya (singkong) ia membeli langsung dari petani, harga rata-rata per kilogramnya yaitu 5000 rupiah.
![]() |
Misnah,perajin penganan dari singkong "enye-enye". Penganan tersebut kini mulai banyak digemari konsumen |
"Abdi biasa sapoe na menang 35 bengket, sabengket esina 10 biji, harga sabengketna 2 rebu, eta geh ngajual di pasarna. Abdi meser sampeu ti petanina eta 5 rebu sakilona. Abdi ngajalanken usaha iyeu kurang lebih tos 4 tahun, (Saya biasa seharinya dapat 35 iket, seiket isinya 10 biji (buah), harga per iketnya 2000 rupiah, itu juga jual dipasar. Saya beli singkong dari petani per kilogramnya 5000 rupiah. Saya ngejalanin usaha ini sudah sekitar 4 tahun)," kata Misnah, saat ditemui bantenekspose.com sambil menunjukan hasil produksinya, Jumat (5/10/18).
Bagi wanita itu, Enye-enye merupakan salah satu mata pencaharian yang bisa dijadikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Baginya, tidak masalah badan apek asep, keringat bercucuran, menahan panasnya api membara dan trik matahari saat proses penjemuran.
"Kumaha deui, ja kahirupanna geh tinu kiyeu (gimana lagi, kehidupannya juga dari usaha yang kaya gini)," ungkap wanita itu sambil menjalankan aktivitasnya.
Sementara itu, warga setempat, Aceng Sofyan mengatakan, dirinya sengaja membeli Enye-enye "Teh Misnah" buat oleh-oleh ke Tangerang, yang kini dijadikan daerah merantaunya. Menurut Sofyan, rasanya enak, renyah dan gurih.
"Rasanya enak, gurih, dan empuk. Pokoknya mantap deh...," kata Sofyan sambil mencicipinya.
Selain itu, aktivis pemuda, Dede Ilyana mengungkapkan, dirinya turut berbangga melihat masyarakat yang memiliki keinginan untuk memanfaatkan hasil sumber daya alam yang ada. Selain itu, merupakan bagian dari pengembangan wirausaha yang berbasis kemandirian dan kearifan lokal.
"Saya bangga melihat mereka (masyarakat) yang memiliki ide kreatif dalam pengembangan ekonomi mandirinya. Mudah-mudahan ini menjadi motivasi bagi generasi muda maupun masyarakat yang lainnya," kata ketua Ikatan Remaja Aktif (IKRA) Lebak Pari, saat diajak berbincang.
Menurut Dede, sebetulnya masih banyak potensi alam yang bisa dikembangkan didaerah tempat kelahirannya ini. Misal, pisang, talas, ubi, kopi, buah-buahan dan lainnya. Memang, kata dia, itu membutuhkan modal ide kreatif dan inovatif, untuk mengembangkan dan mengelolanya, supaya dapat menghasilkan kualitas produk yang berkualitas.
"Sebetulnya, masih banyak sih potensi alam yang lainnya juga. Tapi, memang itu membutuhkan modal ide kreatif dan inovatif, agar menghasilkan produk unggulan dan berkualitas. Selain itu juga, solusi upaya meningkatkan perekonomian masyarakat. Orang lain bisa, masa kita nggak bisa," ujar pria itu.
Sekilas potret pengembangan home industry atau UMKM yang ada di Kampung Lebak Pari III Desa Lebak Peundeuy, dan masih banyak yang lainnya. (Emde)
COMMENTS