Hindari Perilaku Koruptif, Musa Tegaskan Pejabat Jangan Berikan Rekomendasi Keluarganya Jadi Agen e-Warong
0 menit baca
Bantenekspose.com - Agen e-warong memegang peranan sentral dalam penyaluran program sembako (BPNT, red). Karenanya, dari awal pembentukannya semestinya terbebas dari persoalan nepotisme, hingga pelaksanaan penyaluran program sembako akan berlangsung dengan benar sesuai dengan pedum sembako 2020.
Dalam prakteknya, yang terjadi di Kabupaten Lebak, bahkan mungkin di Kabupaten dan Kota lainnya di Banten, pembentukannya banyak yang terindikasi praktek nepotisme, sehingga karut marut program sembako seperti jadi benang kusut.
Hal tersebut diungkapkan anggota DPRD Lebak, Musa Weliansyah, menyikapi sengkarut penyaluran sembako di Kabupaten Lebak.
"Bila dari awal pembentukan agen e-warong hingga penyaluran program sembako tak sesuai dengan Pedoman pelaksanaan BPNT dan Pedoman Umum Sembako 2020, ditambah kentalnya nuansa Nepotisme, maka sampai kapanpun penyaluran BPNT/BSP akan terus jadi ajang bancakan dan KPM terus menjadi korban," ujar Musa, kepada Bantenekspose.com, Rabu (08/07/2020).
Dalam pendapat Musa, e-warong atau agen BNPT, merupakan amanat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebab itu, ia mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama mengawasi dan berani melaporkan bila ada penyimpangan atau komiditi yang tak sesuai dengan ketentuan di pedoman umum.
Musa juga menyindir, pejabat pemerintah yang memberikan rekomendasi untuk menjadi agen BPNT atau e-Warong kepada keluarganya atau perangkat desa, padahal mereka tidak memenuhi kriteria, termasuk kedalam perbuatan Nepotisme.
"Pejabat pemerintah yang memberikan surat keterangan usaha kepada keluarganya, atau perangkat desa untuk menjadi agen BPNT, padahal mereka tidak memenuhi kriteria untuk menjadi E-warong, maka ini menurut pandangan saya adalah perbuatan melangar hukum," imbuhnya.
Seharusnya, lanjut Musa, pejabat pemerintah dan keluarganya yang diamanatkan peraturan perundang-undangan, untuk menjadi penyelengara pemerintah dari pusat hingga pemerintah desa, dan memilki peranan dalam penanganan Fakir Miskin, tidak lantas ikut-ikutan menjadi agen e-warong. Ini, dimaksudkan agar program yang memang ditujukan untuk keluaga penerima manfaat (KPM) yang notabene orang miskin, berlangsung secara benar.
"Menurut pandangan saya, Peabat, Kades bahkan prades, tidak boleh menjadi agen BPNT atau e-Warong, dan ini termasuk larangan dalam jabatannya. Supaya tidak terjadi praktek KKN dan terselengaanya program BPNT/BSP yang Transparan, Obyektif dan Akuntabel, mereka sebaiknya tidak memberikan rekomendasi kepada keluarganya untuk menjadi agen e-warong," ucap Musa.
Musa mengaskan, pejabat pemerintah atau aparatur desa bahkan keluarganya yang menjadi agen BPNT atau e-Warong, yang tidak memenuhi kriteria, melangar pedoman umum BPNT dan BSP, diduga kuat hanya untuk mencari keuntungan dan kepentingan pribadi.
"Perilaku diatas tersebut, menurut saya merupakan keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga dan golongan, tindakan diskriminatif terhadap warga yang menjadi agen sembako, menyalahgunkan wewenang, tugas atau kewajibannya, serata penyalahgunaan dalam program penanganan Fakir Miskin. Ini akan berujung pada perilaku koruptif," tutup Musa (red)
Dalam prakteknya, yang terjadi di Kabupaten Lebak, bahkan mungkin di Kabupaten dan Kota lainnya di Banten, pembentukannya banyak yang terindikasi praktek nepotisme, sehingga karut marut program sembako seperti jadi benang kusut.
Hal tersebut diungkapkan anggota DPRD Lebak, Musa Weliansyah, menyikapi sengkarut penyaluran sembako di Kabupaten Lebak.
"Bila dari awal pembentukan agen e-warong hingga penyaluran program sembako tak sesuai dengan Pedoman pelaksanaan BPNT dan Pedoman Umum Sembako 2020, ditambah kentalnya nuansa Nepotisme, maka sampai kapanpun penyaluran BPNT/BSP akan terus jadi ajang bancakan dan KPM terus menjadi korban," ujar Musa, kepada Bantenekspose.com, Rabu (08/07/2020).
Dalam pendapat Musa, e-warong atau agen BNPT, merupakan amanat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebab itu, ia mengajak seluruh masyarakat untuk sama-sama mengawasi dan berani melaporkan bila ada penyimpangan atau komiditi yang tak sesuai dengan ketentuan di pedoman umum.
"Sebagai amanat Undang-Undang No 13 Tahun 2011 pasal 41, Masyarakat memiliki peranan dalam penyelenggaraan dan pengawasan penanganan fakir miskin," imbuhnya.
Musa juga menyindir, pejabat pemerintah yang memberikan rekomendasi untuk menjadi agen BPNT atau e-Warong kepada keluarganya atau perangkat desa, padahal mereka tidak memenuhi kriteria, termasuk kedalam perbuatan Nepotisme.
"Pejabat pemerintah yang memberikan surat keterangan usaha kepada keluarganya, atau perangkat desa untuk menjadi agen BPNT, padahal mereka tidak memenuhi kriteria untuk menjadi E-warong, maka ini menurut pandangan saya adalah perbuatan melangar hukum," imbuhnya.
Seharusnya, lanjut Musa, pejabat pemerintah dan keluarganya yang diamanatkan peraturan perundang-undangan, untuk menjadi penyelengara pemerintah dari pusat hingga pemerintah desa, dan memilki peranan dalam penanganan Fakir Miskin, tidak lantas ikut-ikutan menjadi agen e-warong. Ini, dimaksudkan agar program yang memang ditujukan untuk keluaga penerima manfaat (KPM) yang notabene orang miskin, berlangsung secara benar.
"Menurut pandangan saya, Peabat, Kades bahkan prades, tidak boleh menjadi agen BPNT atau e-Warong, dan ini termasuk larangan dalam jabatannya. Supaya tidak terjadi praktek KKN dan terselengaanya program BPNT/BSP yang Transparan, Obyektif dan Akuntabel, mereka sebaiknya tidak memberikan rekomendasi kepada keluarganya untuk menjadi agen e-warong," ucap Musa.
Musa mengaskan, pejabat pemerintah atau aparatur desa bahkan keluarganya yang menjadi agen BPNT atau e-Warong, yang tidak memenuhi kriteria, melangar pedoman umum BPNT dan BSP, diduga kuat hanya untuk mencari keuntungan dan kepentingan pribadi.
"Perilaku diatas tersebut, menurut saya merupakan keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga dan golongan, tindakan diskriminatif terhadap warga yang menjadi agen sembako, menyalahgunkan wewenang, tugas atau kewajibannya, serata penyalahgunaan dalam program penanganan Fakir Miskin. Ini akan berujung pada perilaku koruptif," tutup Musa (red)