Kapal OMS Bromo, sedang melakukan penyedotan pasir mineral di perairan Lebak Selatan, pada Rabu (24/02/2021). (foto:odil-BE) BantenEkspose....
![]() |
Kapal OMS Bromo, sedang melakukan penyedotan pasir mineral di perairan Lebak Selatan, pada Rabu (24/02/2021). (foto:odil-BE) |
BantenEkspose.com - Siang itu, Rabu, 24 Februari 2021, BantenEkspose.com diundang by phone, untuk menemani Tim penegak hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), meninjau langsung lokasi penambangan emas di perairan Lebak selatan, yang digarap PT Graha Makmur Coalindo (GMC), terbentang dari kawasan Kecamatan Cihara hingga Bayah.
Setelah mempersiapkan segalanya, BantenEkspose.com langsung meluncur ke Kecamatan Wanasalam, karena dari undangan yang diterima, tim akan berangkat dari wilayah Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak.
Sesampai di pantai Tanjung Panto, sekira pukul 12.00 WIB, BantenEkspose.com, langsung disambut orang-orang disana. Tak lain, mereka adalah Tim Penegak Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sekretaris Komisi IV DPRD Lebak Musa Weliansyah, serta DLHK Provinsi Banten dan DLH Lebak.
Setelah mengecek kesiapan, sekira pukul 13.00 WIB, rombongan berangkat dari pantai Tanjung Panto, Desa Muara Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak, menggunakan kapal kecil milik nelayan setempat.
Cuaca saat itu sedang tidak bersahabat. Rombongan pun harus berhadapan dengan arus samudera dan angin yang kencang, lantaran hujan yang lebat. Ditambah, alat GPS yang mati menjadi pelengkap perjalanan.
Kondisi cuaca yang tak begitu bersahabat, menjadikan jarak tempuh memakan waktu selama 3 jam. Sehingga, tiba di area perairan laut wilayah Kecamatan Panggarangan, sekira pukul 16.00 WIB. Padahal menurut nelayan yang menemani rombongan, biasanya tak harus memakan waktu selama itu.
Sesampai di lokasi, dari jarak yang dekat, rombongan menemukan kapal berukuran besar tengah melakukan aktivitas penambangan sedot pasir mineral yang mengandung emas di wilayah perairan Kecamatan Panggarangan Kabupaten Lebak.
Data AIS
Dari Automatic Identification System (AIS) yang dikutip pada portal www.vesselfinder.com, menunjukkan tentang posisi dan data pelayaran kapal tersebut, pada Rabu (24/02/2021).
Dari data pada tanggal tersebut diketahui, bahwa kapal yang digunakan PT Graha Makmur Coalindo (GMC) dalam menyedot pasir, bernama OMS BROMO. Kapal ini diperkirakan sudah berlayar di perairan Cihara-Panggarangan-Bayah selama 20 hari, terhitung dari tanggal 4 sampai 24 Februari 2021.
Dari data AIS juga menunjukkan bahwa, Kapal OMS BROMO (IMO: 9682681, MMSI 525018103) adalah Kapal Kargo Dek yang dibangun pada tahun 2013 (berusia 8 tahun), dan saat ini sedang berlayar dibawah bendera Indonesia.
Kapal milik Orchard Maritime Services Pte ini, memiliki panjang 128 meter, balok 26 meter, draf saat ini 3,9 meter, tonase kotor 7.302 ton, Bobot Mati musim panas 13.103 ton, dan memiliki tanda panggilan JZHW.
Air Laut Keruh
Pada saat diatas kapal nelayan yang digoncang angin dan ombak samudera, Sekretaris Komisi IV DPRD Kabupaten Lebak, Musa Weliansyah mengatakan, dirinya telah dapat melihat secara langsung, bahwa benar adanya kegiatan penambangan sedot pasir emas di perairan Cihara-Panggarangan-Bayah.
"Saya perhatikan, yang paling parah, ini diduga limbah yang dibuang langsung dari kapal. Sehingga membuat kondisi air di sekitar lokasi penambangan menjadi keruh," ungkap pria yang juga Ketua Fraksi PPP ini.
Selain itu kata Musa, area penambangan di laut ini sangat sulit membedakan mana batas tambang, dan mana wilayah tangkap nelayan.
"Tidak ada batas titik koordinat wilayah usaha tambang di laut. Jadi euweuh cirian, euweuh tandaan di laut eta. (Jadi tidak ada ciri, tidak ada tanda di laut itu)," paparnya.
Diketahui, kehadiran tim penegak hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam meninjau aktivitas pertambangan itu, merupakan tindaklanjut atas laporkan yang dilakukan Ketua Fraksi PPP DPRD Lebak Musa Weliansyah ke KLHK beberapa waktu yang lalu.
Pro-Kontra
Kegiatan penambangan sedot pasir emas yang dilakukan oleh PT Graha Makmur Coalindo (GMC) di perairan Cihara - Panggarangan - Bayah, di Kabupaten Lebak, memang saat ini masih menuai pro-kontra dari berbagai kalangan.
Kegiatan penambangan sedot pasir emas yang dilakukan oleh PT Graha Makmur Coalindo (GMC) di perairan Cihara - Panggarangan - Bayah, di Kabupaten Lebak, memang saat ini masih menuai pro-kontra dari berbagai kalangan.
Reaksi kontra datang dari tokoh masyarakat, ratusan nelayan Bayah, dan mahasiswa. Hal ini bermula dari adaanya sosialisasi yang dilakukan PT Graha Makmur Coalindo (GMC) kaitan penambangan emas di laut, pada bulan November tahun 2020, di Pada Asih 2, Bayah, Kabupaten Lebak, Banten.
Hal menarik pun dijumpai dalam fenomena pemberian nota persetujuan dari pengurus Himpunan Nelayan Indonesia (HNSI), dan Paguyuban Nelayan Bayah (PNB). Sebab tanda tangan yang diberikan pada MoU, berbanding terbalik dengan ratusan nelayan yang menolak.
Selain masyarakat setempat. Rencana penambangan ini juga pernah mendapat sorotan dari pemerhati lingkungan di Provinsi Banten, Daddy Hartadi.
Dia memandang, bahwa persoalan ini akan menjadi pertaruhan antara keselamatan hidup masyarakat pesisir, dengan harapan pemerintah soal peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dady mengingatkan, Pemerintah Provinsi Banten harus memperhitungkan kaitan peluang dan ancaman terkait rencana pertambangan emas di perairan laut Cihara-Pangagaragan-Bayah.
Karena itu, pengusaha yang akan menambang emas di laut pun, harus menempuh pertambangan yang baik (good mining practice).
"Pihak perusahaan harus menjamin keselamatan ekosistem, dan keselamatan masyarakat pesisir," kata Dadi saat dihubungi Banteneskpsoe.com melalui sambungan telepon, Jumat (4/12/2020).
Jika tidak ada jaminan itu, kata Dady, jangan sampai nanti harapan pemerintah untuk meningkatkan PAD tidak terpenuhi, justru malah yang lahir kerusakan ekosistem.
"Ini akan menjadi pertaruhan antara keselamatan hidup masyarakat pesisir (nelayan), dan keselamatan ekosistem dengan harapan pemerintah (meningkatkan PAD)," ujarnya.
"Ini akan menjadi pertaruhan antara keselamatan hidup masyarakat pesisir (nelayan), dan keselamatan ekosistem dengan harapan pemerintah (meningkatkan PAD)," ujarnya.
Menurut Dady, hal ini perlu diperhatikan, lantaran penambangan emas di laut sangat jauh harapannya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Karena bisa saja, yang diuntungkan nanti malah segelintir kelompok, termasuk kaum pemodal.
Kendati demikian Dady menyadari, pemerintah tentunya sudah pasti memiliki argumentasi tersendiri, apalagi soal persentase untuk meningkatkan PAD. Namun Dady menegaskan, pemerintah daerah harus bisa proporsional dalam menggali sumber daya alam di Banten.
Gerayangi Alam Baksel
Dengan adanya pertambangan emas di laut Lebak Selatan (Baksel). Bisa jadi, dampak yang diwariskan atas kebijakan Pemprov Banten yang memberikan izin IUP OP atas perusahaan PT Graha Makmur Coalindo. Berakibat pada keberlangsungan ekosistem laut di Lebak Selatan.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, generasi dari cicit Gubernur dan Waki Gubernur Banten, ketika dewasa nanti. Terancam tidak dapat lagi menikmati lezatnya rasa ikan layur, dan lobster khas Lebak Selatan.
Potensi alam Lebak Selatan memang selalu menjadi incaran para peraup keuntungan, bahkan jauh sebelum Provinsi Banten belum berpisah dengan Jawa Barat.
Tim redaksi Bantenekspose.com mencatat, potensi emas di ujung Banten selatan ini memang terbentang di area Pegunungan Halimun Salak, dari kawasan perbukitan di wilayah Kecamatan Cibeber hingga kawasan Kecamatan Panggarangan, dan kini merambah ke Kecamatan Cihara, termasuk di wilayah perairan Cihara hingga Bayah.
Diwilayah yang berpotensi sumber daya mineral inilah, tercatat ada beberapa fase kejayaan tambang. Pertama kejayaan tambang dimulai dari pertambangan emas milik ANTAM. Kemudian berlanjut ke kejayaan kaum gurandil. Masih di Lebak Selatan, pernah juga ada kejayaan penambang batu bara. Lagi-lagi mineral jenis ini pun tersebar di Kecamatan Bayah, Panggarangan, dan Cihara.
Kekinian, dengan sisa-sisa material alam yang ada, Lebak Selatan nampaknya tetap diburu kalangan pemodal. Kali ini soal potensi pasir kuarsa dan lainnya. Dalam kiprah memaksimalkan hasil alam tersebut, tak sedikit perusahaan yang mengabaikan sisi regulasi yang ditetapkan pemerintah. Rata-rata mereka berdalih bahwa izinnya sedang diurus.
Tak dipungkiri pula, bila tak ada pengawasan yang ketat, kerusakan ekosistem lingkungan Banten Selatan akan rusak, karena keserakahan dalam mengeksploitasi hasil alam, termasuk anugerah keindahan perairan samudera. Mungkinkah, anak-anak saat ini, akan menyanyikan nada ironi, (dulu) nenek moyangku seorang pelaut, kini jadi penambang.
Laporan: Odil
Editor : Es'em
COMMENTS