Bantenekspose.com - Wacana islam Nusantara itu? Ah, bagi Haji Ade Sumardi, SE, MM, tak banyak berkomentar, karena jauh sebelumnya sudah ...
Bantenekspose.com - Wacana
islam Nusantara itu? Ah, bagi Haji Ade Sumardi, SE, MM, tak banyak berkomentar,
karena jauh sebelumnya sudah bagian dari Islam Nusantara banget, yang memang
lulusan Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung, tepatnya dari Fakultas
ekonomi.
Mengapa
lelaki kelahiran Desa Citorek Tahun 1972 ini memilih UNINUS ? Pertama, karena
ternyata para dosennya dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, lulusannya
berkualitas. Kedua, pertimbangan biaya.
Dua hari
dua malam, Haji Ade, demikian Wakil Bupati Kabupaten Lebak itu biasa dipanggil,
tidur di terminal bus Kebon Kalapa, Bandung, sebelum kemudian memilih UNINUS.
''Ketika itu, saya tak punya kenalan di Bandung jadi, tidur di terminal saja,''
kata Haji Ade Sumardi
Dengan
bekal uang 100 ribu dari kampung, Haji Ade Sumardi memang bertekad ke kota
Kembang Bandung untuk kuliah, sebagaimana amanat kedua orang tuanya. ''Saya tak
boleh pulang Kampung kecuali kalau sudah lulus kuliah,'' katanya.
Uninus,
bagi Haji Ade, ternyata tak sekedar tempat kuliah dan mematangkan diri, tetapi
juga jadi pelabuhan tempat cinta bersandar. Ada gita cinta dari kampus, sang
istri, ternyata mahasiswa Uninus pula, tetapi dari Fakultas pertanian. ''Kami
datang dari keluarga sederhana. Saya bertemu ketika sama-sama masih susah.
Ternyata, saya tak salah memilih istri. Alhamdulillah, tak banyak tuntutan,
kecuali selalu mensyukuri apa adanya,” kata Haji Ade Sumardi.
Hari
demi hari, Haji Ade Sumardi kini adalah Wakil Bupati Kabupaten Lebak (bersama
Bupati Hj. Iti Octavia Jayabaya SE, MM) untuk masa jabatan 2014 - 2019. Bagi
Haji Ade Sumardi, bergaul di lingkungan elit Pemerintah Kabupaten Lebak bukan
hal yang baru, karena sebelumnya jadi ketua DPRD Kabupaten Lebak.
Haji Ade
Sumardi menempatkan diri secara profesional dan proporsional sebagai Wakil
Bupati, sebagai pembantu Bupati Lebak. ''Saya satu paket dengan Bupati memimpin
Lebak. Tugas Wakil Bupati adalah membantu Bupati, Titik sampai di situ,'' ujar
Haji Ade Sumardi.
Orang
tuanya mengajari tentang kepemimpinan, seperti selalu diingatnya sampai kini, “kalau
kamu ingin jadi pemimpin, belajarlah jadi anak buah”. Nasihat orang
tuanya itu sangat bermakna, ketika jadi ketua partai, jadi ketua DPRD Lebak,
dan kini menjadi pemimpin membantu Bupati Lebak.
Cita-citanya
jadi Wakil Bupati Lebak atau jadi politisi? “Cita-cita saya, malah ingin jadi
Polisi,” kata Haji Ade Sumardi.
Kalau
kemudian jadi ketua partai politik (PDI Perjuangan Kabupaten Lebak), pernah
jadi ketua DPRD Kabupaten Lebak, dan kini diberi amanat jadi Wakil Bupati Lebak,
kata Haji Ade Sumardi, itu akhirnya adalah pilihan hidup saya.
***
Pendidikan
agama Haji Ade Sumardi dibentuk dari pengajian demi pengajian, dengan guru dan
pembimbingnya masih dari lingkungan keluarga juga. Uwa Uja mengajarinya membaca
Al-quran dengan penuh kesabaran.
Tetapi
kiai Haji Itok Rusmita di Guradog selalu mengajarinya lebih keras, malah di
bawah “bimbingan” cepretan sapu lidi.
Haji Ono, adalah orang tua yang sangat di hormatinya, dan ikut membentuk
karakteristik Haji Ade Sumardi seperti sekarang ini. Orang se-Guradog
khususnya, pastilah mengenal baik kedua tokoh ini.
Di
pengajian, demikian cerita Haji Ade Sumardi, selalu jadi santri terakhir karena
ternyata diajari paling lama, tak ada lagi santri yang ditunggu. “Menghafalkan
surat Al Ikhlash, ketika itu, sampai berulang ulang, ''kata santri yang selalu
terakhir diajari mengaji itu.
Kedua
orang tuanya yang kali pertama mengajari agama. Subuh bangun untuk salat,
kemudian sekolah di SD, menggembala kambing, dan pulang sore hari. Haji Ade
Sumardi mengaku pernah menangis hanya karena ingin dibelikan kambing, bukan
meminta dibelikan sepeda seperti teman-teman
sepermainnya ketika itu.
Kedua
orang tuanya mengabulkan permintaannya, dengan syarat membawa sarung dan
sajadah dalam kaneron. Untuk apa
sarung dan sajadah? Kedua orang tuanya ingin mengingatkan anaknya dimanapun,dan
kapanpun: agar jangan melupakan sholat!
Dalam kaneron pula ada nasi timbel untuk bekal
selama menggembala kambing (ternyata, sama dengan Bupati Lebak Hj. Iti Octavia
Jayabaya yang pernah pula menjadi penggembala kambing). Jadi santri permanenkah
kemudian Haji Ade Sumardi? “Santri yang tak pernah tamat mengaji. Pekerjaan
saya di pesantren, hanya ngaliwet,” kata Haji Ade Sumardi, sambil tertawa
lepas.
Dalam
perjalanan hidupnya, Haji Ade Sumardi pernah “disudutkan” orang tuanya pada
pilihan sulit, jadi wakil rakyat atau tak ada lagi di Lebak, Ketika itu, Haji
Ade menolak berkiprah di partai politik karena merasa tak linier dengan
disiplin ilmu yang dimilikinya, ilmu ekonomi. Terasa pahit memang pilihan
itu tetapi ditelan saja karena mustahil ada orang tua yang ingin mencenderai
anaknya.
Barulah
setelah Haji Ade Sumardi jadi Wakil rakyat, desakan orang tuanya itu kemudian
terjawab, bahwa untuk membangun daerah perlu ada keputusan politik, dan itu
tempatnya di parlemen, bukan di pasar atau di pusat perbelanjaan. Pertanyaan
lain di terjawab pula, mengapa orang tuanya selalu menyebut-nyebut keluarganya
yang cukup besar, tersebar di banyak tempat, dan harus diperhatikan kalau suatu
ketika jadi apa pun.
“Sekarang
saya paham, jadi politisi itu untuk kepentingan orang banyak, dan ini PR berat,”
kata Haji Ade Sumardi
Haji
Ade Sumardi harus menyebut Haji Sukira yang kali pertama menghampar karpet
merah untuk karier politiknya itu. Mulusnya masuk parpol dan sekaligus
jadi calon anggota DPRD Kabupaten Lebak itu, ternyata sudah ada pembicaraan
sebelumnya dengan orang tua Haji Ade Sumardi sendiri.
Kesukaan
Haji Ade Sumardi bertani dan berternak, selain membaca banyak buku pada waktu
luang (jadi pesaing Bupati Hj. Iti Octavia Jayabaya, SE, MM yang juga penyuka
buku). Boleh jadi, karena punya latar belakang pesantren, Haji Ade lebih
mengedepankan buku-buku mengenai keteladan Nabi Muhammad Saw dan para
sahabatnya. Semua itu diakuinya sangat berguna ketika diterapkannya dalam
realitas kepemimpinan, baik di partai politik maupun di lingkungan eksekutif.
Buku
lain yang dibaca Haji Ade Sumardi, terutama untuk menambah wawasan mengenai
sosial dan politik, adalah buku buku Bung Karno. “Setelah saya pelajari,
ternyata Bung Karno itu santri. Ulama membimbingnya untuk pemahaman
keagamaannya. Pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada 1 Juni itu juga
diwarnai agama,” papar Haji Ade Sumardi.
Haji
Ade Sumardi membaca pula buku di bawah bendera revolusi (DBR) yang ditulis bung
karno. Salah satu bagian penting buku itu “Surat-surat Islam dari Ende”, berisi
dialog Bung Karno dan A. Hasan, guru Persatuan Islam (Persis) tentang Islam.
Bahkan, dalam tahanan penjajah Belanda, di Ende (Nusantara Tenggara Timur) itu,
Bung Karno malah sibuk belajar Islam melalui surat menyurat dengan A. Hassan.
Terakhir
satu hari, dalam obrolan santai, Haji Ade Sumardi tahu bahwa jabatannya tak
akan pernah sampai lima tahun (jadi sekitar 4,5 tahun) sebagai konsekuensi
pemilihan serentak tahun 2018 maka, sambil tersenyum, dan dengan kumis tipisnya
yang merekah, Haji Ade Sumardi menimpali dengan jawaban Khas santri, “Sudahlah
itu sedekah”.
Sumber:
Humas Pemkab Lebak
Ditulis ulang: (Jaf
/Har)
COMMENTS