Bedjo Untung, menggunakan payung hitam bertuliskan "Tuntaskan Tragedi 1965", menjadi salah satu korban Gerakan September Tiga Pu...
BantenEkspose.com - Telah dilangsungkan aksi kamisan ke-603 di sebrang Istana Negara. Aksi tersebut menanggapi 20 tahun Tragedi Semanggi II -- berlangsung damai tanpa ada konfrontasi.
Melalui surat terbuka No. 243/Surat Terbuka_JSKK/IX/2019 yang diterima reporter BantenEkspose.com (26/09); diperuntukan kepada Presiden Joko Widodo -- Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) -- mereka menganggap bahwa negara diambang ketulian dan melakukan pembiaran terhadap kasus Hak Asasi Manusia (HAM).
Presidium JSKK; Suciwati, Sumarsih, dan Bedjo Untung mendesak Presiden Joko Widodo melalui surat tersebut -- presiden dikatakan memiliki hak pereogatif.
Berikut tuntutannya;
1. Segera memberikan perintah kepada Kejaksaan Agung untuk meninjau kembali kasus ini dan menyegerakan untuk menentukan kasus ini.
2. Adili Menhakam Pangab 1998/1999 (Menkopolhukam 2016/2019), Wiranto di Pengadilan HAM ad hoc; Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.
3. Menempatkan orang-orang yang berkomitmen terhadap penegakkan hukum dan HAM di dalam nomenklatur bidang hukum.
Ditemui saat aksi berlangsung, Maria Catarina Sumarsih selaku presidium JSKK yang juga ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) -- korban Tragedi Semanggi I. Ia merefleksikan tindakan kekerasan aparat; tanggal 23-24 Mei.
"Pelanggaran HAM atau tidak, prosesnya harus diselidiki. Yang melakukan penyelidikan siapa? Komnas HAM," tegas Sumarsih saat diwawancarai reporter BantenEkspose.com, (26/09/2019)
Sempat mengalir statement jika aksi mahasiswa 23-24 Mei ditunggangi dan dimanfaatkan. Sumarsih menambahkan jika hal ini harus dibuktikan.
"Jadi, kalau ada pernyataan-pernyataan demo mahasiswa ditunggangi, dimanfaatkan, kemudian disusupi -- buktikan," lanjutnya
Menurutnya, 6 agenda reformasi yang terdiri dari; (1) Pengadilan terhadap Soeharto dan pengikutnya, (2) Amandemen UUD 1945, (3) Otonomi Daerah (4) Menghapus Dwifungsi ABRI, (5) Mengapus KKN, dan (6) Menegakkan Supremasi Hukum -- gagal diterapkan.
Secara acak, ia memaparkan dan menjelaskan 6 poin yang berkaitan dengan polemik RKUHP dan RUU KPK.
"6 agenda reformasi itu gagal -- dibajak oleh kroni-kroni Orde Baru. Berantas KKN; sekarang, justru UU KPK dilemahkan. Sekarang ABRI sudah masuk ke ranah masyarakat. Kemudian, amandemen UUD 1945 pun juga tidak menguntungkan untuk rakyat," papar Sumarsih
Selain itu, Sumarsih juga merefleksikan Tragedi Semanggi I yang menimpa anaknya. Ia mengkaitkannya dengan tindakan kekerasan aparat; 23-24 September 2019.
"Pada malam harinya, saya nulis di grup WA; saya berharap dan saya berdoa -- semoga tidak terjadi tragedi Semanggi III," ucapnya
Sumarsih juga berpesan kepada seluruh mahasiswa Provinsi Banten untuk mengawal jalannya agenda reformasi.
"Harapan saya, mengawal pelaksanaan agenda reformasi dan demokrasi di Indonesia," harap Sumarsih terhadap mahasiswa di Banten.
Selain Sumarsih, Bedjo Untung selaku Ketua Yayasan Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 -- Tangerang juga turut hadir dalam aksi Kamisan ke-603.
Sambil berdiri dibawah payung hitam bertuliskan "Tuntaskan Kasus 1965", ia merefleksikan kejadian Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu) di Kota Tangerang.
"Di Tangerang -- terdapat kamp konsenterasi. Saya sendiri; termasuk dari 6000 tahanan politik -- dipekerjakan secara paksa di kamp konsenterasi Tangerang," terang Bedjo
Tempat yang ia sebut kamp konsenterasi -- kini beralih menjadi fasilitas umum Kota Tangerang.
"Sekarang, lokasinya masih ada yang sekarang menjadi Penjara Wanita, sekarang menjadi perumahan, Lapas Kelas I Kota Tangerang, kemudian SMP 6 Kota Tangerang, kemudian Pasar Tangerang," papar Bedjo
Bedjo menanggapi inisiasi Komnas HAM terkait konsep kota ramah HAM. Ia beranggapan jika kedepannya -- tempat-tempat yang ia sebut bisa menjadi memorial park.
"Apabila Kota Tangerang bisa merawat ini; syukur-syukur bisa dijadikan memorial park untuk mengenang kejahatan kemanusiaan 1965-1979," harap Bedjo
Menurutnya, tidak ada alasan untuk Pemerintah Kota Tangerang mengangkat perihal Gestapu 1965. Karena Bedjo merupakan salah satu dari 6.000 saksi mata di Kota Tangerang.
"Kami tidak diberi makan -- hanya makan tikus, anjing, ular, keong racun, dan bekicot," terangnya
Ia menuntut agar Presiden Joko Widodo segera mengadakan pengadilan HAM ad hoc -- guna mengadili tokoh-tokoh yang terlibat.
"Segera dibentuk pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili orang-orang yang terlibat kasus pembantaian massal 65," tegas Bedjo (Gilang Prabowo)
Melalui surat terbuka No. 243/Surat Terbuka_JSKK/IX/2019 yang diterima reporter BantenEkspose.com (26/09); diperuntukan kepada Presiden Joko Widodo -- Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) -- mereka menganggap bahwa negara diambang ketulian dan melakukan pembiaran terhadap kasus Hak Asasi Manusia (HAM).
Presidium JSKK; Suciwati, Sumarsih, dan Bedjo Untung mendesak Presiden Joko Widodo melalui surat tersebut -- presiden dikatakan memiliki hak pereogatif.
Berikut tuntutannya;
1. Segera memberikan perintah kepada Kejaksaan Agung untuk meninjau kembali kasus ini dan menyegerakan untuk menentukan kasus ini.
2. Adili Menhakam Pangab 1998/1999 (Menkopolhukam 2016/2019), Wiranto di Pengadilan HAM ad hoc; Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.
3. Menempatkan orang-orang yang berkomitmen terhadap penegakkan hukum dan HAM di dalam nomenklatur bidang hukum.
Ditemui saat aksi berlangsung, Maria Catarina Sumarsih selaku presidium JSKK yang juga ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) -- korban Tragedi Semanggi I. Ia merefleksikan tindakan kekerasan aparat; tanggal 23-24 Mei.
"Pelanggaran HAM atau tidak, prosesnya harus diselidiki. Yang melakukan penyelidikan siapa? Komnas HAM," tegas Sumarsih saat diwawancarai reporter BantenEkspose.com, (26/09/2019)
Sempat mengalir statement jika aksi mahasiswa 23-24 Mei ditunggangi dan dimanfaatkan. Sumarsih menambahkan jika hal ini harus dibuktikan.
"Jadi, kalau ada pernyataan-pernyataan demo mahasiswa ditunggangi, dimanfaatkan, kemudian disusupi -- buktikan," lanjutnya
Menurutnya, 6 agenda reformasi yang terdiri dari; (1) Pengadilan terhadap Soeharto dan pengikutnya, (2) Amandemen UUD 1945, (3) Otonomi Daerah (4) Menghapus Dwifungsi ABRI, (5) Mengapus KKN, dan (6) Menegakkan Supremasi Hukum -- gagal diterapkan.
Secara acak, ia memaparkan dan menjelaskan 6 poin yang berkaitan dengan polemik RKUHP dan RUU KPK.
"6 agenda reformasi itu gagal -- dibajak oleh kroni-kroni Orde Baru. Berantas KKN; sekarang, justru UU KPK dilemahkan. Sekarang ABRI sudah masuk ke ranah masyarakat. Kemudian, amandemen UUD 1945 pun juga tidak menguntungkan untuk rakyat," papar Sumarsih
Selain itu, Sumarsih juga merefleksikan Tragedi Semanggi I yang menimpa anaknya. Ia mengkaitkannya dengan tindakan kekerasan aparat; 23-24 September 2019.
"Pada malam harinya, saya nulis di grup WA; saya berharap dan saya berdoa -- semoga tidak terjadi tragedi Semanggi III," ucapnya
Sumarsih juga berpesan kepada seluruh mahasiswa Provinsi Banten untuk mengawal jalannya agenda reformasi.
"Harapan saya, mengawal pelaksanaan agenda reformasi dan demokrasi di Indonesia," harap Sumarsih terhadap mahasiswa di Banten.
Selain Sumarsih, Bedjo Untung selaku Ketua Yayasan Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 -- Tangerang juga turut hadir dalam aksi Kamisan ke-603.
Sambil berdiri dibawah payung hitam bertuliskan "Tuntaskan Kasus 1965", ia merefleksikan kejadian Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu) di Kota Tangerang.
"Di Tangerang -- terdapat kamp konsenterasi. Saya sendiri; termasuk dari 6000 tahanan politik -- dipekerjakan secara paksa di kamp konsenterasi Tangerang," terang Bedjo
Tempat yang ia sebut kamp konsenterasi -- kini beralih menjadi fasilitas umum Kota Tangerang.
"Sekarang, lokasinya masih ada yang sekarang menjadi Penjara Wanita, sekarang menjadi perumahan, Lapas Kelas I Kota Tangerang, kemudian SMP 6 Kota Tangerang, kemudian Pasar Tangerang," papar Bedjo
Bedjo menanggapi inisiasi Komnas HAM terkait konsep kota ramah HAM. Ia beranggapan jika kedepannya -- tempat-tempat yang ia sebut bisa menjadi memorial park.
"Apabila Kota Tangerang bisa merawat ini; syukur-syukur bisa dijadikan memorial park untuk mengenang kejahatan kemanusiaan 1965-1979," harap Bedjo
Menurutnya, tidak ada alasan untuk Pemerintah Kota Tangerang mengangkat perihal Gestapu 1965. Karena Bedjo merupakan salah satu dari 6.000 saksi mata di Kota Tangerang.
"Tidak ada alasan untuk Pemerintah Kota Tangerang mengangkat hal ini. Kami, dari salah satu korban yang menjadi saksi mata, yang pernah kerja paksa di situ," tegas BedjoSaat diminta keterangan terkait makanan yang dikonsumsi Bedjo dan 6.000 tahanan lainnya -- menurutnya ia makan makanan yang tidak pantas dikonsumsi karena tidak diberi makan.
"Kami tidak diberi makan -- hanya makan tikus, anjing, ular, keong racun, dan bekicot," terangnya
Ia menuntut agar Presiden Joko Widodo segera mengadakan pengadilan HAM ad hoc -- guna mengadili tokoh-tokoh yang terlibat.
"Segera dibentuk pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili orang-orang yang terlibat kasus pembantaian massal 65," tegas Bedjo (Gilang Prabowo)
COMMENTS