Agus Faisal Karim (40 tahun), mengapresiasikan kepuasan batin dengan berada di bawah rindangnya pepohonan, itu adalah kepuasaan batin yan...
Agus Faisal Karim (40 tahun), mengapresiasikan kepuasan batin dengan berada di bawah rindangnya pepohonan, itu adalah kepuasaan batin yang tidak terhingga. (foto: Gogo) |
Bantenekspose.com - Banyak
cara yang dilakukan orang untuk mengapresiasiakan kepuasan hidupnya. Tidak
sedikit orang yang mengumpulkan banyak kendaraan mewah dan properti hanya untuk
kepuasaan batin. Begitu juga para penghobi otomotif, reptil, burung berkicau,
pakaian, perhiasaan, pernak-pernik, mendaki gunung, bahkan pada kalangan
tertentu mengunjungi sejumlah tempat yang menakjubkan di belahan dunia, itu
adalah suatu kepuasaan batin yang tidak ternilai.
"Mumpung masih muda
dan diberikan rizki berlebih oleh Tuhan, saya akan menyisihkan uang agar bisa
pergi ke berbagai negara untuk mengunjungi obyek-obyek wisata yang selama ini
hanya saya tonton di televisi. Itu juga kan sebagai bentuk rasa syukur atas
ciptaan Tuhan," ujar Nur Alam (40 tahun), salah seorang pengusaha muda
kelas menengah yang akrab dengan saya.
Hobi, yang
dipresentasikan sebagai karakter seseorang atas kondisi psikologis, memang
acapkali melampai batas-batas gender dan usia. Banyak pria belakangan ini
menikmati menjadi chef (jurumasak), begitu pula kini sejumlah klub pendaki
gunung dan olahraga beladiri keras disesaki kaum wanita. Perkembangan
psikologis seseorang memang tidak bisa ditebak secara pisik.
Tapi bagi Agus Faisal
Karim (40 tahun), mengapresiasikan kepuasan batin dengan berada di bawah
rindangnya pepohonan dan menyaksikan tanaman cabai, pepaya, tomat, mangga,
serta jenis tanaman buah lainnya tengah berbunga, itu adalah kepuasaan batin
yang tidak terhingga.
"Itu pertanda bahwa
jerih payah kita segera akan membuahkan hasil. Bagi saya, tidak ada tempat yang
nyaman untuk mengapresiasikan kepuasaan batin selain dengan cara bertani. Alam
itu memberikan kenyamanan dan ketenangan bagi jiwa. Bagi orang lain yang seusia
saya, bertani mungkin suatu pilihan yang belum waktunya, tapi saya merasa
pilihan saya ini justru terlambat. Nilai-nilai spiritual yang diberikan alam
untuk jiwa kita, membuat hidup ini terasa bermakna," ujar Agus yang
ditemui bantenekspose.com di kebunnya di sebuah pojokan kampung yang berada di
Kelurahan Dalung, Kecamatan Cipocok, Kota Serang, Banten, Kamis (20/4).
Selama 10 tahun Agus
berkutat dengan ketegangan pisik dan psikologis karena kantornya menuntut dia
harus mendapatkan berita teraktual dan terhangat setiap harinya, dilanjutkan
dengan harus secepatnya mengirimkan berita harian itu ke redaksinya di Jakarta.
Agus harus berlari kencang secepat bagi media massa, kecepatan mempublikasikan
berita-berita aktual yang terjadi setiap hari, adalah sebuah profesionalitas
yang kemudian akan menjadi rujukan publik.
Tahun 2003, Agus memulai
pekerjaannya sebagai reporter Surya Cipta Televisi (SCTV). Sejak lulus dari
Gontor, Agus terbiasa berkutat dengan keredaksian surat kabar, baik buletin,
tabloid, atau majalah. Tapi menjadi reporter televisi adalah pekerjaan serupa
tapi tak sama. Sejak bekerja di SCTV, Agus harus berlari secepat kijang dengan
stamina sekuat banteng untuk menunaikan tuntutan kantornya. Karena televisi
adalah produk visualisasi peristiwa, tidak sekadar menyajikan komentar saksi
mata atau narasumber.
"Irama itu lambat
laun membuat saya jenuh. Lama-lama bahkan membuat saya merasa bodoh, karena
kadang kita lupa segalanya akibat tergiring tuntutan kerja. Akhirnya saya
mencoba menepi," ujar penikmat rokok kretek dan kopi hitam ini.
Agus kemudian memutuskan
untuk bergabung dan beraktivitas secara massif dengan sahabat-sahabatnya yang
menjadi penggiat seni teater, antara lain Nandang Aradea (almarhum), Bagus
Bageni, Otong Abdurrochim, Godi Suarna. Berada dalam kelompok pencinta seni
jiwa ini, Agus merasakan jiwanya merespon sangat positif.
"Seni itu indah.
Semakin diresapi, nilai-nilai harmonisasi antara alam jasmani dan alam ruhani
begitu kuat. Saya kemudian meyakini atas keputusan banyak pelaku seni yang
tidak bisa melepaskan dirinya dari harmonisasi itu," ujar ayah dari lima
orang anak ini.
Dari aktivitas seni
inilah kemudian Agus berinteraksi dengan alam terbuka yang rimbun dan tenang
seluas kurang-lebih dua hektar di lingkungan Dalung, yang 3.000 meter persegi
di antaranya kini menjadi wahana mengapresiasi jiwanya: bertani.
Sepeninggal Nandang
Aradea pada Nopember 2013 akibat diserang hepatitis kronis, Teater Seni
Indonesia (TSI) kemudian mati suri karena kehilangan sang sutradara sekaligus
koreografer. Para pemainnya yang sebagian besar adalah mahasiswa Almarhum di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) kembali pada "kehidupan
normal" mereka sebagai mahasiswa.
Sedangkan Agus dan
Bageni yang berperan sebagai produser, tetap di Dalung, membahas banyak hal
tentang seni--sesekali membahas persoalan politik kontemporer--di saung beratap
rumbia yang cukup luas. Di situ, mereka sambil bertani. Selain tanaman
hortikultura di antaranya cabai, terung, pepaya serta singkong, dua sahabat ini
tengah membesarkan kurang-lebih 50 batang gaharu.
Gaharu adalah
satu-satunya pohon langka di dunia yang bernilai ekonomi tinggi. Batang pohon
gaharu yang bagian dalamnya telah menjadi hitam (bergalih), di pasar dunia
dijual dengan harga fantastis, bisa mencapai Rp250 juta per kilogram. Di
Indonesia, ekosistem gaharu penyebaran paling signifikan berada di
wilayah Kalimantan Barat, Sumatera, dan Papua. Perburuan gaharu liar di
hutan-hutan dilakukan dengan cara menusuk-nusuk semak dan rawa menggunakan
tongkat besi. Gaharu yang paling dicari berasal dari pohon yang tumbang dan dan
terkubur selama puluhan hingga ratusan tahun. Gaharu jenis ini adalah gaharu
dengan nilai jual tertinggi karena biasanya memiliki usia di atas 50 tahun.
"Dilihat dari
batang dan daunnya, sepetinya pohon gaharu yang saya rawat ini jenis aquilaria
malaccensis. kulit batangnya putih, dan apabila dibiarkan tumbuh tingginya bisa
mencapai 40 meter. Secara pribadi saya belum tahu betul seluk beluk kayu
gaharu. Tapi saya mendapatkan banyak referensi perihal budidaya pohon langka
ini. Ada perlakukan khusus yang cukup rumit untuk menghasilkan gaharu
berkualitas pasar dunia," ujar penulis sejumlah buku otobiografi
ini.
Secara harfiah, gaharu
itu memiliki maksa galih. Artinya, pohon apapun yang bagian dalamnya bergalih,
ya itu gaharu. Namun gaharu dalam konteks kayu termahal di dunia ini hanyalah
untuk jenis kayu yang galihnya mengeluarkan resin beraroma khas. Nah, wangi resin
yang dihasilkan gaharu inilah yang kemudian pohon langka ini dihargai selangit.
Indonesia adalah
produsen gaharu terbesar untuk pasar dunia dengan volume ekspor hingga 600 ton
per tahun. Namun kini volume ekspor merosot hanya sebesar 50 ton per tahun
(berdasarkan data ekspor dari Kemenhut). Merosotnya nilai ekspor ini disebabkan
produksi gaharu yang kian sulit akibat pencurian dan penebangan gaharu muda.
Sejak tahun 2004, pemerintah melarang tiga jenis gaharu untuk dijualbelikan,
yaitu jenis aquilaria malaccensis, aquilaria microcarpa, dan aquilaria
beccareana. Pemerintah kemudian mengajak masyarakat untuk membudidaya gaharu
karena memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pada ekosistem alamiah,
gaharu tidak akan segera menghasilkan galih sebelum berusia di atas 20 tahun.
Namun pasar dunia kini tidak berpatokan pada usia kayu, tetapi pada kualitas
minyak resin yang dihasilkan. Dari hasil eksperimen para ahli botani, gaharu
kini bisa dihasilkan di saat poho telah berusia lima tahun dengan cara rekayasa
genetika. Memasuki usia empat tahun, batang gaharu akan disuntik cairan
tertentu melalui lubang buatan dengan kerenggangan 20 sentimeter. Pelobangan
dilakukan dengan pola melingkar dari batang bagian bawah hingga ke atas.
Setelah disuntik, lobang-lobang itu kemudian ditutup kayu agar tidak terjadi
penguapan dan masuknya bakteri selama proses kimiawi. Aktivitas ini akan
dilakukan kontinu dalam kurun waktu 3-5 tahun.
Di Asia Tenggara,
penyebaran pohon gaharu yang signifikan adalah di Indonesia, Vietnam, Kamboja,
Myanmar, Thailand, dan Malaysia. Namun produsen gaharu yang paling signifikan
untuk pasar ekspor adalah Indoenesia. Resin kayu gaharu digunakan parfum kelas
dunia, kosmetika, dupa untuk perantaraan ibadah, hingga menjadi menjadi obat
untuk banyak penyakit, antara lain antikanker, radang ginjal, radang lambung,
pembunuh bakteri tuberculosis (Tbc), hingga stroke.
"Gaharu adalah
harapan. Tapi bertani adalah olah rasa. Saya mendapatkan banyak nilai-nilai
harmonisasi spiritual selama bertani. Saya mencintai pekerjaan ini. Pekerjaan
ruhani yang mungkin tidak semua orang akan mampu merasakan kenikmatannya
bergaul bersama banyak jenis pepohonan. Saya kini memaklumi kenapa para petani
banyak yang betah berlama-lama di ladang mereka. Ketika kita sudah merasa
menyatu dengan alam, pepohonan itu seperti
bisa diajak bicara oleh kita," ujar Agus di sela kegiatannya
menyemai ribuan benih gaharu dari biji-biji yang tumbuh. Di sekitar persemaian
gaharu, ratusan stek bambu betung terjejer di dalam polibek. Menanam bambu,
adalah salah bentuk kepatuhannya kepada sang guru. (Ade Gogo)
COMMENTS