Bantenekspose.com - Hamparan tanah lapang itu, kini memang sudah banyak berubah. Ilalang yang tumbuh liar dan gelapnya kala malam, suda...
Bantenekspose.com - Hamparan tanah lapang itu, kini memang sudah banyak berubah. Ilalang yang tumbuh liar dan gelapnya kala malam, sudah berganti cerita. Area yang dulu jarang dikunjungi, bahkan nyaris tak dikenal –kecuali orang yang berkeinginan tertentu, kini sudah banyak berubah.
Ya, Kapal Bosok kini menjadi daya tarik tersendiri. Berbondong orang datang dengan maksud masing-masing. Ada sekedar yang ingin tahu, karena daya tarik arsitektur bangunan Masjid yang unik, berbentuk kapal. Tak sedikit pula yang datang dengan maksud berziarah dengan nuansa tarikan magis ---petilasan Ki Mas Angga Derpa.
Petilasan Ki Mas Angga Derpa Kapal Bosok, saat ini merupakan objek wisata religi yang berada di Kampung Derangong Kelurahan Curug Manis, Kecamatan Curug, Kota Serang. Tempat ini sangat strategis, karena lokasinya tidak jauh dari pusat ibu kota Provinsi Banten.
Wisata religi itu, awal dibangun pada tahun 2014. Seiring dengan perkembangan, wisata tersebut mulai ramai dikunjungi wisatawan. Menurut informasi, pada tahun 2016 – 2017 merupakan tahun terpadat kunjungan wisatawan ke Kapal Bosok. Pengunjung tempat ini, dari berbagai daerah yang berada di Pulau Jawa khususnya.
Dari informasi yang dihimpun, dalam sehari rata-rata pengunjung wisata religi ini sekitar 200 orang. Sementara, pada hari libur, seperti Sabtu dan Minggu rata-rata mencapai 500 orang.
Kemudian, kehadiran tempat tersebut pun disadari atau tidak, telah membawa perubahan bagi masyarakat sekitar, salah satunya yaitu dalam peningkatan perekonomian. Memang, tak hanya satu orang atau dua orang yang bisa menafkahi keluarganya, bahkan bisa membiaya pendidikan (sekolah) anaknya dari hasil pengembangan objek wisata religi ini.
Terpantau, mereka ada yang bergerak dibidang pengembangan Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM), diantaranya berjualan oleh-oleh khas Curug seperti keripik pisang, keripik tempe, ranginang, gipang, buah-buahan. Tak hanya itu, mereka ada juga yang berjualan minuman seperti kopi, es, dan lainnya. Bahkan, mereka ada yang bergerak dibidang fotografer.
Konflik Pengelolaan?
Namun sayangnya, dalam dinamika pengembangan objek wisata religi ini, ada sekelompok orang (bagian dari pengurus, red) yang ingin mengalihkan secara kepengurusannya ke Muspika (musyawarah pimpinan Kecamatan) setempat, yang sebelumnya dikelola oleh swadaya masyarakat.
Dengan dalih mereka, apabila kepengurusan tersebut diserahkan ke Muspika. Maka secara penataan lokasi akan lebih tertata rapih, tertib, maju, dan pengelolaan dari sisi financial pun akan lebih efektif - efisien.
Atas dalih tersebut, mereka membuat sebuah agenda dalam rangka penyerahan berkas dari masyarakat ke Muspika. Namun, dalam acara tersebut dari pihak Muspika tidak hadir dengan alasan sedang ada kegiatan diluar, lalu acara itu hanya dihadiri dari pihak koramil, polsek, kelurahan, dan tokoh masyarakat.
Masih dalam kegiatan tersebut, mereka sempat meminta ke pihak koramil untuk melakukan penandatanganan berkas yang telah dibuat sebagai perwakilan dari unsur Muspika. Namun, enggan memenuhi permintaan itu. Pasalnya, pihaknya bukan bagian dari unsur Muspika, melainkan pihak keamanan, dan jika dilakukan penandatanganan itu pertanggung jawabannya dunia dan akhirat.
Sehingga, dari tindak lanjut kegiatan itu belum ada kejelasan hingga saat ini. Melainkan menimbulkan polemik baru bagi masyarakat sekitar.
Seperti dikatakan Maska, warga setempat, tentu ini bukan menunjukkan sebuah kemajuan terhadap pengembangan wisata religi, melainkan sebuah kemunduran. Bagaimana tidak, komitmen awal yang dibangun itu akan dikelola oleh swadaya masyarakat. Namun pada akhirnya, akan diserahkan kepengurusan sepenuhnya ke tangan Muspika.
"Artinya, masyarakat tidak lagi diberikan ruang (kebebasan) dalam mengelola objek wisata ini. Lantas, bagaimana dengan nasib masyarakat?," kata dia, kepada bantenekspose.com di Curug, Kota Serang, Rabu (26/9/18).
Selain itu, Maska menjelaskan, memang untuk saat ini belum diserahkan, lantaran pihak Muspika belum bisa menerima syarat-syarat yang diberikan oleh si pemberi kepengurusan tersebut. Cuma ketika mengalami transisi seperti sekarang ini. Sementara itu keputusan dan kebijakan ada di pihak Muspika.
"Kami sebagai warga Curug Manis, ya mengawal aja. Sampai dimana? Tapi, ketika kepengurusan Kapal Bosok ini di Muspika, kami warga Curug Manis merasa keberatan," ucapnya.
Sehingga dengan keberatan ini, lanjut dia, pihaknya sebagai warga setempat akan berupaya. Memang kata dia ketika berbicara pembinaan dan pengawasan perlu adanya keterlibatan dari unsur Muspika. Tetapi, jika berbicara kepengurusan akan sepenuhnya diserahkan ke Muspika warga merasa keberatan.
"Kami sebagai warga Curug Manis akan upaya, kalau berbicara pengawasan dan pembinaan kami juga butuh dari Muspika. Tapi kalau bahasanya penguasaan secara utuh, kami keberatan," keluhnya.
Mengingat disini juga bukan hanya pengembangan wisata saja, tetapi disini ada karomah. Menurut Maska, tidak pantas ketika urusan karomah dipegang Muspika. Kerena secara devisinya pun berbeda. Dalam hal ini, Muspika itu sebagai pelayan masyarakat. Sedangkan, pengunjung yang datang ke tempat ini mayoritas tujuannya untuk berziarah.
"Kapal Bosok ini kan sudah termasuk bagian dari cagar budaya di Kota Serang. Kalau secara rilnya, seharusnya menyerahkan itu kepada tempatnya, bukan seperti itu. Intinya kami merasa keberatan," pungkasnya.
Apa yang dikatakan Maska, soal keinginan pengelolaan dialihkan ke Muspika, boleh jadi sebuah kehawatiran tersisihnya warga dalam pengelolaan wisata Kapal Bosok, yang menjadi kebanggaan warga Curug. Pun demikian, apa yang menjadi keinginan pihak yang berpendapat, pengelolaan harus diserahan ke Muspika, sepertinya belum meyakini kekuatan potensi kearifan lokal, dalam pengembangan potensi setempat.
Butuh sebuah diskusi panjang, yang membuka ruang solusi. Sepertinya, fenomena ini menjadi sebuah riwayat Kapal Bosok kini.
Penulis: Emde
Ya, Kapal Bosok kini menjadi daya tarik tersendiri. Berbondong orang datang dengan maksud masing-masing. Ada sekedar yang ingin tahu, karena daya tarik arsitektur bangunan Masjid yang unik, berbentuk kapal. Tak sedikit pula yang datang dengan maksud berziarah dengan nuansa tarikan magis ---petilasan Ki Mas Angga Derpa.
Petilasan Ki Mas Angga Derpa Kapal Bosok, saat ini merupakan objek wisata religi yang berada di Kampung Derangong Kelurahan Curug Manis, Kecamatan Curug, Kota Serang. Tempat ini sangat strategis, karena lokasinya tidak jauh dari pusat ibu kota Provinsi Banten.
Wisata religi itu, awal dibangun pada tahun 2014. Seiring dengan perkembangan, wisata tersebut mulai ramai dikunjungi wisatawan. Menurut informasi, pada tahun 2016 – 2017 merupakan tahun terpadat kunjungan wisatawan ke Kapal Bosok. Pengunjung tempat ini, dari berbagai daerah yang berada di Pulau Jawa khususnya.
Dari informasi yang dihimpun, dalam sehari rata-rata pengunjung wisata religi ini sekitar 200 orang. Sementara, pada hari libur, seperti Sabtu dan Minggu rata-rata mencapai 500 orang.
Keistimewaan dari tempat petilasan Ki Mas Angga Depa Kapal Bosok ini. Percaya atau tidak, konon tempat ini bisa mengabulkan hajat para pengunjung atau orang yang memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Kemudian, kehadiran tempat tersebut pun disadari atau tidak, telah membawa perubahan bagi masyarakat sekitar, salah satunya yaitu dalam peningkatan perekonomian. Memang, tak hanya satu orang atau dua orang yang bisa menafkahi keluarganya, bahkan bisa membiaya pendidikan (sekolah) anaknya dari hasil pengembangan objek wisata religi ini.
Terpantau, mereka ada yang bergerak dibidang pengembangan Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM), diantaranya berjualan oleh-oleh khas Curug seperti keripik pisang, keripik tempe, ranginang, gipang, buah-buahan. Tak hanya itu, mereka ada juga yang berjualan minuman seperti kopi, es, dan lainnya. Bahkan, mereka ada yang bergerak dibidang fotografer.
Konflik Pengelolaan?
Namun sayangnya, dalam dinamika pengembangan objek wisata religi ini, ada sekelompok orang (bagian dari pengurus, red) yang ingin mengalihkan secara kepengurusannya ke Muspika (musyawarah pimpinan Kecamatan) setempat, yang sebelumnya dikelola oleh swadaya masyarakat.
Dengan dalih mereka, apabila kepengurusan tersebut diserahkan ke Muspika. Maka secara penataan lokasi akan lebih tertata rapih, tertib, maju, dan pengelolaan dari sisi financial pun akan lebih efektif - efisien.
Atas dalih tersebut, mereka membuat sebuah agenda dalam rangka penyerahan berkas dari masyarakat ke Muspika. Namun, dalam acara tersebut dari pihak Muspika tidak hadir dengan alasan sedang ada kegiatan diluar, lalu acara itu hanya dihadiri dari pihak koramil, polsek, kelurahan, dan tokoh masyarakat.
Masih dalam kegiatan tersebut, mereka sempat meminta ke pihak koramil untuk melakukan penandatanganan berkas yang telah dibuat sebagai perwakilan dari unsur Muspika. Namun, enggan memenuhi permintaan itu. Pasalnya, pihaknya bukan bagian dari unsur Muspika, melainkan pihak keamanan, dan jika dilakukan penandatanganan itu pertanggung jawabannya dunia dan akhirat.
Sehingga, dari tindak lanjut kegiatan itu belum ada kejelasan hingga saat ini. Melainkan menimbulkan polemik baru bagi masyarakat sekitar.
Seperti dikatakan Maska, warga setempat, tentu ini bukan menunjukkan sebuah kemajuan terhadap pengembangan wisata religi, melainkan sebuah kemunduran. Bagaimana tidak, komitmen awal yang dibangun itu akan dikelola oleh swadaya masyarakat. Namun pada akhirnya, akan diserahkan kepengurusan sepenuhnya ke tangan Muspika.
"Artinya, masyarakat tidak lagi diberikan ruang (kebebasan) dalam mengelola objek wisata ini. Lantas, bagaimana dengan nasib masyarakat?," kata dia, kepada bantenekspose.com di Curug, Kota Serang, Rabu (26/9/18).
Selain itu, Maska menjelaskan, memang untuk saat ini belum diserahkan, lantaran pihak Muspika belum bisa menerima syarat-syarat yang diberikan oleh si pemberi kepengurusan tersebut. Cuma ketika mengalami transisi seperti sekarang ini. Sementara itu keputusan dan kebijakan ada di pihak Muspika.
"Kami sebagai warga Curug Manis, ya mengawal aja. Sampai dimana? Tapi, ketika kepengurusan Kapal Bosok ini di Muspika, kami warga Curug Manis merasa keberatan," ucapnya.
Sehingga dengan keberatan ini, lanjut dia, pihaknya sebagai warga setempat akan berupaya. Memang kata dia ketika berbicara pembinaan dan pengawasan perlu adanya keterlibatan dari unsur Muspika. Tetapi, jika berbicara kepengurusan akan sepenuhnya diserahkan ke Muspika warga merasa keberatan.
"Kami sebagai warga Curug Manis akan upaya, kalau berbicara pengawasan dan pembinaan kami juga butuh dari Muspika. Tapi kalau bahasanya penguasaan secara utuh, kami keberatan," keluhnya.
Mengingat disini juga bukan hanya pengembangan wisata saja, tetapi disini ada karomah. Menurut Maska, tidak pantas ketika urusan karomah dipegang Muspika. Kerena secara devisinya pun berbeda. Dalam hal ini, Muspika itu sebagai pelayan masyarakat. Sedangkan, pengunjung yang datang ke tempat ini mayoritas tujuannya untuk berziarah.
"Kapal Bosok ini kan sudah termasuk bagian dari cagar budaya di Kota Serang. Kalau secara rilnya, seharusnya menyerahkan itu kepada tempatnya, bukan seperti itu. Intinya kami merasa keberatan," pungkasnya.
Apa yang dikatakan Maska, soal keinginan pengelolaan dialihkan ke Muspika, boleh jadi sebuah kehawatiran tersisihnya warga dalam pengelolaan wisata Kapal Bosok, yang menjadi kebanggaan warga Curug. Pun demikian, apa yang menjadi keinginan pihak yang berpendapat, pengelolaan harus diserahan ke Muspika, sepertinya belum meyakini kekuatan potensi kearifan lokal, dalam pengembangan potensi setempat.
Butuh sebuah diskusi panjang, yang membuka ruang solusi. Sepertinya, fenomena ini menjadi sebuah riwayat Kapal Bosok kini.
Penulis: Emde
COMMENTS