Belakangan ini ramai sekali di bicarakan baik di media massa atau pun dalam diskusi-diskusi baik lokal ataupun nasional tentang dualisme...
Belakangan
ini ramai sekali di bicarakan baik di media massa atau pun dalam
diskusi-diskusi baik lokal ataupun nasional tentang dualisme kepemimpinan atau
kepengurusan, isu dualisme ini tidak hanya menerpa partai politik tetapi sudah
mulai melebar kepada organisasi-organisasi, baik organisasi kemasyarakatan
ataupun organisasi kepemudan, dan bahkan isu dualisme (pecah kongsi) ini sudah
menjadi trend dalam masa sekarang ini.
Disini kami akan membahas secara khusus kepada organisasi kepemudaan atau lebih
di kenal dengan nama Komite Nasional Pemuda indonesia(KNPI). Perlu di ketahi
bahwa KNPI pada masa sekarang ini terpecah menjadi dua, yang pertama adalah
kubu Rifai Darus dan yang kedua adalah Kubu Fahd El Fauz Arafiq. Akibat adanya
dualisme kepengurusan ini kedua organisasi kepemudaan ini ini sama- sama
mengklaim mengantongi izin dari pemerintah, dan keduanya pun terus menyusun
personalia melalui musda hingga ke daerah baik provinsi, kabupaten/kota dan PK.
Organisasi kepemudaan ini kita ketahui bersama bahwa sangat kental dengan
nuansa politik baik di tingkat nasional ataupun daerah.
Dalam
tulisan ini kami tidak akan mengkaji dari aspek politik namun kami akan
membedahnya dari aspek tinjauan hukum. Karena aspek hukum lebih mengedepankan
legitimasi yang sah. Dalam tulisan ini pula kami akan menkaji secara studi
plotik hukum, karena studi politik hukum sebenarnya juga merupakan ranah studi
ketatanegaraan, karena antara politik dan hukum tata negara tidak dapat di
pisahkan. Kalau kami boleh mengibaratkan, politik itu dagingnya sedangkan hukum
tata Negara adalah tulang nya (kerangkanya).
Kecendrungan
elite organisasi membuat tandingan bukan tanpa sebab dan merupakan keniscayaan
dalam politik, sejatinya politik itu kekuasaan dan jabatan, jika politik itu
kekuasaan, maka elite organisasi cendrung merebut jabatan tertinggi dan
menyingkirkan rivalnya. Tapi sekali lagi kami tidak membahasnya dari sisi
politik.
Permasalahan
yang timbul adalah mengapa organisasi ini bisa terpecah dan mengakibatkan
dualisme? Siapakah yang mempunyai legitimasi? Yang pasti ada
permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam tubuh organisasi tersebut.
Pertanyaaan nya apakah cara-cara yang di lakukan ber etika dan konstitusional
atau tidak? Dalam pembahasan di bawah kami akan urai kan jawabanya.
Tidak
bisa di pungkiri KNPI menjadi medan magnet bagi “perkelahian” untuk
memperebutkan struktur organisasinya sebagai jalan untuk meretas karir di
bidang politik bagi elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang
terlibat didalamnya. Karena itu KNPI lebih memperlihatkan watak sebagai
organisasi kepemudaan yang pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai. Kondisi
ini dimungkinkan karena memang struktur kekuasaan mengakui KNPI sebagai
satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.
Era Reformasi mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah.Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini.
KNPI sekarang ini telah tumbuh menjadi organisasi kepemudaan yang mandiri dan pro aktif dalam pembangunan nasional dan daerah, dan mempunyai sumbangsih yang besar membangun mental dan spiritual pemuda Indonesia. Namun sangat di sayangkan di tengah-tengah kedewasaan nya wadah pemuda ini di guncang dualisme kepengurusan, dan konflik pun merambat hingga ke dareah-daerah.
Era Reformasi mewacanakan rejuvenasi KNPI atau penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah.Reformasi 1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini.
KNPI sekarang ini telah tumbuh menjadi organisasi kepemudaan yang mandiri dan pro aktif dalam pembangunan nasional dan daerah, dan mempunyai sumbangsih yang besar membangun mental dan spiritual pemuda Indonesia. Namun sangat di sayangkan di tengah-tengah kedewasaan nya wadah pemuda ini di guncang dualisme kepengurusan, dan konflik pun merambat hingga ke dareah-daerah.
Penyebab Dualisme
Berikut
akan kami uraikan penyebab terjadinya dualisme kepengurusan didalam legalitas
KNPI Pusat antara M.Rifai Darus dengan Fahd El Fouz A Rafiq, masing-masing kubu
ini mengaku kepengurusan yang sah dan mempunyai dasar hukum. Adapun kubu dari
kubu M. Rifai Darus adalah mengacu kepada
Surat Penegasan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia tertanggal, 30 Oktober 2015, Nomor AHU2.AH.01.04-192, Perihal
Keabsahan KNPI dengan Alamat Jl. HR. Rasuna Said, Komplek GEMA Kuningan,
Jakarta Selatan, dinyatakan, Pengurus DPP KNPI
itu adalah Muhammad Rifai Darus (Ketua Umum), Sirajuddin Abdul Wahab (Sekjen), dan Firman
Baso (Bendum).
Sementara
itu Dewan Pengawas/MPI adalah Ahmad Doli Kurnia (Ketua), Mustafa M. Radja
(Sekretaris). Pemilihan ketua umum ini berlangsung pada kongres pemuda XIV di
papua tahun 2015. Atas dasar inilah KNPI
rifai Darus tidak mau melepaskan jabatan nya sebagai ketua DPP KNPI. Sedangkan
KNPI yang di ketuai oleh Fahd El Fouz a rafiq mengacu kepada SK Kemenkum HAM
yang tertuang dalam Lampiran Keputusan Nomor AHU-0012488.AH.01.07 tahun 2016
dan di tetapkan pada tanggal 02 Februari 2016 dan di tanda tangani oleh Plt
Dijen Administrasi Hukum Umum . Dalam surat pengesahan tersebut tertuang bahwa
kepengurusan yang sah yaitu, Ketua Fahd El Fouz Arafiq, Sekrertaris Cupli
Risman, Bendahara Ahmad Syaukan dan Ketua MPI Taufan EN Rotorasiko.
Sebagai
Negara hukum ukuran yang sah dan legitimate adalah putusan hukum, surat
keputusan Mentri Hukum dan HAM (KEMENKUMHAM), sebagai subjek TUN selama belum
ada putusan yang baru maka Keptusan yang lama masih berlaku, begitupun
sebaliknya ketika sudah ada keputusan yang baru maka surat keputusan yang lama
sudah dianggap tidak berlaku (Lex
posteriori derograt legi priori).
Ada
beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh kepengurusan DPP KNPI hasil Kongres
XIV KNPI di Papua. Yakni, menyangkut soal pelanggaran usia pengurus dan
penetapan komposisi Majelis Pemuda Indonesia (MPI) yang melabrak komitmen dan
pelibatan keterwakilan OKP. "KNPI itu wadah berhimpun OKP dan pemilik
saham. Itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pelaksanaannya sesuai dengan AD dan
ART organisasi. Ada permusyawaratan dan komitmen yang harus dipegang. Yang
acuannya adalah AD dan ART," dan secara konstitusi organisasi KLB itu
adalah sah. Pernyataan ini sangatlah rasional bila kita mengacu kepada UU No !7
th 2013 tentang ke ORMASAN, Bab XV tentang penyelesaian sengketa organisasi
pasal 57 ayat 1 berbunyi “Dalam hal terjadi sengketa internal ormas, ormas
berwenang menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang di atur dalam AD dan
ART” dan di lanjutkan dengan ayat 2 nya ”apabila penyelesaian sengketa
sebagaimana di maksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat
memfasilitasi mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa”.
Dalam
pasal ini jelas sekali bahwa AD dan ART
adalah konstitusi tertinggi dari organisasi, maka bagi siapa saja yang
melanggar konstitusi organisasi harus dengan ikhlas sadar di berikan sanksi
sesuai dengan kadar kesalahanya. Dan peran pemerintah disini adalah hanya
sebagai fasilitator dalam hal apabila penyelesaian sengketa tidak tercapai.
Apabila upaya-upaya yang di lakukan tidak menghasilkan suatu keputusan maka dalam UU yang sama di sebutkan dalam pasal 58 ayat (1) bahwa “Dalam hal mediasi sebagaimana di maksud dalam pasal 57 ayat (2) tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa Ormas dapat di tempuh melalui pengadilan negri” dan kiranya ini adalah cara yang lebih santun dan elegant di banding menggunakan media dalam mengkonspirasi dan mengkontaminasi pemikiran pemuda harapan bangsa.
Apabila upaya-upaya yang di lakukan tidak menghasilkan suatu keputusan maka dalam UU yang sama di sebutkan dalam pasal 58 ayat (1) bahwa “Dalam hal mediasi sebagaimana di maksud dalam pasal 57 ayat (2) tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa Ormas dapat di tempuh melalui pengadilan negri” dan kiranya ini adalah cara yang lebih santun dan elegant di banding menggunakan media dalam mengkonspirasi dan mengkontaminasi pemikiran pemuda harapan bangsa.
Fenomena
lain dari perpecahan atau dualisme ini adalah kebingungan pengurus atau kader di daerah dalam menyikapi dan memastikan, yang manakah dari kepengurusan ganda
itu yang paling shahih atau sah dari tinjauan hukum. Jawaban dari pertanyaan diatas tadi sudah bisa kita simpulkan dari uraian singkat ini, bahwa kepengurusan KNPI Fahd El Fouz A rafiq lah
kepengurusan yang sah ditinjau dari
aspek hukum ataupun secara studi politik hukum, dan cara ini di lakukan
secara ber etika dan konstitusional.
Penulis: H. Wahyudi
Wakil Sekretaris Bidang Hukum DPD KNPI Banten
Penulis: H. Wahyudi
Wakil Sekretaris Bidang Hukum DPD KNPI Banten
COMMENTS