Pandemi Covid-19, Pemilik Gilingan Padi di Ciruas Keluhkan Omzet Menurun hingga Permainan 'Calo Beras'
0 menit baca
![]() |
Foto: ilustrasi |
Kepada wartawan ia bercerita, sebelum derasnya guncangan gelombang virus corona atau Covid-19. Usaha yang ditekuninya sejak 1980-an itu mampu menjual beras hasil produksinya mencapai sekitar 5 hingga 6 ton per harinya. Sedangkan saat ini, hanya mampu menjual sekitar 5 kwintal, itu pun kewalahan.
"Kalau sebelum pandemi 5 - 6 ton per harinya. Tapi kalau sekarang mah 5 kwintal juga susah" ujar Nasid saat di temui di gudangnya, di Desa Beberan, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, Sabtu, (17/10/2020)
Belum lagi, kata dia, saat ini harga pasaran gabahnya sudah menempuh angka Rp 480 ribu per kwintalnya. Sementara harga beras per kwintalnya habya Rp 460 ribu.
"Ngambil gabahnya dari Cangkring, Sawah Luhur.
Biasanya menggiling padinya sampai jam 5 sore. Lah, kalau sekarang paling sampai jam 12 siang juga sudah beres. Berasnya jenis podium atau jenis IR," kata Nasid.
Calo Beras
Nasid mengungkapkan, tantangan dalam usahanya tak lain ulah para pengepul (tengkulak) yang tidak konsisten menjaga kepercayaan konsumen dan pemerintah. Sebab, biasanya ada permainan dimana beras murni dicampur adukan dengan beras munir. Sehingga kualitasnya kurang baik dan tidak terjamin serta dapat merugikan sepihak.
Nasid mengungkapkan, tantangan dalam usahanya tak lain ulah para pengepul (tengkulak) yang tidak konsisten menjaga kepercayaan konsumen dan pemerintah. Sebab, biasanya ada permainan dimana beras murni dicampur adukan dengan beras munir. Sehingga kualitasnya kurang baik dan tidak terjamin serta dapat merugikan sepihak.
"Banyak calo. Beras murni dicampur sama besar munir. Beli (beras) dari sini dengan harga murah, sementara jual ke pasaran dengan harga yang lebih tinggi. Yang rugi mah tetap aja yang punya pabrik," keluh dia. (syd/red)