Bantenekspose.com - Warga Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang yang dikabarkan tinggal di gubuk reot. karna himpitan ekono...
Bantenekspose.com - Warga Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang yang dikabarkan tinggal di gubuk reot. karna himpitan ekonomi satu keluarga ini pernah meminum air comberan. Nasib memprihatinkan itu terjadi pada pasangan keluarga Muhamad Aras Arifin (45) dan Yulianti. Mereka dikaruniai enam orang anak yang semuanya tidak sekolah. Keenam anaknya itu yakni Wahyu, Amel, Maharani, Bintang, Dewa, dan Dewi.
Rupanya ada cerita menarik lainnya. Aras yang tinggal di Kunciran sejak 1975 itu mengaku sebagai salah satu keturunan Sunan Kudus dan Sunan Kali Jaga (Wali Songo_red). Hal tersebut terungkap langsung dari pengakuan Aras saat ditemui di gubuk yang menjadi tempat tinggalnya.
Dia mengaku, silsilahnya dari Ibunya yang anak Raden Busola Wisastra, nah sedangkan Raden Busola Wisastra punya bapak Raden Wijaya Perwata, itu tabib kerajaan Majapahit. Aslinya buyut kita dari Demak, Sunan Kudus, berat juga karena memang sejarah para wali, karena memang kita masih keturunan Sunan Gunung Jati.
"Makanya enggak ada yang tahu sejarah dari Gunung Jati Ibarat Syahadat Sunan Gunung Jati enggak ada yang tahu orang Cirebon sendiri juga enggak ada yang tahu," terangnya menceritakan.
Aras juga mengaku, tahu bahwa orang yang pertama kali diturunkan ke dunia sebenarnya bukan Nabi Adam As, tapi Semar.
"Banyak orang bilang Nabi Adam yang duluan tapi sebenarnya Semar, kenapa kita bilang negitu kenapa Semar punya Kuncup, Giginya Putih cuma satu, Kenapa Semar perutnya buncit, kenapa Semar berlambang hitam dan putih kenapa Semar bertelunjuk satu nah itu ada maknanya," ungkap dia.
"Kuncungnya penyangga langit, giginya satu yang putih itu alif yang esa dan perutnya yang buncit itu bumi yang sedang kita pijak itu sendiri, sedang berlambang hitam dan putih itu siang dan malam dan bertelunjuk satu itu syahadat. Di wetan disebut Pangeran Ismoyo, di Banten Pangerang Ismaya dan di Mekkah Ismaalaiha," sambungnya.
"Dan makanya ini berhubungan dengan tombak dari Semar di Kunciran ini, makanya disini selisih dari Nabi Adam 1000 tahun," imbuhnya lagi.
Aras juga menjelaskan alasannya untuk tidak mau pindah dari gubuk dimana tempat dia tinggal. "Itu enggak bisa soalnya bagaimanapun kita sudah perjanjian hidup mati kita disini karena kita sudah bersyahadat," jelasnya.
Bahkan dia sengaja di gubugnya tidak memakai aliran listrik, karna itu Kata Dia, bagian dari filosofi hidup. Aras yang juga mengaku sebagai Putra Alam.
"Itu bagian dari Siloka kita kenapa Gubuk Ini Gelap kenapa ini ada apa dibalik itu semua ibarat kita semua manusia sudah mulai gelap syahadat," tuturnya.
Filosofi hidup Aras yang cenderung menunggu titah alam dalam setiap tindak tanduknya juga menjadi alasan utama Aras untuk tidak menyekolahlan anaknya.
"Saya belum ada titah dari orang tua," jawab Aras saat ditanya alasan tidak menyekolahkan anaknya.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Nasar Ketua RW 02 Kelurahan Kunciran, Dia menjelaskan, sebagai RW pihaknya sudah mencoba memfasilitasi agar anaknya Aras bisa sekolah namun hal itu tidak terlaksana karena filosofi yang dianut Aras.
"Sebenarnya sekolah disini gratis, saya buka madrasah juga gratis apalagi rumah beliau ini juga dekat dengan pondok pesantren yang juga tidak memungut biaya," terangnya.
Pemahaman Aras yang menganggap dirinya sebagai Putra Alam tak jarang juga menimbulkan persepsi lain dari masyarakat yang menganggap Aras sebagai Paranormal, dibuktikan dengan kesaksian dari warga sekitar yang sering melihat tamunya dengan berkendara mobil dan motor.
"Sering lihat juga emang tamunya mibil-mobil mewah yang dari jauh, Makanya saya juga aneh lihat mobil mewah pada kesana," tukasnya.
Sebagai informasi sebelumnya diberitakan, bahwa pasangan suami istri Aras dan Yulianti keluarga miskin di Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, terlihat murung pada peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2018 ini. Pasalnya, enam orang anaknya tidak ada satupun yang ber sekolah.
Tak hanya itu, di Kota yang berjuluk Seribu Industri Sejuta Jasa itu pasangan Aras dan Yul ini tinggal di rumah gubuk tanpa penerangan listrik, karena desakan ekonomi, Dia bersama istri dan ke enam anaknya juga sempat meminum air comberan. Keluarga petani ini pernah juga mencari remah sisa makanan orang yang dibuang ke tempat sampah, dan terpaksa mengemis mengharap belas kasihan. (fwt/dam).
Rupanya ada cerita menarik lainnya. Aras yang tinggal di Kunciran sejak 1975 itu mengaku sebagai salah satu keturunan Sunan Kudus dan Sunan Kali Jaga (Wali Songo_red). Hal tersebut terungkap langsung dari pengakuan Aras saat ditemui di gubuk yang menjadi tempat tinggalnya.
Dia mengaku, silsilahnya dari Ibunya yang anak Raden Busola Wisastra, nah sedangkan Raden Busola Wisastra punya bapak Raden Wijaya Perwata, itu tabib kerajaan Majapahit. Aslinya buyut kita dari Demak, Sunan Kudus, berat juga karena memang sejarah para wali, karena memang kita masih keturunan Sunan Gunung Jati.
"Makanya enggak ada yang tahu sejarah dari Gunung Jati Ibarat Syahadat Sunan Gunung Jati enggak ada yang tahu orang Cirebon sendiri juga enggak ada yang tahu," terangnya menceritakan.
Aras juga mengaku, tahu bahwa orang yang pertama kali diturunkan ke dunia sebenarnya bukan Nabi Adam As, tapi Semar.
Baca Juga: Warga Selapajang Hidup Sebatang Kara
Masih Ada Warga Tak Mampu Sekolahkan Anaknya
"Banyak orang bilang Nabi Adam yang duluan tapi sebenarnya Semar, kenapa kita bilang negitu kenapa Semar punya Kuncup, Giginya Putih cuma satu, Kenapa Semar perutnya buncit, kenapa Semar berlambang hitam dan putih kenapa Semar bertelunjuk satu nah itu ada maknanya," ungkap dia.
"Kuncungnya penyangga langit, giginya satu yang putih itu alif yang esa dan perutnya yang buncit itu bumi yang sedang kita pijak itu sendiri, sedang berlambang hitam dan putih itu siang dan malam dan bertelunjuk satu itu syahadat. Di wetan disebut Pangeran Ismoyo, di Banten Pangerang Ismaya dan di Mekkah Ismaalaiha," sambungnya.
"Dan makanya ini berhubungan dengan tombak dari Semar di Kunciran ini, makanya disini selisih dari Nabi Adam 1000 tahun," imbuhnya lagi.
Aras juga menjelaskan alasannya untuk tidak mau pindah dari gubuk dimana tempat dia tinggal. "Itu enggak bisa soalnya bagaimanapun kita sudah perjanjian hidup mati kita disini karena kita sudah bersyahadat," jelasnya.
Bahkan dia sengaja di gubugnya tidak memakai aliran listrik, karna itu Kata Dia, bagian dari filosofi hidup. Aras yang juga mengaku sebagai Putra Alam.
"Itu bagian dari Siloka kita kenapa Gubuk Ini Gelap kenapa ini ada apa dibalik itu semua ibarat kita semua manusia sudah mulai gelap syahadat," tuturnya.
Filosofi hidup Aras yang cenderung menunggu titah alam dalam setiap tindak tanduknya juga menjadi alasan utama Aras untuk tidak menyekolahlan anaknya.
"Saya belum ada titah dari orang tua," jawab Aras saat ditanya alasan tidak menyekolahkan anaknya.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Nasar Ketua RW 02 Kelurahan Kunciran, Dia menjelaskan, sebagai RW pihaknya sudah mencoba memfasilitasi agar anaknya Aras bisa sekolah namun hal itu tidak terlaksana karena filosofi yang dianut Aras.
"Sebenarnya sekolah disini gratis, saya buka madrasah juga gratis apalagi rumah beliau ini juga dekat dengan pondok pesantren yang juga tidak memungut biaya," terangnya.
Pemahaman Aras yang menganggap dirinya sebagai Putra Alam tak jarang juga menimbulkan persepsi lain dari masyarakat yang menganggap Aras sebagai Paranormal, dibuktikan dengan kesaksian dari warga sekitar yang sering melihat tamunya dengan berkendara mobil dan motor.
"Sering lihat juga emang tamunya mibil-mobil mewah yang dari jauh, Makanya saya juga aneh lihat mobil mewah pada kesana," tukasnya.
Sebagai informasi sebelumnya diberitakan, bahwa pasangan suami istri Aras dan Yulianti keluarga miskin di Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, terlihat murung pada peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2018 ini. Pasalnya, enam orang anaknya tidak ada satupun yang ber sekolah.
Tak hanya itu, di Kota yang berjuluk Seribu Industri Sejuta Jasa itu pasangan Aras dan Yul ini tinggal di rumah gubuk tanpa penerangan listrik, karena desakan ekonomi, Dia bersama istri dan ke enam anaknya juga sempat meminum air comberan. Keluarga petani ini pernah juga mencari remah sisa makanan orang yang dibuang ke tempat sampah, dan terpaksa mengemis mengharap belas kasihan. (fwt/dam).
COMMENTS