Bantenekspose.com - Akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan melemahnya nilai tukar rupiah (NTR). Berangkat dari persoalan itu,...
Bantenekspose.com - Akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan melemahnya nilai tukar rupiah (NTR). Berangkat dari persoalan itu, puluhan aktivis mahasiswa di Serang yang tergabung dalam aliansi Gerakan Bela Rakyat (GEBER) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kampus UIN SMH Banten, di Jl. Jenderal Sudirman, Ciceri, Kota Serang, Selasa (10/7/18).
Ebong, koordinator lapangan (Korlap) aksi mengatakan, tepat 1 Juli 2018, rezim Jokowi-JK kembali menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM tersebut sudah yang ke dua belas kalinya.
Kata dia, tahun 2018 harga BBM kembali terombang-ambing, pada 13 januari 2018 harga BBM jenis Pertamax naik Rp. 200 rupiah dari harga Rp. 8.400 menjadi Rp. 8.600 rupiah, jenis Pertamax Turbo naik Rp. 250 rupiah dari harga Rp. 9.350 rupiah mejadi Rp. 9.600 rupiah, sedangkan jenis Pertalite dan Solar tetap. Kemudian, selang seminggu kenaikan harga BBM kembali terjadi, jenis Pertalite naik Rp. 100 rupiah dan Dexlite naik Rp. 200 rupiah.
Masih kata Ebong, tidak berhenti disini, pada bulan berikutnya, 24 Februari 2018 kembali menaikan harga BBM. Harga BBM jenis Pertamax naik Rp. 300 rupiah, Pertamax Turbo Rp. 500 rupiah, Dexlite Rp. 600 rupiah, dan Pertamina Dex Rp. 750 rupiah.
"Selang sebulan kemudian, pada 24 Maret 2018 BBM jenis Pertalite mengalami kenaikan Rp. 200 rupiah. Ini terjadi karena minyak dunia mengalami kenaikan harga," ujar dia dalam orasinya.
Ebong melanjutkan, pada saat masyarakat sedang melakukan pesta demokrasi, rezim Jokowi-JK kembali menikan harga BBM non-subsidi secara diam-diam. Ia membeberkan, Pertamax naik Rp. 600 rupiah dari harga 8.900 menjadi 9.500, Turbo naik dari harga Rp. 10.150 rupiah menjadi Rp. 10.500 rupiah Declite dari harga Rp. 8.100 menjadi Rp. 9.000 rupiah, Pertamax dex dari harga Rp. 10.000 menjadi Rp. 10.500 rupiah.
"Kebijakan menaikan harga BBM ini tentu berdampak besar terhadap kesimbangan perekonomian negara. Serta akan berimplikasi pada keberlangsungan hidup masyrakat dengan adanya kenaikan bahan bahan pokok yang lainya, sehingga pemantik dari kenaikan itu diakibatkan karena BBM terus naik," jelasnya.
Menurut dia, secara tidak langsung kenaikan harga BBM akan menyebabkan inflasi dan kurs yang tidak seimbang. Saat inflasi terjadi maka Bank Indonesia akan bertanggung jawab menjaga bagaimana harga bahan pokok agar tidak melonjak tinggi dengan cara mengeluarkan kebijakan moneter yaitu menambah jumlah produksi barang yang beredar di masyarakat.
"Jika kita tinjau bersama dalam kebijakan ini maka yang paling dirugikan adalah kaum buruh yang terpaksa harus berkerja ekstra dan terus mengalami penghisapan oleh kaum kapital demi keuntungan dan keseimbangan pasar," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator umum Komunitas Soedirman 30 (KMS30), Helmi Faqih menambahkan, selain persoalan kenaikan harga BBM, ada lagi persoalan serius yaitu mengenai keseimbangan kurs dan Nilai Tukar Rupiah (NTR). Menurutnya, keseimbangan NTR sedikit banyaknya dipengaruhi oleh keadaan eksternal yaitu negara-negara adikuasa sebagai kaum penanam modal dalam pembangunan yang terjadi di Indonesia.
"Saat Indonesia mengalami penarikan dan kekurangan modal asing maka NTR akan semakin melemah," ucapnya.
Dikatakan Faqih, mau tidak mau rezim akan terus meningkatkan caranya sendiri agar bagaimana menjaga dan menarik perhatian para kaum pemodal supaya tetap menjalankan investasinya di Indonesia serta melakukan berbagai sektor pembangunan demi keseimbangan NTR juga perekonomian. Tentu, jika ditinjau kembali kebijakan ini menyebabkan Indonesia semakin berketergantungan terhadap kaum-kaum pemodal.
"Maka dari itu, kami dari Komunitas Soedirman 30 dan Himpunan Mahasiswa Serang yang tergabung dalam aliansi GEBER
menuntut pertama, turunkan harga BBM, kedua, Stop kenaikan BBM, ketiga, stabilkan Nilai Tukar Rupiah (NTR)," pungkasnya. (Emde)
Ebong, koordinator lapangan (Korlap) aksi mengatakan, tepat 1 Juli 2018, rezim Jokowi-JK kembali menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM tersebut sudah yang ke dua belas kalinya.
Kata dia, tahun 2018 harga BBM kembali terombang-ambing, pada 13 januari 2018 harga BBM jenis Pertamax naik Rp. 200 rupiah dari harga Rp. 8.400 menjadi Rp. 8.600 rupiah, jenis Pertamax Turbo naik Rp. 250 rupiah dari harga Rp. 9.350 rupiah mejadi Rp. 9.600 rupiah, sedangkan jenis Pertalite dan Solar tetap. Kemudian, selang seminggu kenaikan harga BBM kembali terjadi, jenis Pertalite naik Rp. 100 rupiah dan Dexlite naik Rp. 200 rupiah.
Masih kata Ebong, tidak berhenti disini, pada bulan berikutnya, 24 Februari 2018 kembali menaikan harga BBM. Harga BBM jenis Pertamax naik Rp. 300 rupiah, Pertamax Turbo Rp. 500 rupiah, Dexlite Rp. 600 rupiah, dan Pertamina Dex Rp. 750 rupiah.
"Selang sebulan kemudian, pada 24 Maret 2018 BBM jenis Pertalite mengalami kenaikan Rp. 200 rupiah. Ini terjadi karena minyak dunia mengalami kenaikan harga," ujar dia dalam orasinya.
Ebong melanjutkan, pada saat masyarakat sedang melakukan pesta demokrasi, rezim Jokowi-JK kembali menikan harga BBM non-subsidi secara diam-diam. Ia membeberkan, Pertamax naik Rp. 600 rupiah dari harga 8.900 menjadi 9.500, Turbo naik dari harga Rp. 10.150 rupiah menjadi Rp. 10.500 rupiah Declite dari harga Rp. 8.100 menjadi Rp. 9.000 rupiah, Pertamax dex dari harga Rp. 10.000 menjadi Rp. 10.500 rupiah.
"Kebijakan menaikan harga BBM ini tentu berdampak besar terhadap kesimbangan perekonomian negara. Serta akan berimplikasi pada keberlangsungan hidup masyrakat dengan adanya kenaikan bahan bahan pokok yang lainya, sehingga pemantik dari kenaikan itu diakibatkan karena BBM terus naik," jelasnya.
Menurut dia, secara tidak langsung kenaikan harga BBM akan menyebabkan inflasi dan kurs yang tidak seimbang. Saat inflasi terjadi maka Bank Indonesia akan bertanggung jawab menjaga bagaimana harga bahan pokok agar tidak melonjak tinggi dengan cara mengeluarkan kebijakan moneter yaitu menambah jumlah produksi barang yang beredar di masyarakat.
"Jika kita tinjau bersama dalam kebijakan ini maka yang paling dirugikan adalah kaum buruh yang terpaksa harus berkerja ekstra dan terus mengalami penghisapan oleh kaum kapital demi keuntungan dan keseimbangan pasar," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator umum Komunitas Soedirman 30 (KMS30), Helmi Faqih menambahkan, selain persoalan kenaikan harga BBM, ada lagi persoalan serius yaitu mengenai keseimbangan kurs dan Nilai Tukar Rupiah (NTR). Menurutnya, keseimbangan NTR sedikit banyaknya dipengaruhi oleh keadaan eksternal yaitu negara-negara adikuasa sebagai kaum penanam modal dalam pembangunan yang terjadi di Indonesia.
"Saat Indonesia mengalami penarikan dan kekurangan modal asing maka NTR akan semakin melemah," ucapnya.
Dikatakan Faqih, mau tidak mau rezim akan terus meningkatkan caranya sendiri agar bagaimana menjaga dan menarik perhatian para kaum pemodal supaya tetap menjalankan investasinya di Indonesia serta melakukan berbagai sektor pembangunan demi keseimbangan NTR juga perekonomian. Tentu, jika ditinjau kembali kebijakan ini menyebabkan Indonesia semakin berketergantungan terhadap kaum-kaum pemodal.
"Maka dari itu, kami dari Komunitas Soedirman 30 dan Himpunan Mahasiswa Serang yang tergabung dalam aliansi GEBER
menuntut pertama, turunkan harga BBM, kedua, Stop kenaikan BBM, ketiga, stabilkan Nilai Tukar Rupiah (NTR)," pungkasnya. (Emde)
COMMENTS