Kamu dididik untuk bermimpi Kamu terbiasa dibohongi Kamu dihibur ikut bernyanyi Kamu miskin, sombong, dan bodoh (Koil – Si...
Kamu dididik untuk bermimpi
Kamu terbiasa dibohongi
Kamu dihibur ikut bernyanyi
Kamu miskin, sombong, dan bodoh
(Koil – Sistem Kepemilikan, 2007)
BantenEkpose.com - Bulan Juni kemarin, ada selentingan kabar jika Kemendikbud gandeng TNI penerapan jiwa korsa di ranah pendidikan. Hal ini menuai kontroversi dari beberapa pihak. Kritik yang dituai hampir rata-rata terkait tendensi militerisme dan Dwi Fungsi ABRI yang pelan-pelan muncul –mempenetrasi ranah pendidikan. Pernyataan dimunculkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy saat menghadiri rapat bersama Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Jumat (21/06)
Dilansir dari artikel tirto. id, Tentara Didik Siswa Baru: Memang yang Paham Nasionalisme Cuma TNI, 3 Juli 2019 – Effendy mengungkapkan bahwa TNI akan diikutsertakan dalam pembinaan siswa baru dan masa orientasi siswa baru. Selain itu, ia juga mengutarakan jika tantara yang utamanya menjaga pertahanan dan berperang – akan ikut campur dalam urusan ini.
“Bukan hanya siswa senior dan guru-guru yang akan membimbing dan membina siswa baru dalam masa orientasi sekolah. Tentara pun--yang tugas utamanya adalah menjaga pertahanan dan berperang--akan ikut campur,” ungkapnya
Selain itu, Muhadjir mengharapkan jika seluruh tantara mampu mengajarkan beberapa hal ke siswa, mulai dari tingkatan SD hingga SMA/sederajat : dari mulai membentuk karakter mereka hingga memperkuat materi dasar yang berkaitan dengan nasionalisme, bela tanah air, dan cinta tanah air. Semua dengan tujuan agar siswa "memiliki self-defence bagi pengaruh dan paham yang dapat berpengaruh kepada NKRI.”
Soal Korsa, Begini Kritik Seorang Konselor Asal Kabupaten Tangerang
Program korsa yang akan dilangsungkan oleh Kemendikbud juga dikritik oleh salah seorang konselor asal SMAN 1 Kab. Tangerang, Drs. Moh. Budiman AR, M.Pd. Menurutnya program Kemendikbud ini tidak sesuai dengan psikologis anak siswa sekarang yang terkesan milenial – juga tidak sesuai dengan kurikulum 2013 yang skemanya ditekankan dari proses dan kompetensi siswa didik.
Ditemui saat jelang senjakala matahari, usai jam kegiatan belajar mengajar – di dalam ruang konseling SMAN 1 Kab. Tangerang, sambil menyeduh kopi hitam dan menghisap rokok kretek filter-nya – ia melontarkan kritik terhadap program korsa dari Kemendikbud.
“Secara formal pendidikan sekarang mengacu pada kurikulum 2013, maksudnya belajar tuntas, lihat proses dan kompetensi. Untuk zaman sekarang – ketika dihadapkan korsa, itu akan bertentangan dengan trend anak muda sekarang,” kata Budiman saat diwawancari reporter BantenEkspose.com, Rabu (14/08/2019)
Menurutnya anak-anak sekarang sudah jauh dari konsep pendidikan semi-militer. Selain itu, Budiman mengatakan jika Kemendikbud ini tidak melakukan persiapan sebelumnya. Ia menekankan, jika program ini harus disesuaikan dengan trend psikologis siswa didik sekarang.“Anak-anak SMA sekarang sudah jauh dengan hal-hal begini. Kalau memang mau diterapkan korsa – butuh persiapan, butuh manajemen, butuh pemahaman yang lebih jauh dan butuh riset terlebih dahulu ke sekolah – trend psikologis anak zaman sekarang,” lanjutnya
Dari beberapa sesi wawancara yang dilangsungkan – ia beranjak meninggalkan kursinya sejenak untuk melangsungkan sembahyang ashar. Setelah 8 menit berlangsung, ia kembali ke kursinya dan menjelaskan prologue atas contoh dampak yang akan terjadi. Ia terkesan tidak setuju jika program ini berlangsung. Menurutnya ini merupakan sebuah program yang terkesan dadakan dan impulsif.
“Ketika ada sebuah pemaksaan, maka akan timbul situasi-situasi tertentu dari anak-anak kita. Memang tujuannya untuk tujuan positif, tapi ketika proses memahamkan – terutama manajemen psikologis itu tidak dilakukan dan ini dilakukan seperti ada proyek dadakan. Ini akan hanya menghabiskan waktu, dana, dan pikiran yang tidak menghasilkan apa-apa,” kata Budiman
Beberapa pengamat mengungkapkan jika program ini bertendensi menimbulkan sikap nasionalisme doktriner. Budiman menyetujui pernyataan itu – di mana ia mengutarakan pendapatnya terkait tendensi nasionalisme doktriner yang akan tumbuh di ranah pendidikan. Menurutnya akan lahir sebuah doktrin yang “seperti” membabi-buta seperti masa pendidikan Pedemoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
“Ya, itu bisa dibilang motif pengajaran nasionalisme secara doktriner. Itu bisa terjadi doktrin-doktrin yang secara militer, doktrin-doktrin yang kelihatan seperti membabi-buta nantinya. Sementara nasionalisme yang selama ini dirintis, seperti nasionalisme di Kemendikbud – yang sudah-sudah untuk mengarahkan siswa menjadi warga negara yang baik, kita ambil contoh dari P4,” tegasnya
Dibarengi dengan asap kretek filter yang keluar dari mulut dan hidungnya –Budiman melanjutkan pernyataannya.
“Sekarang cuma ada PKN, tiba-tiba akan dimasukan korsa ke sekolah. Ini seperti mencangkok sesuatu kedalam pikiran anak – kedalam mindset anak,” lanjutnya
Selain itu, Budiman menilai jika program ini akan melahirkan disfungsi yang terjadi ditataran guru –utamanya guru-guru yang mengajarkan ilmu sosial. Budiman mengkhawatirkan jika program korsa ini hanya sebagai proyek mercusuar saja.
“Akan ada tendensi disfungsi terhadap guru-guru yang mengajar ilmu sosial. Jika korsa berhasil masuk ke ranah pendidikan – ini butuh kehati-hatian, karena ini bisa menjadi sebatas proyek mercusuar saja nantinya,” ungkapnya
Selain itu, Budiman menekankan jika ranah intelektual tidak bisa dimasuki doktrin-doktrin ataupun metodologi pendidikan militeris. Dengan nada bicara yang jadi sedikit agak tinggi, Budiman mengatakan jika korsa akan sulit dan bahkan tidak bisa diterapkan diranah intelektual – agar tidak terjadi hal-hal yang bersifat doktriner. Ia kembali mencontohkannya melalui dampak penetrasi P4
“Seperti yang sebelumnya – P4, semua pelajar wajib mengikuti – sekarang menggunakan korsa. Sepengetahuan saya ketika korsa itu diterapkan hanya bisa di ranah militer – ketika rakyat, apalagi pelajar sudah dicekoki dengan korsa – militerisme – ini ada bagian-bagian yang tidak bisa dimasukan ke ranah sekolah umum,” terangnya
“Bisa terjadi fanatisme buta, kemudian sifat setia kawan yang salah, kemudian kedisiplinan yang tidak terfokus. Justru secara psikologis malah nantinya jadi membingungkan siswa dengan adanya korsa ini,”
Masa-masa remaja menurut Budiman merupakan masa peralihan menuju kedewasaan. Digambarkan oleh Budiman secara psikologis terkait skema masa remaja – di mana para remaja sedang dilanda “masa badai” – masa memberontak dan masa melawan arus. Hal ini dinilai tidak sinergis dengan masa-masa tersebut jika memang korsa berhasil diterapkan oleh Kemendikbud.
“Karena didalam perkembangan jiwa anak, dilihat dari sisi psikologi – masa remaja itu kan masa strum und drang atau ‘masa badai’ – masa memberontak, masa melawan arus – tiba-tiba diluruskan dengan paksa maka akan menjadi sesuatu yang fatal – ini akan merusak kreatifitas anak,” jelasnya
Dari banyaknya opini yang diutarakan Budiman – dalam perbincangan yang dilangsungkan antara Budiman dengan reporter BantenEkspose.com, ia mengatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diingatkan – ia menekankan fitrah kemanusiaan yang ada pada setiap diri siswa didik. Terlebih ia menyatakan jika hal ini akan memunculkan penghakiman secara sepihak – begini gambarannya :
“Nanti akan terjadi penghakiman secara sepihak. Dasarnya kita kembali kepada fitrah manusia, fitrah anak. Masa anak-anak saat jadi siswa ini, kalau disiplinkan secara straight, secara langsung – kemudian terlalu tegas tanpa mengikuti tugas-tugas perkembangannya – pelan-pelan akan patah,” terang Budiman
"Maka analisa saya kedepan –nantinya akan ada dikotomi, akan ada dua kelompok-kelompok yang secara psikologis mudah dibentuk, kemudian dia jadi seorang yang korsa dan ada kelompok pembangkang – analisa saya kedepan kayak begitu," kata Budiman.
Budiman menutup perbicangan dengan reporter BantenEkspose.com dengan memaparkan tujuan dari pendidikan. Menurutnya, pendidikan dilangsungkan untuk menunjang kedewasaan siswa didik – bukan dilangsungkan dengan menggunakan paksaan. Selebihnya, ia mengingatkan jika komunikasi yang dilangsungkan dalam kegiatan belajar-mengajar sekarang menggunakan komunikasi dua arah.
“Tujuan pendidikan adalah mendewasakan anak – disini, sesuatu yang dipaksakan tidak akan menimbulkan kedewasaan – karena ada pemaksaan. Jadi nanti pastinya ada pendoktrinan, kemudian pemikiran-pemikiran kritis akan terkikis. Kalau dari tinjauan ilmu komunikasi ya komunikasi searah – soalnya yang sekarang dikembangkan adalah komunikasi dua arah – bukan doktrin,” pungkasnya. (Gilang Prabowo)
COMMENTS