Soal Kenaikan Tarif Lebaran Sepihak, Ini Kata Akademisi Unma Banten

Eko Suprianto:  k enaikan tarif secara sepihak sangat memberatkan dan merugikan penumpang   Bantenekspose.com – Persoalan kenaikan t...

Eko Suprianto: kenaikan tarif secara sepihak sangat memberatkan dan merugikan penumpang 

Bantenekspose.com – Persoalan kenaikan tarif secara sepihak menjelang lebaran, yang dilakukan oknum awak angkutan umum penumpang, jelas sangat merugikan pengguna angkutan umum (angkum). Padahal pemerintah sudah mengeluarkan ketentuan kenaikan tarif, yang diperbolehkan menjelang lebaran. Namun, ketentuan ini tidak banyak digubris oleh oknum awak angkum.

Menurut pengamat Kebijakan Publik Universitas Mathlaul Anwar (UNMA) Banten Eko Supriatno, kenaikan tarif secara sepihak sangat memberatkan dan merugikan penumpang. Fenomena ini menggambarkan mudik selalu digunakan sebagai ajang untuk menarik uang masyarakat sebanyak-banyaknya.

“Amatan saya, Lebaran dari tahun ke tahun, lebih merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam menyediakan sarana transportasi publik yang aman, nyaman, andal, dan terjangkau, terkhusus di Banten,” kata Eko, melalui rilis yang diterima Bantenekspose.com, Senin (03/06/2019)

Formulasi perhitungan tarif angkutan, lanjut Eko, harus update dan transparan disiarkan ke publik. Alasannya, publik hari ini, sudah tidak begitu percaya kepada aksesibilitas dan keandalan transportasi reguler, khususnya bus. Sekalipun aksesnya tersedia, pelanggaran hak-hak konsumen masih merupakan kelaziman, menyangkut besaran tarif, kepastian waktu berangkat/tiba, kenyamanan, keamanan, bahkan keselamatan.

“Penyelenggaraan jasa angkutan umum entah moda transportasi darat, laut, atau udara mestinya harus mengacu kepada kepentingan konsumen. Dalam konteks ini, keterjangkauan tarif, kenyamanan pelayanan, juga keamanan/keselamatan selama dalam perjalanan dituntut menjadi pijakan,” papar Eko.

Ditegaskan Eko, sebagai konsumen jasa tranportasi publik, bila pemudik membayar, pemudik mempunyai hak. Secara normatif berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemudik berhak: (1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan; (2) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur; (3) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila fasilitas yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan operator angkutan.

“Yang melanggar ketentuan tersebut, tentu harus dikenakan sanksi.Mulai sanksi Administratif, sanski perdata hingga sanksi pidana,” kata Eko, yang juga Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial UNMA Banten.

Lebih lanjut Eko memaparkan, sanksi hukum yang terbukti melakukan pelanggaran hak konsumen meliputi; Pertama, sanksi administratif untuk kategori pelanggaran yang merupakan bentuk penyimpangan izin yang diberikan Dinas Perhubungan, contohnya pengoperasian kendaraan yang tidak memenuhi standar teknis dari sisi keamanan dan keselamatan penumpang/tidak laik jalan, pelanggaran ketentuan tentang tarif. Bentuk sanksi dapat berupa surat peringatan tertulis sampai pencabutan izin operasi.

Kedua, sanksi perdata untuk kategori pelanggaran yang berdampak pada timbulnya kerugian materiil di pihak konsumen. Bentuknya berupa tuntutan ganti rugi kepada operator angkutan umum. Dalam kasus ada kecelakaan/tabrakan, selain mendapat santunan dari PT Asuransi Jasa Raharja, konsumen sebagai korban masih berhak secara perdata menuntut kerugian kepada operator angkutan.

Ketiga, sanksi pidana untuk kategori pelanggaran yang memiliki dimensi pidana, seperti akibat kelalaian operator angkutan yang menyebabkan konsumen cedera atau meninggal dunia. Delik pidana yang dapat menjerat operator angkutan selain delik-delik konvensional sebagaimana diatur dalam KUHP, juga delik-delik khusus di bidang transportasi, yang diatur UU sektoral di bidang transportasi, yaitu UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas.

Perlu Sinergi dan Koordinasi

Menyikapi kenaikan tarif Sepihak, Eko Supriatno menyarankan, Pemprov Banten dan Pemerintah Pandeglang, harus bersinergi untuk menindak tegas kenaikan tarif sepihak tersebut.

“Karena itu, Dinas Perhubungan Provinsi Banten dan Dinas Perhubungan Pandeglang harus berkoordinasi agar perusahaan angkutan umum tidak seenaknya menaikkan tarif yang sudah ditentukan,” kata Eko.

Dalam soal pengawasan, akademisi yang dikenal dekat dengan kalangan aktivisi ini mengatakan, Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Perhubungan diminta mengawasi tarif angkutan dan menindak tegas awak bus yang menaikkan tarif batas atas.

“Pemprov Banten harus menginstruksikan jajaran Dishub Banten untuk terjun langsung ke lapangan mengecek tarif angkutan, khususnya Bus AKAP jurusan Labuan–Kalideres. Apabila memang ditemukan kenaikan tarif yang tidak sesuai dengan tarif yang telah ditentukan Pemerintah, langsung tindak tegas,” ujar Eko.

Satu lagi, lanjut Eko, ketegasan pemerintah. Dinas Perhubungan seyogianya tidak hanya mengawasi masalah tarif saja, Dishub juga harus mengimbau masalah kelaikan kendaraan, tetapi melakukan pengecekan setiap kendaraan angkutan umum yang akan berangkat. Jika memang kondisinya tidak memenuhi syarat, jangan segan-segan petugas membatalkan keberangkatannya. Termasuk pula jika ada kelebihan muatan, petugas harus menurunkan sebagian penumpangnya demi keselamatan bersama.

Sudah saatnya pemerintah memartabatkan moda transportasi mudik Lebaran, membuat strategi dan terobosan dalam transportasi mudik Lebaran serta perlu melakukan inovasi dalam memperbaiki sistem transportasi. “Sebagai pemudik, tentunya kita mendambakan moda transportasi Lebaran yang murah, aman, nyaman, andal, dan terjangkau. Transportasi yang manusiawi dan bermartabat saat mudik perlu dicermati dengan pendekatan humanis,” pungkas Eko.

Liputan: Alfa - Pandeglang