Pasir Kuarsa Cihara, Berharap Berkah Bemuara Musibah
0 menit baca
![]() |
Warga Kampung Sempur Bandung Desa Cihara Kecamatan Cihara, terpaksa menggunakan air sungai yang diduga sudah tercemar limbah pasir kuarsa. (foto: dok BE) |
Bantenekspose.com- Jernihnya aliran sungai Cihara kini
hanya sebuah cerita. Sejak kehadiran ‘dewa ekonomi’ yang mengolah pasir kuarsa
itu, satu-satunya sumber air warga saat kemarau tiba kini terampas sudah. Tak ada
lagi cerita, mobil jeep warisan sang abah hilir mudik mengangkut drum air dari
muara Cihara. Pun demikian, tak ada lagi suasana hilir mudik warga kampung Sempur
Bandung, yang mengangkut air pake ember dan derigen. Semua itu tinggal
cerita, episode 1990-an.
Kehadiran sebuah perusahaan penambangan pasir di wilayah
ini, tak banyak dimengerti masyarakat setempat. Yang mereka faham,
hanya sebatas kerja dan kerja, dan senyum sumringah keluarga saat nerima upah
nguli di perusahaan pasir kuarsa, yang kini mulai membuat sebagian warga
sengsara.
Kehadiran perusahaan pengolah pasir di Desa Cihara Kecamatan Cihara itu,
sejak awal memang banyak disoal. Konon perizinan dan tetek bengeknya, banyak
yang belum beres. Namun tak jarang, mereka yang menyoal kehadiran perusahaan
pengolah rupiah itu, selalu masuk angin.
Sebut saja Suhel (sengaja nama asli kami samarkan, red). Sosok
pemuda Cihara itu, sejak awal mengaku sudah mengamati pergerakan perusahaan tambang
menuturkan, banyak dari kalangan yang mengaku aktivis dan mengaku-ngaku wartawan, menyoal perusahaan
ini. Katanya, mulai perizinan hingga soal lingkungan bermasalah.
“Banyak pak, yang mempersoalkan perusahaan ini dari dulu
juga. Tapi ya... itu tadi entah kemana suara lantang itu kini hilang. Masuk
angin kali,” ujar Suhel.
Penasaran dengan keberadaan perusahan penambangan pasir ini, Bantenekspose.com suatu ketika terjun langsung ke wilayah desa, yang kini menjadi pusat kegiatan Pemerintahan Kecamatan Cihara. Sesampai di lokasi, media
ini bertemu dengan wakil perusahaan dan tidak diarahkan ke area pertambangan
langsung, melainkan diajak ke sebuah warungan dekat lokasi.
Dari obrolan tersebut, sebut saja Zainal (permintaan sumber,
nama asli disembunyikan), yang saat itu mewakili perusahaan menyatakan, bahwa
perusahaan yang mengolah pasir itu, memang sedang berbenah, termasuk Izin
lingkungan sedang diselesaikan.
“Soal perijinan setahu saya beres. Namun kalau Amdal memang
sedang diproses,” ujarnya
Media ini, belum berhasil menguak terlalu dalam soal
manajemen perusahaan. Saat itu pihak manajemen semuanya tidak ada di tempat.
Namun, dari beberapa informasi yang berhasil dikumpulkan, dalam mengelola
pertambangan pasir dengan luar areal sekitar 5 hektare tersebut, tak sepenuhnya
dikelola PT Hanasa Prima, ada PT lain yang juga turut mengelola.
“Setahu saya, Izin awal yang mengurus itu PT Hanasa, namun
dalam perjalanan operasional perusahaan bukan memakai PT lain,” ujar Augusta
Menyoal informasi Augusta ini, tak dibantah Zainal. “Jadi
sebenarnya begini, Hanasa saat itu perizinan sudah selesai, namun soal pembiayaan
kekurangan. Makanya menggandeng perusahaan lain. Tapi masih satu grup kok,” ujar
Zainal.
Menyikapi soal ini, penggiat lingkungan hidup di Banten Enjat
Sudrajat, menduga keras kehadiran perusaahaan yang telah membuat sungai Cihara
berlimbah itu, memang bermasalah dari awal.
“Saya yakin perusahaan itu bermasalah.
Pengambil kebijakan semestinya jangan tinggal diam,” ujar Enjat
Soal apa dan siapa yang berkepentingan di pengolahan pasir Cihara,
nyatanya warga kini mulai sengsara. Mereka kesulitan mendapatkan air bersih.
Satu-satunya sungai, yang dulu jernih kini sudah sirna.
Soal berijin atau
tidak, bagi warga seolah itu tak penting. Mereka butuh air bersih, ditengah
kekeringan bersihnya niat baik para pemangku kebijakan.
Pasir Kuarsa Cihara, bak berharap berkah berakhir musibah.
Warga pun terpaksa bermandi air limbah, buangan pencucian pasir kuarsa. (tim/bersambung...)