Suharman (kiri) didamping anggota BPSK dan Kepala Sekretariat BPSK Kota Serang, Saat memberikan Keterangan Pers Bantenekspose.com ...
![]() |
Suharman (kiri) didamping anggota BPSK dan Kepala Sekretariat BPSK Kota Serang, Saat memberikan Keterangan Pers |
Bantenekspose.com - Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Kota Serang menyatakan bahwa banyaknya konsumen lembaga
pembiayaan yang mengadukan ke BPSK akibat banyaknya kelemahan pada dokumen
perjanjian jual-beli (PJB) yang dikeluarkan lembaga pembiayaan (leasing).
"Banyak celah yang memungkinkan disengketakan, mulai dari dokumen yang cacat hukum, tidak adanya peringatan adminitrasi, pola penarikan kendaraan yang dilakukan secara paksa, hingga menekan konsumen untuk membayar biaya penarikan. Pengadu ke kami masih seputar itu," kata Kepala BPSK Kota Serang Suharman Rahmat kepada wartawan seusai melakukan sidang arbitrase di kantor BPSK Kota Serang di Jalan Letnan Jidun, Kepandaian, Kota Serang, Selasa (26/04).
Pada persidangan arbitrase kali ini, Suharman sebagai Ketua Majelis Hakim Arbitrase antara nasabah pengadu atas nama Saeroji dengan pihak yang diadukan yaitu PT Tunas Mandiri Finance (MTF). Majelis meminta MTF supaya menyiapkan dokumen lengkap yang legal untuk diperlihatkan pada sidang lanjutan Selasa (3/5).
Suharman mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan dokumen perjanjian jual-beli yang dilakukan oleh Panitera, ternyata selama ini dokumen perjanjian jual-beli yang diberikan oleh lembaga pembiayaan kepada konsumen sebagian besar cacat hukum. Di antaranya, lanjutnya, tidak adanya salinan Akta Jaminan Fidusia yang di dalamnya menjelaskan hak dan kewajiban konsumen, tidak pernah dibawanya calon nasabah untuk menghadap bersama-sama ke notaris untuk menandatangi perjanjian kredit, hingga tidak pernah diberikannya uang tunai kepada nasabah.
"Itu namanya perjanjian sepihak. Pihak nasabah tidak pernah dilibatkan dalam mengurus dokumen perjanjian jual-beli. Harusnya nasabah dihadapkan langsung ke notaris. Jadi secara hukum dokumen itu cacat hukum. Apalagi selama ini lembaga pembiayaan juga tidak pernah memberikan uang tunai kepada nasabahnya, padahal perjanjian di antara mereka kan meminjam uang, bukan pinjam-meminjam kendaraan," papar Suharman yang memegang jabatan struktural sebagai Kepala Seksi Promosi dan Kerja Sama pada Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Pemkot Serang.
Sementara menurut Kepala Sekretariat BPSK Kota Serang, Sugiri, nasabah yang merasa dirugikan oleh lembaga pembiayaan atau pelaku usaha disarankan untuk memanfaatkan lembaga BPSK supaya penyelesaian perselisihannya dilindungi dan dibenarkan secara hukum. Sugiti menjelaskan BPSK dibentuk lebih kepada perlindungan terhadap konsumen/nasabah.
"Tapi sebelum mengadukan ke kami, lengkapi dulu dokumen perayaratannyan, di antaranya bukti setoran kredit yang kerap hilang. Selama ini sebagian besar pengadu adalah nasabah lembaga pembiayaan untuk kendaraan bermotor, ada yang hanya tahap konsiliasi dan mediasi, hingga tahap sidang arbitrase. Untuk tahap konsiliasi, kami tidak banyak berperan aktif, kami sipatnya hanya memantau apa yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak yang bersengkata. Tapi untuk mediasi dan sidang arbitrase kami berperan aktif," ujar Sugiri yang berperan sebagai Ketua Panitera pada sidang arbitrase.
Saeroji, nasabah MTF yang mengaku merasa dirugikan karena kendaraannya Daihatsu Xenia diambil paksa di jalan raya oleh pihak ketiga mitra (eksternal) MTF saat dipakai temannya. Konyolnya, ujar pedagang kecil di Pasar Rau ini, pola penarikan ala preman ini jarang yang ditindaklanjuti secara hukum oleh polisi saat nasabah mengadukan.
"Padahal penarik kendaraan secara paksa itu bisa dijerat dengan pidana pasal perampasan. Tapi polisi sangat jarang menindaklanjuti, kecuali mungkin hanya keluarga besar polisi. Padahal sudah jelas dalam amanat Akta Jaminan Fidusia, lembaga pembiayaan harus meminta bantuan secara resmi ke kepolisian untuk didampingi saat akan melakukan sita jaminan. Kejahatan lainnya adalah pemerasan. Saat mobil yang disita itu mau diselesaikan kreditnya, nasabah diharuskan membayar biaya penarikan. Ini kan konyol. Mereka kerja ke lising kok minta dibayar oleh nasabah," katanya seusai sidang arbitrase. (Ari)
"Banyak celah yang memungkinkan disengketakan, mulai dari dokumen yang cacat hukum, tidak adanya peringatan adminitrasi, pola penarikan kendaraan yang dilakukan secara paksa, hingga menekan konsumen untuk membayar biaya penarikan. Pengadu ke kami masih seputar itu," kata Kepala BPSK Kota Serang Suharman Rahmat kepada wartawan seusai melakukan sidang arbitrase di kantor BPSK Kota Serang di Jalan Letnan Jidun, Kepandaian, Kota Serang, Selasa (26/04).
Pada persidangan arbitrase kali ini, Suharman sebagai Ketua Majelis Hakim Arbitrase antara nasabah pengadu atas nama Saeroji dengan pihak yang diadukan yaitu PT Tunas Mandiri Finance (MTF). Majelis meminta MTF supaya menyiapkan dokumen lengkap yang legal untuk diperlihatkan pada sidang lanjutan Selasa (3/5).
Suharman mengungkapkan, berdasarkan pemeriksaan dokumen perjanjian jual-beli yang dilakukan oleh Panitera, ternyata selama ini dokumen perjanjian jual-beli yang diberikan oleh lembaga pembiayaan kepada konsumen sebagian besar cacat hukum. Di antaranya, lanjutnya, tidak adanya salinan Akta Jaminan Fidusia yang di dalamnya menjelaskan hak dan kewajiban konsumen, tidak pernah dibawanya calon nasabah untuk menghadap bersama-sama ke notaris untuk menandatangi perjanjian kredit, hingga tidak pernah diberikannya uang tunai kepada nasabah.
"Itu namanya perjanjian sepihak. Pihak nasabah tidak pernah dilibatkan dalam mengurus dokumen perjanjian jual-beli. Harusnya nasabah dihadapkan langsung ke notaris. Jadi secara hukum dokumen itu cacat hukum. Apalagi selama ini lembaga pembiayaan juga tidak pernah memberikan uang tunai kepada nasabahnya, padahal perjanjian di antara mereka kan meminjam uang, bukan pinjam-meminjam kendaraan," papar Suharman yang memegang jabatan struktural sebagai Kepala Seksi Promosi dan Kerja Sama pada Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Pemkot Serang.
Sementara menurut Kepala Sekretariat BPSK Kota Serang, Sugiri, nasabah yang merasa dirugikan oleh lembaga pembiayaan atau pelaku usaha disarankan untuk memanfaatkan lembaga BPSK supaya penyelesaian perselisihannya dilindungi dan dibenarkan secara hukum. Sugiti menjelaskan BPSK dibentuk lebih kepada perlindungan terhadap konsumen/nasabah.
"Tapi sebelum mengadukan ke kami, lengkapi dulu dokumen perayaratannyan, di antaranya bukti setoran kredit yang kerap hilang. Selama ini sebagian besar pengadu adalah nasabah lembaga pembiayaan untuk kendaraan bermotor, ada yang hanya tahap konsiliasi dan mediasi, hingga tahap sidang arbitrase. Untuk tahap konsiliasi, kami tidak banyak berperan aktif, kami sipatnya hanya memantau apa yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak yang bersengkata. Tapi untuk mediasi dan sidang arbitrase kami berperan aktif," ujar Sugiri yang berperan sebagai Ketua Panitera pada sidang arbitrase.
Saeroji, nasabah MTF yang mengaku merasa dirugikan karena kendaraannya Daihatsu Xenia diambil paksa di jalan raya oleh pihak ketiga mitra (eksternal) MTF saat dipakai temannya. Konyolnya, ujar pedagang kecil di Pasar Rau ini, pola penarikan ala preman ini jarang yang ditindaklanjuti secara hukum oleh polisi saat nasabah mengadukan.
"Padahal penarik kendaraan secara paksa itu bisa dijerat dengan pidana pasal perampasan. Tapi polisi sangat jarang menindaklanjuti, kecuali mungkin hanya keluarga besar polisi. Padahal sudah jelas dalam amanat Akta Jaminan Fidusia, lembaga pembiayaan harus meminta bantuan secara resmi ke kepolisian untuk didampingi saat akan melakukan sita jaminan. Kejahatan lainnya adalah pemerasan. Saat mobil yang disita itu mau diselesaikan kreditnya, nasabah diharuskan membayar biaya penarikan. Ini kan konyol. Mereka kerja ke lising kok minta dibayar oleh nasabah," katanya seusai sidang arbitrase. (Ari)
COMMENTS