BantenEkspose.com - Tengah berlangsung aksi penolakan terhadap banyak rancangan undang-undang – salah satunya muncul dari Yayasan Penelit...
BantenEkspose.com - Tengah berlangsung aksi penolakan terhadap banyak rancangan undang-undang – salah satunya muncul dari Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 – Tangerang. Dengan tegas, YPKP 65 Tangerang menolak adanya pengesahan RKUHP 2019. Bedjo Untung selaku ketua YPKP 65 Tangerang menilai jika RKUHP 2019 terkesan terburu-buru dan bertentangan dengan prinsip reformasi 1998.
Bedjo mengatakan jika pembentukan RKUHP 2019 harus melibatkan publik. Menurutnya, hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai prinsip kebebasan – perlu ada koreksi total atas represifitas rezim Orde Baru.
“YPKP 65/Korban 65 dengan tegas menolak RKUHP – karena proses pembahasan terkesan terburu-buru disaat masa akan berakhirnya keanggotaan DPR. Perlu libatkan partisipasi publik untuk pembahasannya,” ujar Bedjo saat dihubungi reporter BantenEkspose.com, Selasa (24/09)
RKUHP Pasal 188 di paragraf satu (1) – membahas tentang Penyebaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Bedjo beranggapan jika rancangan pasal tersebut bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang menjadi koreksi total terhadap rezim Orde baru.
“Khusus yang langsung ada relevansinya dengan korban 65, yaitu pasal adanya larangan penyebaran Marxisme-Leninisme, Pasal 188 – ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi – adanya kebebasan berekspresi, koreksi total atas Orde Baru yang represif,” tegas Bedjo
Ia menambahkan, Pasal 188 RKUHP 2019 bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 tentang Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
“Pasal ini juga bertentangan dengan UUD 1945/Pancasila Pasal 28 yang menjamin Warga Negaranya atas kebebasan berkumpul, berserikat dan mengeluarkan berpendapat sesuai dengan pandangan politiknya,” lanjut Bedjo
Bedjo meyakini, dampak yang akan timbul terkait Pasal 188 RKUHP 2019 yakni tindakan vigilante atau main hakim sendiri. Dipaparkan oleh Bedjo, bukti dari dampak terkait ialah; pembersihan buku-buku yang dinilai kiri, pembubaran diskusi yang dinilai kritis – dan dilakukan oleh kaum yang ia nilai intoleran.
“Dampaknya, bisa terjadi main hakim sendiri oleh sekelompok orang yang berbeda pandangan politiknya (kelompok intoleran) – seperti yang selama ini juga terjadi – sweeping buku-buku Kiri, pembubaran pertemuan kelompok kritis yang dianggap Kiri oleh kaum intoleran. Karena mereka tidak mengerti hukum yang semestinya. Mereka – kaum intoleran – seolah memiliki payung hukum untuk lakukan vigilante terhadap kelompok 65 yang dianggap Komunis,” papar Bedjo
“Ini benar-benar akan langgengkan pelanggaran HAM dan anti-demokrasi,”
YPKP 1965 menilai jika RKUHP dirancang tanpa berpatokan pada HAM. RKUHP dinilai mampu mengembalikan impunitas – syarat pelanggaran HAM.
“Ya, jelas tidak bersandar pada HAM dan berpotensi langgar HAM. Bahkan, ingin langgengkan impunitas,” ujar Bedjo
Sebelum munculnya RKUHP 2019 – ia menyesali jika pelanggaran HAM yang pernah terjadi tidak bisa diproses secara hukum. Menurutnya, RKUHP terbilang keliru jika disahkan.
“Pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diundangkannya RKUHP ini – tidak bisa diproses secara hukum. Ini artinya, peristiwa pelanggaran HAM 65, Trisakti, Semanggi, Munir, Priuk, dll – tidak bisa diadili. Ini sungguh-sungguh blunder,” sesal Bedjo
Selain itu, Bedjo juga menyesali jika RKUHP 2019 terlalu masuk ke dalam ruang-ruang privat – terlalu jauh. Bedjo menilai jika fenomena ini merupakan kekacauan sosial – seakan tidak mengerti sosial-budaya.
Terlalu jauh masuk ke ruang-ruang privat yang semestinya bukan ranahnya. Ini ada potensi "kekacauan sosial. Nampaknya, pasal-pasal ini tidak mengerti kondisi sosial-budaya di berbagai daerah. Ini bisa mengancam industri pariwisata, dan lainnya,” tutup Bedjo (gilang)
Bedjo mengatakan jika pembentukan RKUHP 2019 harus melibatkan publik. Menurutnya, hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai prinsip kebebasan – perlu ada koreksi total atas represifitas rezim Orde Baru.
“YPKP 65/Korban 65 dengan tegas menolak RKUHP – karena proses pembahasan terkesan terburu-buru disaat masa akan berakhirnya keanggotaan DPR. Perlu libatkan partisipasi publik untuk pembahasannya,” ujar Bedjo saat dihubungi reporter BantenEkspose.com, Selasa (24/09)
RKUHP Pasal 188 di paragraf satu (1) – membahas tentang Penyebaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Bedjo beranggapan jika rancangan pasal tersebut bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang menjadi koreksi total terhadap rezim Orde baru.
“Khusus yang langsung ada relevansinya dengan korban 65, yaitu pasal adanya larangan penyebaran Marxisme-Leninisme, Pasal 188 – ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi – adanya kebebasan berekspresi, koreksi total atas Orde Baru yang represif,” tegas Bedjo
Ia menambahkan, Pasal 188 RKUHP 2019 bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 tentang Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
“Pasal ini juga bertentangan dengan UUD 1945/Pancasila Pasal 28 yang menjamin Warga Negaranya atas kebebasan berkumpul, berserikat dan mengeluarkan berpendapat sesuai dengan pandangan politiknya,” lanjut Bedjo
Bedjo meyakini, dampak yang akan timbul terkait Pasal 188 RKUHP 2019 yakni tindakan vigilante atau main hakim sendiri. Dipaparkan oleh Bedjo, bukti dari dampak terkait ialah; pembersihan buku-buku yang dinilai kiri, pembubaran diskusi yang dinilai kritis – dan dilakukan oleh kaum yang ia nilai intoleran.
“Dampaknya, bisa terjadi main hakim sendiri oleh sekelompok orang yang berbeda pandangan politiknya (kelompok intoleran) – seperti yang selama ini juga terjadi – sweeping buku-buku Kiri, pembubaran pertemuan kelompok kritis yang dianggap Kiri oleh kaum intoleran. Karena mereka tidak mengerti hukum yang semestinya. Mereka – kaum intoleran – seolah memiliki payung hukum untuk lakukan vigilante terhadap kelompok 65 yang dianggap Komunis,” papar Bedjo
“Ini benar-benar akan langgengkan pelanggaran HAM dan anti-demokrasi,”
YPKP 1965 menilai jika RKUHP dirancang tanpa berpatokan pada HAM. RKUHP dinilai mampu mengembalikan impunitas – syarat pelanggaran HAM.
“Ya, jelas tidak bersandar pada HAM dan berpotensi langgar HAM. Bahkan, ingin langgengkan impunitas,” ujar Bedjo
Sebelum munculnya RKUHP 2019 – ia menyesali jika pelanggaran HAM yang pernah terjadi tidak bisa diproses secara hukum. Menurutnya, RKUHP terbilang keliru jika disahkan.
“Pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diundangkannya RKUHP ini – tidak bisa diproses secara hukum. Ini artinya, peristiwa pelanggaran HAM 65, Trisakti, Semanggi, Munir, Priuk, dll – tidak bisa diadili. Ini sungguh-sungguh blunder,” sesal Bedjo
Selain itu, Bedjo juga menyesali jika RKUHP 2019 terlalu masuk ke dalam ruang-ruang privat – terlalu jauh. Bedjo menilai jika fenomena ini merupakan kekacauan sosial – seakan tidak mengerti sosial-budaya.
Terlalu jauh masuk ke ruang-ruang privat yang semestinya bukan ranahnya. Ini ada potensi "kekacauan sosial. Nampaknya, pasal-pasal ini tidak mengerti kondisi sosial-budaya di berbagai daerah. Ini bisa mengancam industri pariwisata, dan lainnya,” tutup Bedjo (gilang)
COMMENTS