BantenEkspose.com - Perayaan tradisi kebudayaan Seba Baduy tahun 2021 digelar secara sederhana, hal ini dikarenakan masih dalam masa pandem...
BantenEkspose.com - Perayaan tradisi kebudayaan Seba Baduy tahun 2021 digelar secara sederhana, hal ini dikarenakan masih dalam masa pandemi Covid-19. Namun dalam perayaan kali ini, ada hal yang menarik. Karena 'Bapak Gede' yakni Gubernur Banten terpantau absen, Wakil Gubernur Banten juga tak terlihat hadir.
Perwakilan dari Pemerintah Provinsi Banten hanya ada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Tabrani, dan Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni. Sejauh ini, belum diketahui alasan ketidakhadiran dari Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
Tradisi Seba ini memang biasa dilakukan oleh masyarakat adat Baduy setahun sekali. Dikarenakan pandemi, terhitung sudah dua tahun perayaan tidak dilangsungkan meriah, dan hanya diwakili beberapa utusan.
Kali ini juga dari masyarakat adat Baduy, hanya mengirimkan utusan sebanyak 24 orang. Jumlah ini lebih banyak dari tahun lalu yang hanya 12 orang.
Jaro Tanggungan 12 masyarakat adat Baduy, Saidi Putra mengatakan, dalam Seba Gede ini ada yang kurang pas, sebab yang dituju 'bapak geude' (Gubernur Banten) malah yang datang perwakilannya.
"Lamun seperti kieu, aya saeutikna kakurangan. Nu ditujuna bapa gede, nu datangna nu ngawakilan. Tapi teu masalah, nu penting lanjut ti tahun ka tahun," ungkapnya, di Gedung Museum Negeri Banten, di Kota Serang, Sabtu (21/5/2021).
Saidi Putra menuturkan, acara seba setahun sekali ini, menurutnya sebagai ajang bertamu untuk bertegur sapa dalam bingkai silaturahmi. Untuk menyampaikan perasaan, memberikan kenang-kenangan, menumbuhkan kasih sayang, dan menyambungkan serta memperpanjang persaudaraan.
"Setor seba sataun sakali menurut kami, seharusna itung-itung tepung lawung pa amprok longok. Nitip ka asih, neundeun kadeudeuh, nunda kanyaah, nyambungkeun paduduluran, manjangkeun babarayaan. Jadi kami sebagai bagian ngasuh ratu ngajayak menak. Mana ratu-na, mana menak-na," ucapnya.
Dalam hal ini dirinya mengaku, bukan pada persoalan kecewa. Sebab tidak seba kepada Gubernur juga tidak masalah, karena dulu ketika masih bersatu dengan Jawa Barat, di Banten tidak ada Gubernur. Namun seba tetap dilakukan ke Serang. Akan tetapi saat ini di Banten yang memimpin gubernur, harusnya yang hadir gubernur.
"Lain kecewa. Ku masalah teu seba ka gubernur teu jadi masalah, baheula teu aya gubernur, ayana di Jawa Barat. Seba tetep didieu, teu masalah. Ngeun waktuna gubernur nu nyekel mah, seharusna mah gubernur anu bersangkutana," ungkapnya.
Saidi menilai, kondisi saat ini kurang begitu baik, antara pemerintah dengan masyarakat adat ada banyak kekeliruan. Contohnya, untuk waktu setahun sekali, apa salahnya bersilaturahmi menyisihkan waktu satu atau dua jam paling lama.
Kendati demikian, meski heran dan sedikit kecewa. Ia mengatakan ini tidak jadi masalah, dan jangan diperlebar soal tidak dapat bertemu ini.
"Tapi keadaan sekarang, kurang begitu pas pemerintah dengan adat. Banyak kekeliruan, menurut kami. Contohnya ini, pikeun waktu sataun sakali, apa salahnya sih silaturahmi sataun sakali. Bikin waktu satu jam, dua jam paling lama. Tapi tidak masalah, jangan diperlebar masalah ini. Tapi kami heran, itu lah yang buat kami sedikit kecewa," tegasnya.
Saidi mengungkapkan, masyarakat adat Baduy ini merupakan warga negara Indonesia, kekayaan negara, dan harta negara. Meskipun penampilan orang Baduy seperti ini, tetap ingin diakui sebagai warga negara, bagaimanapun bentuknya, dan keinginannya.
"Kami sama-sama warga negara, kekayaan negara, harta negara, sama. Walaupun kami orang Baduy seperti ini penampilannya, tetap kami pengen diaku sebagai warga negara, bagaimanapun bentuknya, bagaimanapun keinginannya," katanya.
Kata Saidi, karena bagaimanapun ada pribahasa silih asah, silih asuh, silih asih. Silih asah agar benar-benar memperkuat ketegasan hukum. Baik secara hukum negara, maupun hukum agama.
"Masyarakat Baduy itu sama-sama melestarikan segala-gala, katitipan lahir, katitipan batin. Cuma hayang nyaba sareng gubernur. Tapi eweh gubernur na. Duka teu terang alesanna naon. Alasan udur mah ulah. Ai acara urang mah sabulan satacanna geus aya tembusan kadieu," papar Jaro Tanggungan 12 masyarakat adat Baduy.
Hadir di lokasi, Pemerhati Adat Baduy, Uday Suhada mengungkapkan, makna dari Seba Baduy ini untuk menyambung silaturahmi, dan menguatkan ikatan persaudaraan antara Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan masyarakat Baduy.
"Mereka (masyarakat Baduy) membawa pesan yang mulia, yakni bagaimana kita semua, terutama pengambil kebijakan itu memperhatikan betul soal kelestarian lingkungan, dan ketahanan lingkungan kita," ungkapnya.
Kendati demikian, Uday membeberkan, menjadi hal yang wajar ketika masyarakat adat Baduy yang dalam hal ini para utusan dari puun atau pucuk pimpinan disana, yang datang dipimpin oleh Jaro Tanggungan 12 yakni Jaro Saidi Putra itu merasa kecewa.
"Kemarin saya sebelum acara seba, dua hari lalu saya ke sana silaturahmi. sebetulnya mereka ingin yang menyambut itu adalah kepala daerah," ucapnya.
"Alhamdulillah pada hari kemarin di Lebak langsung diterima oleh Bupati dan Wakil Bupatinya. Kenapa kepala daerah kerena mereka adalah pengambil kebijakan. Kalau dilimpahkan, itu tentunya yang mewakili tidak punya kewenangan untuk mengambil sebuah kebijakan," ujarnya.
Uday membeberkan, pesan yang disampaikan oleh masyarakat adat Baduy ini, yakni kaitan masalah lingkungan. Hal ini tentunya harus mendapatkan perhatian khusus dari para pengambil kebijakan.
"Sehingga wajar, masa sih dalam satu tahun kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak bisa menyisihkan waktu, satu jam saja untuk menerima delegasi Baduy yang hanya satu tahun sekali," kata Uday.
"Kalau tidak bisa kepala daerahnya, ya wakil kepala daerah. Bukan dilimpahkan ke yang lain. Karena kepala daerah atau wakil kepala daerah adalah yang punya kewenangan mengambil kebijakan," tegasnya.
Uday mengaku, dirinya menyangkan sekali ketika harus diwakilkan. Karena mereka datang dalam rangka untuk 'ngasuh ratu, ngajayak menak (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati)'.
"Ngajayak itu mengarahkan bukan menggurui. Kita jangan merasa digurui, justru mereka adalah tetua-tetua kita yang harus ditanya. Apa yang menjadi persoalan yang harus dilakukan bersama-sama," ucapnya.
Uday meyakini, mereka bisa melihat lebih jernih lagi secara batiniah tentang apa yang sedang, dan bakal terjadi dalam kehidupan masyarakat.
"Kenapa para pengambilan kebijakan, tidak bertanya kepada tetua yang sebelum republik ini lahir, masyarakat adat itu sudah ada di negeri ini," katanya.
Sementara Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani menuturkan, kehadiran dirinya untuk mewakili pimpinan atau dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
Tabrani juga mengatakan, dirinya tidak mengetahui alasan dari ketidakhadiran Gubernur dan Wakil Gubernur, namun sebagai bawahan dirinya berkewajiban untuk mewakili.
"Yang jelas, saya hadir sebagai bentuk pelaksanaan tugas dari pimpinan, mangkanya saya datang pribadi," katanya saat ditemui seusai menghadiri acara Seba Baduy.
"Tidak ada (alasan Gubernur tak hadir), kalau namanya bawahan itu ketika ditugaskan, saya harus hadir. Gak harus saya nanya. Mungkin saja beliau ada tugas atau acara lain yang tidak bisa diwakilkan secara pribadi, sehingga menugaskan saya," imbuhnya.
Tabrani mengungkapkan, pihaknya memang berharap Seba Baduy berjalan normal seperti biasa, tapi dikarenakan situasi pandemi tentunya tidak bisa dihindari. Sehingga acara tetap berjalan namun peserta dibatasi.
"Sebab ketika dipaksakan dengan jumlah yang banyak, maka sisi kesehatan tidak menjadi yang utama di masa pandemi," tutupnya. (es'em)
COMMENTS