Cerita nyata ini dituturkan salah satu teman, sekaligus saya anggap orang tua saya, meski kadang penyakit jail saya kambuhan, tukang merint...
Cerita nyata ini dituturkan salah satu teman, sekaligus saya anggap orang tua saya, meski kadang penyakit jail saya kambuhan, tukang merintah. Teman itu usia hampir 58 tahun, dan menjadai memori dia saat masih " garang " melihat perempuan. Maklum orang tuanya lurah yang disegani, terkenal. Dulu mengambil posisi semacam " Bento "nya kelas desa. Hingga tersebutlah pemuda tajir melintir.
Saat itu, 1988 gambaran sosial masyarakat Banten khusus sepanjang jalan Serang - Tangerang adalah gambaran dinamisasi masyarakat urban. Kebijakan pemerintah Orde Baru memang tengah menggalakan transmigrasi dan urbanisasi, lewat menterinya ( Kabinet Pembangunan V ) Drs. Sugiyarto ( saya ingatnya beliau menteri transmigrasi ) ditindaklanjuti dengan pembukaan lahan gambut, lahan tidur dan pembangunan RSS ( rumah sangat sederhana ) untuk penduduk Jawa agar bisa hijrah ( transmigrasi ) dari satu daerah ke daerah lainnya dan bisa membuat pemukiman baru.
Kebijakan itu, tampak berbuah hasil ketika penduduk desa atau kampung-kampung mulai eksodus perlahan-lahan ke daerah yang masih sepi, atau yang secara berangsur memasuki kota-kota kecil pinggiran kota metropolitan Jakarta.
Deskripsi masyarakat urban, tercirikan akulturasi budaya, bahasa dan pola hidup. Bersamaan pula perilaku " genit " dari penduduk setempat. Ini dimaklumi sebagai suatu proses dinamis perkembangan masyarakat.
Seiring dengan bertambahnya penduduk pinggiran kota, justeru semakin bertambahlah angka pengangguran meski di sepanjang jalan Serang -Tangerang sudah banyak bermunculan perusahaan-perusahaan. Dengan kondisi seperti itu bersamaan bertambahnya penduduk baru, sehingga mempersempit ruang kerja yang memang harus diisi oleh para pekerja ( usia kerja ). Tidak sebandingnya kapasitas dunia kerja dengan pencari kerja juga bertambah masalah.
Tumbuhnya usaha warung remang-remang di sepanjang jalan, adalah akibat proses urbanisasi yang kurang ketat, bahkan cenderung longgar.
Kaitan tulisan ini sebenarnya bukan hanya membicarakan narasi deskriptif suatu masyarakat tertentu di zaman tersebut. Melainkan ada yang perlu saya " garis bawahi" dari suatu narasi dinamika peradaban kota. Apa itu? itu adalah prinsip dan karakter yang beda dari perempuan pelayan dari warung - warung remang yang berjejer sekitar Cibadak Tangerang.
Nama pelayan yang kesohor cantik era 1988 itu bernama Asmiya. Konon berasal dari Cilamaya daerah Jawa Barat. Sehari-harinya adalah pelayan di warung remang-remang, dari pembeli yang memesan minuman Bir hingga hanya sekedar minum kopi atau teh manis.
Neng Asmiya (mungkin kalau masih hidup sekitar usia kini 54 tahun) ini sosok pelayan yang berbeda, dari gesitnya melayani pesanan minum hingga luwesnya menjawab candaan laki-laki hidung belang atau laki-laki yang berhidung mampet. Perempuan asal Sunda ini ternyata adalah pernah mesantren di salah satu pesantren di Jombang. Jadi, perempuan ini Santriah.
Selanjutnya teman saya ini menceritakan saat ia bertanya asal usulnya, lalu dijawab bahwa pelayan seksi ini pernah ngaji, tentu mengenal hukum agama. Dengan bertanya-tanya " lah kok bisa Santriah jadi pelayan minuman bir ". Saat waktu Ashar tiba, sang pelayan warung bir ini pamit ke tamu warung untuk pergi sholat. Jika ditanya kenapa sholat, ia jawab dengan lugas bahwa " sholat itu hak saya " dengan maksud bahwa apapun yang terjadi dan dalam kondisi bagaimana pun sholat adalah kebutuhan. Begitu kira-kira yang dimaksud dengan kata-kata "sholat itu hak saya".
Ini bagi saya adalah pelajaran berharga, perempuan yang lemah secara fisik, kalah secara tenaga, mampu bertarung dengan kerasnya kehidupan di kota, bahkan ketaatan atas perintah agama begitu kuatnya.
Perempuan-perempuan terlahir untuk mengimbangi pri hidup kaum lelaki, bukan pemuas. Sepertinya Tuhan punya irodat terhadap makhluk-makhluk cantik itu menjaga keseimbangan alam semesta. Menjadi harmoni dari suatu kegelisahan, dan menjadi mimpi indah dari kerusakan tatanan hidup. Untuk kemudian alam raya tertata indah dan damai ketika perempuan mengambil posisi bersama Tuhan.
Setiap perjalan hidup manusia pasti mengandung pelajaran yang berharga, inilah yang saya pahami sebagai noda itu tak selamanya hitam.
Sekedar mengingatkan saja bahwa ada ayat yang secara harfiah pun sudah bisa dimengerti sebagai petunjuk mengenali perempuan dengan segala kemuliaanya. Menjadi keniscayaan juga memuliakan perempuan karena ketidakmampuan kita laki-laki seperti halnya perempuan.
Allah SWT telah berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa : 19).
Saya ingin sekali hadirkan kata bijak Khalil Gibran disini, untuk tambahan saja. Dalam kumpulan puisi dan prosanya dengan judul "The Prophet". Khalil Gibran telah mengajarkan pada kita tentang kemuliaan perempuan sebagai hadiah surgawi dari Tuhan yang maha kuasa.
"Seorang wanita telah dilengkapi oleh Tuhan dengan keindahan jiwa dan raga adalah suatau kebenaran, yang sekaligus nyata dan maya, yang hanya bisa kita fahami dengan cinta kasih, dan hanya bisa kita sentuh dengan kebajikan".
"Kebahagiaan perempuan tidak terletak pada kemuliaan sang suami, bukan pada kehormatan dan kelembutanya. Tapi pada cinta yang memadukan jiwanya dan jiwa lelaki yang dicintainya. Kasih sayangnya tercurah – hati menjadikan masing-masing sebagai suatu anggota badan kehidupan dan dalam satu kalimat di atas bibir Tuhan".
Ini riwayat dari kesalehan pribadi perempuan yang bertaruh hidup di tengah kerasnya dan hitamnya kehidupan. Kita, mungkin jarang menemukan sosok semacam Asmiya ini. Tetapi itulah sisi lain warna kehidupan. Istiqomah dalam ibadah meski dalam situasi hitam.
Penulis: Hamdan Suhaemi
Wakil Ketua PW Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
COMMENTS