BantenEkspose.com - Belum lama ini Pemprov Banten dihebohkan dengan kemunculan proyek Penunjukan Langsung (PL) dengan nilai fantastis sebesa...
BantenEkspose.com - Belum lama ini Pemprov Banten dihebohkan dengan kemunculan proyek Penunjukan Langsung (PL) dengan nilai fantastis sebesar Rp 169 Miliar yang disebabkan akun gelap, kali ini LPSE Banten kembali menayangkan paket kegiatan Dinas Kesehatan (Dinkes) dengan metode PL senilai Rp 2,5 Miliar untuk kegiatan di RSUD Malingping.
Seperti dilansir pojoksatu.id, pada Senin (01/03/2021) pukul 13.31 00 Wib, dalam website resmi LPSE Banten pada kategori non tender di halaman 6 terdapat paket PL dengan kode 16800099, kegiatan Belanja Modal Software dan Hardware Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS), dimana tanggal pembuatan 15 Januari.
Dalam web tersebut, tertera jika keterangan nya tahap paket telah selesai, kategori jasa lainnya melalui metode pengadaan yakni Penunjukan Langsung (PL) senilai Rp2.500.000.000 yang bersumber dari APBD Provinsi Banten tahun anggaran 2021.
Dinkes Klaim Sudah Sesuai Perpres
Berkait dengan belanja software dan hardware pengembangan SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) senilai Rp2,5 miliar pada RSUD Malingping dengan cara penunjukan langsung atau PL, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati Pamudji Hastuti menyatakan sudah sesuai dengan aturan.
Berkait dengan belanja software dan hardware pengembangan SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) senilai Rp2,5 miliar pada RSUD Malingping dengan cara penunjukan langsung atau PL, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Ati Pamudji Hastuti menyatakan sudah sesuai dengan aturan.
Dijelaskan, belanja pengembangan aplikasi melalui penunjukan langsung itu sudah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 38.
"Seperti diatur pada ayat (1), metode pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya terdiri atas, salah satunya melalui penunjukan langsung pada huruf c," ungkap dr Ati.
"Selanjutnya, pada ayat (4), Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dalam keadaa tertentu," tambahnya.
DIjelaskan dr Ati, pada ayat (5) kriteria barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g adalah barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah.
"Proses penunjukan langsung telah sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 38 ayat (1), (4), dan (5) huruf g," tegasnya.
Ditambahkan, metode penunjukan langsung pada belanja ini juga ditetapkan berdasarkan hasil review Badan Pengawasan Keuangan Pemerintah (BPKP) pada 8 Januari 2021. Untuk paket kegiatan belanja software dan hardware pengembangan SIMRS RSUD Malingping selain dibahas terkait penetapan HPS, agar PPK memasukkan dalam KAK klausul penjelasan metode pemilihan menggunakan Penunjukan Langsung dikarenakan merupakan pengembangan/penambahan modul atas SIMRS yang telah terpasang di RSUD Malingping yaitu Medifirst2000 dan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang/jasa bahwa hak paten aplikasi SIMRS Medifirst2000 tersebut hanya di miliki oleh satu (1) perusahaan.
“Hasil kesimpulan telaahan tersebut dijadikan sebagai dasar lebih lanjut dalam tahapan penandatanganan kontrak yang akan dilakukan oleh PPK (Pejabat Pembuatan Komitmen),” tegasnya.
Sesuai dengan Hasil Reviu Satgas BPKP tersebut, maka dilakukan proses Penunjukan Langsung oleh ULP untuk PT Jasamedika Saranatama. Sebelum dilakukan tanda tangan kontrak oleh PPK, juga dilakukan telaah kembali terkait pemilihan metode Penunjukan Langsung ke Inspektur selaku Waka Satgas Akuntabilitas Keuangan Daerah pada tanggal 17 februari 2021 dengan Surat Nomor 800/316/RSUD-MLP/II/2021.
Hasil telaahan Waka Satgas Akuntabilitas Keuangan Daerah sendiri keluar pada 1 Maret 2021 lalu. Bahwa Proses Penunjukan Langsung telah sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 38 ayat (1), (4), dan (5) huruf g.
Sebagai informasi, pada Tahun 2016 dan 2020 RSUD Malingping sudah menggunakan aplikasi SIMRS Medifirst2000 yang dibangun, dikembangkan, serta dipatenkan oleh PT Jasamedika Saranatama. Aplikasi ini hanya dapat dibangun dan dikembangkan oleh pemilik hak paten.
Aplikasi SIMRS Medifirst2000 sudah dipatenkan PT Jasamedika Saranatama dengan Nomor Permohonan D082007036670 tanggal 8 November 2007 dan Nomor Pendaftaran IDM000206655 tanggal 16 Juni 2009 yang berlaku mulai tanggal 8 November 2007 hingga tanggal 8 November 2027.
Dinilai Fantastis
Terkait pernyataan Kadinkes Banten Ati Pramudji yang mengaku PL SIM RS 2,5 Miliar atas saran BPKP Banten sebagai pengembangan, dinilai sangat fantastis oleh para ahli IT. Sebab, banyak pilihan pembuat sistim tersebut di Indonesia dengan harga terjangkau.
Salah seorang Ahli IT di Bogor, Gun Gun Mengaku nilai tersebut seharusnya bukan pengembangan, tetapi pembuatan. Bahkan sudah termasuk pembelian sejumlah hardware.
“Harus lihat rincian nya. karena jika sama hardware, nilai nya tergantung seberapa banyak hardware yang akan dipasang. Tetap saja kalau Rp2,5 Miliar jadi PL, ini sangat aneh,” ungkapnya, Selasa (02/03/2021).
Menurut Gungun, proyek tersebut sebaiknya dilakukan secara lelang, karena masih banyak vendor lain yang mempunyai efektivitas sama dengan harga yang tidak fantastis.
“Sebaiknya paket itu dipecah antara kebutuhan hardware dan software, serta dibuat tender bukan penunjukan langsung,” jelasnya.
Hak Paten?
Jika alasanya adalah hak paten, lanjut Gungun. Lihat dahulu kontrak awal, apakah dibeli atau sewa aplikasi. Lalu nantinya akan seperti apa pengembangannya.
“Soal hak paten, bisa di cek apakah sudah terdaftar Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau belum,” jelasnya.
Namun, kata Gungun. Basanya RS ini beli layanan saja. Kontrak berberapa tahun dengan pengembang, systemnya akan selalu ada perbaikan.
“Misal BPJS, akan ada update terus. jadi perlu mengikuti,” katanya seraya mencontokan.
Bila paket 2,5 Miliar hanya untuk pengembangan, seharusnya hardware sudah ada beberapa juga.
“Kalau untuk pengembangan di software aja, ni nilai nya keterlaluan sih. Apalagi jika beli bukan sewa,” tegasnya.
Terpisah, Ahli IT lainnya yang enggan disebutkan namanya mengatakan, jika beralasan pengembangan sistem, tidak mesti menggunakan penyedia yang sama dengan tahun sebelumnya. Bahkan, pembuatan sistem dengan nilai tersebut dianggap tidak logis.
“Harusnya tetap dilelang, karena siapapun bisa melanjutkan pengembangan. Apalagi banyak vendor lain yang mampu mengembangkan dengan harga terjangkau,” ungkapnya. (***/red)
COMMENTS