Alam Lebak Selatan, Hijau Dulu Gersang Kini
0 menit baca

BantenEkspose.com - Pembangunan memang selalu menyisakan dampak negatif,
terutama yang berkait dengan pemanfa’atan hasil alam yang melimpah, di belahan bumi
bagian Lebak Selatan. Potensi alam memang bisa digali dan diberdayakan secara
ekonomi. Tetunya harus dengan pertimbangan dan kajian yang matang. Sehingga tak
melahirkan pemandangan gersang dengan alam yang rusak, untuk generasi mendatang.
Lebak Selatan dengan segala potensi alam yang dimiliki,
sejak dulu memang menjadi incaran kalangan peraup keuntungan. Potensi yang
dikandung dalam perut bumi pun menjadi godaan. Apalagi kalau bukan aliran
uang, bila berhasil ditambang.
Sebut saja batubara. Mineral yang dihasilkan dari dalam
perut bumi Lebak Selatan ini, tersebar di kecamatan Panggarangan, Bayah dan
Cihara. Jauh sebelum Banten ‘merdeka’ dari Jawa Barat, mutiara hitam Lebak Selatan
ini, sempat mengangkat perekenonomian masyarakat setempat.
Saat kejayaan batubara, hasil tambang rakyat inilah, sempat
melambungkan usaha Koperasi Unit Desa (KUD) Panggarangan I dan KUD Panggarangan
II. Tak ketinggal, bisnis ini pula yang menjadi penyangga utama, KUD Bayah
dalam meraup rupiah.
Ironisnya, nasib KUD Bayah, Panggarangan I dan II ini tak
berlangsung lama, seiring dengan dinamika ekonomi nasional di zaman Orba.
Namun bukan hanya itu, kekayaan alam di Lebak Selatan. Pasca
tutupnya UPEC (unit pertambangan emas Cikotok) salah satu unit usaha ANTAM,
potensi emas masih terbentang dari kawasan bebukitan di wilayah Cibeber hingga
kawasan Kecamatan Panggarangan, dalam bentang pegunungan Halimun – Salak.
Ini pula
yang menjadi incaran para peraup rupiah. Diwilayah yang berpotensi emas inilah,
sejumlah gurandil meraup laba. Gurandil dengan segala aturan yang diabaikan,
tak lah sendirian. Mereka selalu bertautan dengan kepentingan sang juragan
pengepul hingga penampung besar.
Daya pikat inilah, saat itu yang mengundang warga dari
wilayah Sukabumi berdatangan ke kawasan Cirotan Kec Cibeber, mengadu nasib jadi
gurandil. Mereka nyaris berebut lahan, sisa-sia kejayaan ANTAM di Cikotok.
Potensi emas ini pula, yang pernah menjadi pemicu konflik di
area tambang rakyat yang dianggap liar, hingga ditutup. Walau demikian, masih
ada gurandil, karena memang di bentangan bebukitan yang masuk dalam
kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak ini, diyakini masih menyimpan
potensi emas.
Kejayaan kaum gurandil ini, akirnya harus menelan pil pahit,
setelah alam murka dengan menumpahkan material yang melanda wilayah Lebak Utara
dan masih dalam bentangan pegunungan Halimun Salak (TNGHS). Usaha kalangan gurandil
ini pun akhirnya menjadi isu nasional, dan ditutup.
Pasca kejayaan tambang emas milik ANTAM hingga berlanjut ke
kejayaan kaum gurandil, dan kejayaan para peraup rupiah dari batubara, kini
Lebak Selatan dengan sisa-sisa material alam yang ada, tetap diburu kalangan
pemodal. Soal apalagi, kalau bukan potensi pasir kuarsa dan kaolin.
Sangat disayangkan memang, pola dalam memaksimalisasi hasil
alam tersebut, tak sedikit yang mengabaikan sisi regulasi yang ditetapkan
pemerintah. Banyak pengusaha pemanfaat hasil alam mengabaikan PERIZINAN.
Kini kondisi bentangan hijau bebukitan banyak yang terusik.
Hijau dulu gersang kini. Tak Aneh, bila hujan deras sedikit, ruas jalan Bayah
Malingping betulan Cibedil, selalu kebanjiran. Penyebabnya, hutan dibawah
pengelolaan Perum Perhutani wilayah Banten itu, sudah gundul. Nyaris tak ada
upaya recoveri lahan.
Ironis, bila keIMANan menjadikan hidup AMAN, lantas kenapa
alam tidak UMAN. Masihkah akan kita AMINkan? Masih ada waktu untuk kaji ulang, pilihannya hanya kelestarian alam atau Uang. wallahu a'lam (redaksi)