BREAKING NEWS

Mengajak Mencintai Nabi

Bantenekspose.com - 
Melihat fenomena phobia pada agama seolah melihat mata rantai tradisi kebencian dari pikiran dan sikap panatik, dan itu terus terjadi berulang-ulang. Beragama seolah hanya mempertontonkan klaim kebenaran sendiri dengan simboliknya.

Agama, dipahami sebagai yang sakral, akal tidak diperkenankan menggoda kesucian agama, lebih-lebih terhadap relejiusitas pemeluk agama. Menggiring ke hal yang profan selalu berhadap-hadapan dengan penilaian sakral yang sejatinya bukan yang sakral. Seperti teks-teks Arab adalah dianggap Islam an sich, padahal Arab itu bangsa dan budaya.

Sakralitas atas Arab itu korelasinya atas bahasa al-Quran dan Hadits yang kebetulan huruf dan struktur kebahasannya adalah Arab. Menanggapi secara berlebihan atas sakralitas agama jika dibiarkan akan memicu tafsir paling benar sendiri, meski secara teks-teks ajaran realitasnya berasal dari dasar yang benar.

Sulit, memisahkan sikap kecintaan yang natural dan humanis degan kecintaan yang emosional, padahal sikap itu terdapat perbedaan dengan manfaat yang diterima dari luar orang pemeluk agama tertentu. 

Kasus phobia di Prancis belakangan ini adalah fenomena hilangnya pemaknaan toleransi antar sesama pemeluk agama, karena sikap itu dikatakan sikap lemah hingga untuk meniggalkan itu perilakunya menjadi superior.

Jika ditarik dengan beberapa peristiwa di kita ( beberapa kasus yang terjadi ) sebagai rupa penistaan dan penghinaan terhadap agama tertentu itu, karena dipicu oleh tafsir paling benar pada diri dan klaim salah atas yang lainnya.

Membuat kartun sang Nabi Saw dengan rupa jelek sebenarnya tidak penting diperhatikan karena produk atas penghinaan pada sang Nabi itu adalah sampah peradaban sekaligus " kemerosotan " budaya. Padahal rasionalitas bangsa Barat terutama bangsa Prancis harusnya tidak perlu melakukan kebodohan seperti itu. Sebab secara logik itu cacad. Apalagi secara moral itu sedang merubuhkan pondasi kemanusiaan yang secara falsafah ditopang oleh pemikiran eksistensialisme Sartre.

Bagi bangsa Prancis, Jean Paul Satre tak ubahnya sang pencerah, hingga hantarkan bangsanya menjadi paling modern, rasional, berwatak revolusioner, kuat dan kultur pashionable.

Ini menjadi perhatian khusus, terutama nalar revolusioner bangsa Prancis dialiri semangat liberti dan egaliter revolusi Prancis 1789 M. Seperti anti-tesa dari keajegan karakter yang dialiri perilaku estetik dan etik. Tapi ini tengah terjadi di Prancis, justeru mendapat sokongan powerfull dari Presiden Emmanuel Macrone.

Kita, disini mata menjadi terbelalak melihat di Prancis terjadi hal itu. Prancis perlu kembali ke Sartre. 
Islam, baik sebagai risalah agama maupun sebagai kebudayaan selalu menekankan pada rahmat, karena itu alasan sang Nabi diutus sebagai pamungkas dari seluruh Nabi dan Rosul di bumi. Islam disampaikan sebagai rahmatnya Tuhan bagi manusia dan jin.

Syaikh Abdul Qodir al-Jailani, dalam kitabnya al-Ghunyah telah mencerahi kita dalam soal perilaku rahmatan ini. Sang syaikh ini mengambil hadits riwayat sahabat 'Ashim dari Anas bin Malik Radlyallahu 'anhu, bahwa Rosulullah Saw bersabda.

كما لا تحسن الشجرة و لا تصلح الا بالورق الاخضر كذلك لا يصلح الاسلام الا بالكف عن المحارم و الاعمال الصالحة 

Tidak disebut baik dan merawat pohon kecuali dengan merawat daunnya tetap menghijau, begitupun tidaklah patut disebut Islam kecuali menjauhi keharaman dan selalu berbuat kesalehan (kebaikan). 

Muslim yang mukhlis adalah peribadi dengan sikap pelaksanaan atas kebenaran Islam disertai kasih sayang sesama. Menjadi muslim dengan bersikap berlebihan dan panatik yang julid tidak lebih adalah muslim yang kental dengan simbolik tanpa menghiraukan yang substansi. 


Menjaga mertabat dan khususiatnya sang Nabi itu keniscayaan sebagai rasa cinta padanya, ini pun tidak bermaksud menafikan atas nabi-nabi lainnya. Sebab ajaran Islam dalam konsepsi teologis dan adab mengimani sekaligus memuliakan semua Nabinya Allah Swt. 

Syaikh Nawawi al-Bantani dalam risalahnya al-Futuhat al-Madaniyah mengajarkan ke kita untuk tidak berbuat menghina manusia lebih-lebih pada para nabi. Adalah kebaikan sesama umat beragama yakni mencintai para nabi, khusus Nabi Muhammad Saw.

لَا يؤمن أَحَدكم حتى أَكون أَحب إِليه من ولده ووالده وَالناس  أَجمعين 

Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai aku menjadi yang paling dicintainya lebih dari anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia di dunia ini. 

Dalam kitab Nashoih al-Ibad, Syaikh Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah Saw bersabda,  siapa yang menghidupkan ajaranku maka dia sesungguhnya termasuk orang yang mencintai aku, siapa yang mencintai aku maka akan bersama aku di surga”.  Rasulullah selanjutnya bersabda “ Siapa yang mengagungkan kelahiranku maka diharamkan badannya dari api neraka ”.

Kalimat akhir, bagi siapapun sikap phobia terhadap salah satu agama atau pada semua agama hanya karena kedangkalan iman dan cekaknya akal sehat, baiknya dihentikan. 

Memancing emosi umat kuranglah etis jikapun alasan utamanya sekuler, atau kebebasan  tanpa batas. Melukis kartun sang Nabi adalah sikap orang-orang yang bodoh dan sampah-sampah peradaban. Kecaman kita adalah mengutuk kartunisasi Rosulullah Saw, menganjurkan untuk tidak perlu boikot. Begitpun di kita, harmoni antar pemluk agama terus terjaga. 

Membela Nabi, yang kini sudah dirusak dengan  dikartunkannya itu adalah hak, tapi bukan kewajiban merusak atau membaikot produksinya.  

Wajah agama kita disini adalab teduh, tenang dan harmonis. Maka saling hormat menghormati dalam perbedaan antara agama  adalah keniscayaan. 

Penulis: Hamdan Suhaemi 
Ketua PW Rijalul Ansor Banten
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image